Tampilkan postingan dengan label ANDJAR ASMARA 1940-1949. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ANDJAR ASMARA 1940-1949. Tampilkan semua postingan

Senin, 31 Januari 2011

ANDJAR ASMARA 1940-1949

ANDJAR ASMARA

 
Nama :Abisin Abbas (Andjar Asmara)
Lahir :Alahan Panjang, Sumatera Barat,26 Februari 1902
Wafat :Cipanas, Jawa Barat 20 Oktober 1961
Pendidikan :Sekolah Melayu,Pendidikan Bahasa Belanda,OSVIA,MULO
Profesi :Sutradara, Penulis, Wartawan
 
Pada mulanya ia dikenal sebagai wartawan. Sebelum memasuki film, terlebih dahulu berkecimpung di dunia sandiwara. Tidak secara kebetulan ia tertarik bidang teater ini karena neneknya memang pemilik sebuah rombongan sandiwara. Pada masa kecil ia sudah sering menirukan permainan sandiwara bersama teman-teman sepermainan, menirukan permainan sandiwara yang ditontonnya pada malam hari.
 
Barangkali karena kesibukan sekolah maka Andjar tidak memasuki dunia panggung ini sejak masa mudanya. Lepas sekolah ia langsung menjadi wartawan, tapi karir ini di Jakarta tidak lancar. Ia pindah ke Padang dan menjadi wartawan dari Sinar Sumatera. Pada masa ini, sekitar tahun 1925 ia banyak memberikan saran kepada Padangsche Opera yang merubah gaya pementasan rombongan ini dari cara opera yang segalanya serba dinyanyikan atau dialognya diucapkan seperti orang berdeklamasi, menjadi bentuk toneel, seperti sandiwara sekarang, serba wajar. Naskah yang dipentaskan pun bukan lagi cerita pangeran atau mambang, melainkan kejadian sehari-hari. Antara lain mementaskan naskah Parada Harahap : Melati Van Agam.
 
ia seorang pembaharu teater. Kembali ke Jakarta di akhir tahun tiga puluhan, ia menjadi wartawan Bintang Timoer dan Bintang Hindia. Antara tahun 1929 sampai dengan 1932 ia memimpin majalah Doenia Film, edisi Indonesia dari majalah berbahasa Belanda Film Land. Pada masa itu ia mulai melakukan hubungan dengan para pembuat film di sini. Rupanya film saat itu belum memperlihatkan prospek yang baik baginya. Maka tahun 1933 ia terjun ke dunia sandiwara pada rombongan terkenal Dardanella. Karena selain di situ ia menjadi publicityman, juga diberi kesempatan untuk mempergunakan mesin cetak portable rombongan ini untuk mencetak naskah sandiwara.
 
Tapi kemudian ia lebih dikenal sebagai penulis naskah panggung dan sutradara yang banyak memperbaiki nilai pementasan rombongan ini. Dalam perlawatan Dardanella ke India sekitar tahun 1936, rombongan ini bekerjasama dengan Radha Film Coy Calcutta untuk memfilmkan naskah Andjar terkenal Dr. Samsi. Hubungan dengan film hanya sampai di situ, bahkan rombongan ini sendiri pecah di India. Kembali ke Indonesia mendirikan sandiwara Bollero. Umurnya tidak panjang. Ia kembali ke penerbitan, bekerja pada Kolf di Surabaya sebagai redaktur dari penerbitan buku saku seri cerita film Indonesia. Melalui ini ia kembali banyak berhubungan dengan kalangan film. Maka tahun 1940 ia tinggalkan Kolf untuk menjadi sutradara film di JIF (Java Industrial Film) di Jakarta.
 
Dengan masuknya Andjar ke dalam film, maka sebagian besar tokoh-tokoh Dardanella juga terjun ke film. Seperti Tan Tjeng Bok, Inu Perbatasari, Rd. Ismail dan lain-lain. Film pertama yang disutradarainya Kartinah. Kedatangannya ke dunia film di pandang sebagai tenaga yang bisa digantungi harapan untuk meningkatkan mutu film Indonesia masa itu. Tapi pembuatan film oleh swasta terhenti dua tahun kemudian dengan masuknya Jepang. Di jaman revolusi Andjar ikut memberikan ceramah pada grup diskusi film yang diikuti oleh Usmar Ismail dan Djajakusuma. Tahun 1948 ia kembali membuat film di Jakarta pada South Pacific Film. Djaoeh Dimata adalah film pertamanya. Sehabis perang ia menampung Usmar Ismail, yang baru keluar dari tawanan Belanda untuk menjadi asistennya dalam pembuatan Gadis Desa (1949). Tapi kemudian ia sendiri keluar dari film dan muncul kembali dengan usaha penerbitan buku serial cerita film. Terakhir ia memimpin majalah Varia sampai meninggal dalam perjalan ke Bandung.
 


 
Selama saya bekerja pada Dardanella ini, makin sehari makin besarlah keyakinan saya, bahwa tonil Melayu mempunyai harapan yang baik dimasa yang akan datang.Bagi saya sendiri arti penting tonil ialah sipatnya sebagai pendidik budi pekerti. Dan peran tonil untuk character forming itu tiada boleh kita abaikan.
 
Tuan sendiri tentu tahu. bahwa apabila kita telah amat lama membaca atau mendengar sesuatu cerita, seringlah kita lupa segala seluk beluk cerita itu, tetapi yang tinggal melekat dl kalbu kita hanyalah ingatan tentang sari cerita itu, baik buruknya sesuatu hal, sesuatu perbuatan yang terlukis dalam cerita itu.
 
Dengan tonilpun demikian halnya. Dalam tiap-tiap lakon senantiasa saya gambarkan sesuatu perjuangan antara baik dan buruk, antara nafsu dan keinsafan akan yang benar dan baik.
 
Ambillah cerita “Dr. Samsi”, lihat cerita “Rentjong Atjeh”. Dalam “Dr. Samsi” digambarkan bagaimana perbuatan yang dilangsungkan dengan tiada dipikir masak-masak waktu muda, dapat membawa kesudahan yang amat panjang dan banyak mengandung kesedihan. Dalam “Rentjong Atjeh” digambarkan sipat ksateria, sipat knighthood.
 
Menurut pikiran saya, ini seni tonil gaya baru, seni yang masih amat muda. la bukan wayang. bukan ketoprak dll. Tonil gaya baru ini hendak melingkungi segala penduduk kepulauan ini.
 
Dengan kemidi bangsawan amat banyak perbedaannya, sehingga payah kita hendak mengatakan, bahwa tonil ini sambungan kemidi bangsawan. Bagi saya sendiri, kemidi bangsawan itu telah mati di tengah jalan dan tonil gaya baru ini timbul sebagai barang baru memakai ramuan, element baru pula. Tonil gaya baru ini terjadi dari pada budi, jiwa Timur dengan teknik Barat.
 
Dalam kemidi Stamboel tiap pemain amat bebas memilih perkataan yang dipakainya. Pada tonil yang baru dituliskankah sekalian tekst dahulu seperti pada tonil Barat.
 
Mula-mula saya karang sebuah cerita. Saya tuliskan sekalian cara percakapan. Tentulah waktu saya mengarang saya ingat akan kecakapan yang akan memainkannya kelak. Tiap-tiap peran saya buat sedapat-dapatnya sesuai benar dengan orangnya. Setelah selesai saya karang. maka saya panggillah sekalian yang akan memainkannya. Saya ceritakan cerita itu panjang lebar. 
 
Setelah selesai, maka saya berikanlah kepada masing-masing, tekst yang berhubung dengan perannya. Kepada masing-masing saya ceritakan pula lebih lanjut bagaimana sipat-sipat, pekerti, gaya dan sebagainya orang yang akan dimainkannya itu. Pendeknya mereka harus dapat merasakan benar-benar peran yang tertunjuk kepada mereka itu. Apabila mereka telah paham akan sekaliannya itu, maka diadakan repetition beberapa kali. Disitulah saya dapat melihat, apa yang baik dan apa yang kurang baik. Seperlunya diubah apa yang patut diubah.
 
Barulah dipertunjukkan dimuka orang banyak. Waktu pertunjukan mula mula masih sering juga mereka itu dibantu, sebab boleh jadi mereka lupa akan apa yang harus mereka katakan.
 
Ya, boleh dikatakan segala pemain itu terikat kepada perkataan yang telah ditetapkan. Tetapi waktu repetition tentulah mereka boleh juga mengubah tekst, apabila menurut pikiran mereka kurang kena, kurang baik. Tentang itu kami bermupakat.
 
Sementara perkataan yang kecil-kecil yang tiada pentinglah, kadang-kadang tiada mengapa kalau mereka ubah sedikit, waktu permainan itu sedang ‘asyik. Sebab tuan jangan lupa, sebahagian darl pada pemain kami berasal dari pada kemidi Stamboel. Tentulah bagi mereka yang biasa bebas itu amat payah hendak mengikat dirinya kepada perkataan yang sudah ada.
 
Tentang anak tonil Dardamella umumnya saya senantiasa amat sukacita atas kecakapan mereka. Astaman misalnya luar biasa aanlegnya, pada tiap-tiap permainan yang baru. Saya sendiri merasa heran akan permainannya. Pada hal kalau kita pikirkan, ia hanya seorang yang keluar sekolah kelas dua.
 
Di antara mereka ada yang terpelajar, tetapi ada juga yang tiada. Miss Dja pun bukan orang yang terpelajar, tetapi ia belum dirusakkan oleh kemidi Stamboel. Sejak dari semula ia bekerja pada kami.
 
Tentu pendidikan berpengaruh banyak dalam permainannya di tonil. Orang yang terpelajar tentulah akan lebih mudah mengerti akan sesuatu, seperti kata pepatah bahasa Belanda: Een gud verstaander heeft maar een half woord noodig.
 
Mereka akan lebih mudah memperhalus dan mempertinggi darajat permainan mereka. Berhubung dengan inilah amat besar harapan saya bagi pemuda kita di masa yang akan datang. Pemuda kita yang pernah duduk di sekolah mempunyai tukomst yang balk di dalam dunia tonil. Hal itu dapat saya katakan berdasarkan pengalaman saya sendiri.
 
Pengalaman selama perjalanan mengedari seluruh kepulauan ini, saya amat senang melihat buah pekerjaan saya. Di mana-mana minat dan penghargaan orang amat besar. Terutama sekali minat dan penghargaan darl kaum terpelajar membesarkan hati.
 
Jangan tuan sangka, bahwa penghargaan di kota kecil itu kurang dari di kota besar. Sering adalah sebaliknya. Di kota besar, publiknya telah banyak percampurannya, tiada jarang kita mendengar ucapan yang kasar dari pihak penonton.
 
Saya hendak menunjukkan sebuah contoh kepada tuan. Kota Idi ialah kota kecil, hanya terdiri dari sebuah jalan saja. Tetapi waktu pertunjukan, terang kelihatan kepada kita, bahwa penonton sesungguhnya hendak merasakan ni’mat cerita yang dipertunjukkan dihadapan mereka. Makin kebelakang, kekelas yang dinamakan “kelas kambing,” makin besar minat orang. Tiap-tiap perkataan selaku hendak didengar dengan teliti. Dan kalau ada yang berani berbicara atau mengatakan sesuatu yang tiada layak, maka ia mendapat amarah dari semua penonton….
 
 
ANGGREK BULAN 1948 ANDJAR ASMARA
Director
DJAUH DIMATA 1948 ANDJAR ASMARA
Director
KARTINAH 1940 ANDJAR ASMARA
Director
NOESA PENIDA 1941 ANDJAR ASMARA
Director
GADIS DESA 1949 ANDJAR ASMARA
Director

KARTINAH / 1940

KARTINAH


Film ini awalnya berjudul Kartini, tetapi dirubah menjadi Kartinah karena mendapat tentangan dari kaum wanita. Pembuatan film ini banyak menarik perhatian Januari/Febuari 1941. Pada pembuatannya banyak tamu yang berkunjung, walaupun kaum terpelajar yang sempat berkunjung ke lokasi shoting, ketika melihat hasilnya cuma bilang ini masterpeace Andjar dalam hal hiburan. Menurut Armijn Pane, film ini tidak mengutamakan fungsi film sebagai alat pendidikan dan penerangan, melainkan lebih dibawa memenuhi selera penonton saat itu, seperti menampilkan penerbangan yang hanya merupakan efek aksi dan keanehan belaka.

Istrinya main dalam film ini dengan bayaran f1000 sebagai peran utama. Andjar sendiri selain menjadi sutradara ia juga sibuk mengurus segala sesuatu dengan pihak Departement Dalam Negeri (RPD), Dinas Pencegahan Bahaya Udara, pembesar negeri dan Pubilisiti. Disamping itu Andjar mendapat royalti 5% dari pendapatan kotor bagian/Share produser atau 10% dari keuntungan bersih produser setelah modal kembali. Gaji peran utama ini lebih besar 2x dari Tan's membayar Artis terkenalnya.

Kartinah adalah kisah cinta yang berlangsung dalam lingkungan LBD (Dinas Pencegah Bahaya Udara), dinas ini didirikan Belanda saat situasi sedang mengancam. Lembaga ini juga tidak disukai pihak pribumi karena tidak ada yang bekerja di sana. Mungkin karena tidak ada simpatik pihak Belanda terhadap usul-usul kaum pergerakan saat itu. Oleh karena itu film Kartinah ini disebut film mempropagandakan lembaga LBD ini. Mendapat bantuan menyenangkan dari RPD (Departement dalam Negeri), Inspeksi pusat LBD, dari para dokter, polisi, pejabat kotapraja Batavia dan dari dinas kebakaran. Maka film ini bisa tampil sebagai film kolosal yang menyuguhkan adegan kebakaran besar dan melibatkan banyak pemain. Selain itu reklame film ini mendapat izin dipasang di tempat-tempat yang sebetulnya terlarang.

Gara-gara anak yang amat dicintainya meninggal dunia, Titi menderita penyakit kurang ingatan. Suaminya, Suria (Astaman) mencintai perawat Kartinah (Ratna Asmara), namun tidak ingin beristri dua. Mengetahui Suria masih beristri, Kartinah menjauh. Mereka bertemu kembali ketika terjadi serangan udara. Dalam peristiwa itu, Titi kecelakaan dan meninggal dunia. Tak ada lagi penghalang bagi Suria dan Kartinah untuk membangun rumah tangga.

Keuntungan lainnya adalah pemasukan dari pihak sponsor, Andjar menyeludupkan iklan kedalam filmnya, 2 majalah dan satu merk mesin jahit Singer, ia pun mendapatkan persentase dari pemasukan iklan itu. Ia memboyong mantan dan pemain Dardanella kawakan,, Inoe Perbatasari selain menjadi Asisten sutradara juga ikut main, sehingga Andjar Asmara pemimpin yang disegani dan nasehatnya siikuti.

Seperti kita tahu film ini propaganda mengenai tugas palang merah pada masa perang dan petugas penjaga keamanan bahaya udara, seperti kita tahu, Jepang saat itu 1941 sudah semakin dekat memasuki kawasan Hindia Belanda. JAdi film propaganda Andjar ini dimaksudkannya untuk memperkuat pertahanan pihak Belanda di Indonesia terhadap Jepang.




Anjar Asmara (tengah), sedang mengarahkan pemain

DJAUH DIMATA / 1948

DJAUH DIMATA

 Kedua dari kiri : Ali Yugo (aktor), Duduk, kedua dari kiri : sutradara Andjar Asmara, Ratna Asmara (aktris, isteri Andjar) dan juru kamera Denninghoff Stelling. Produksi South Pasifik Film Corporation (SPFC), "Djauh Dimata" (1948). Berdiri, kedua dari kanan : Usmar Ismail


1947 Belanda mengaktifkan lagi Multi Film. 
Pada awalnya untuk membuat film berita Wordende Wereld untuk diputar di kota-kota yang sudah diduduki Belanda, juru kamera perang Charles Breyer yang dimasukan ke Multi Film. Lalu 1948 Multi Film memproduksi film cerita. Multi Film adalah perusahaan swasta milik J.C Moll, karena dioperasikan untuk keperluan pemerintah, maka disubsidi oleh pemerintah Belanda. Maka perusahaan ini tidak boleh bikin film cerita, karena cari untung. Maka didirikan South Pasific Film Corp (SPFC) untuk membuat film cerita, walaupun semua fasilitas menggunakan Multi Film, tetapi secara resmi tidak melanggar aturan. SPFC membuat film cerita dengan menggunakan cew Multi Film yang berpengalaman dalam film berita atau film penerangan, juru kamera A.A. Denninghoff-Stelleng dan orang laboratorium Charles Breyer, dan Andjar Asmara muncul sebagai sutradara., yang menentukan pihak Belanda .Yang disebut sutradara dalam SPFC sama kedudukannya dengan perusahaan Cina sebelum PD2 hanya sebagai melatih acting dan dialoq, selebihnya juru kamera yang mengatur. Pemilihan sudut pengambilan/angel kamera, serta panjang pendeknya shot ditentukan oleh juru kamera Denninghoff, bahkan di editing pun.
 
1948 Andjar Asmara menyutradarai produksi pertama Djauh Dimata berdasarkan tulisannya. Sepertinya ada keinginan meniru film Amerika You Always In My Heart yang juga bertumpu pada lagu. Tapi Andjar masih belum bisa melepaskan diri dari cara panggung Toneel puluhan tahun yang lalu. Cerita berjalan secara kebetulan dan berakhir dengan Happy Ending yang mudah. Ternyata film ini sukses diputar di kota-kota yang diduduki Belanda yang memang sedang haus hiburan. Maka Andjar dipercaya membuat film yang ke dua.
 
Ali (Ali Yugo) jadi buta gara-gara kecelakaan lalu lintas, padahal ekonomi keluarga sedang morat-marit. Malah masih banyak hutang yang belum terbayar. Dalam keadaan terdesak itu, sang isteri Ratna (Ratna Asmara) pergi ke Jakarta untuk mencari uang. Tak percaya kesetiaan isterinya, Ali menulis surat yang isinya minta Ratna tak usah kembali lagi. Isi surat dijadikan cambuk oleh Ratna untuk meniti karir sebagai penyanyi. Salah satu lagu yang sukses dan digemari masyarakat adalah "Djauh Dimata". Ali juga menyenangi lagu tersebut. Oleh Iskandar (Iskandar Sucarno) Ratna dibawa pulang, pura-pura bekerja sebagai babu di rumah Ali. Tapi Ali mengenali suara isterinya, dan terjalin kembali hubungan mesra Ali dan Ratna.

ANGGREK BULAN / 1948

ANGGREK BULAN


Cerita tentang detektif wanita yang misterius yang jenis roman picisanyang banyak terbit di Medan menjelang PD2.
 
Kati (Nila Djuwita) adalah gadis cantik tapi beracun. Ia diperebutkan oleh Atma (Rd Sukarno) dan Subrata (I. Sucarno). Atma sebenarnya punya maksud lain, mencari tahu rahasia kematian ayahnya, Winata (Djauhari Effendy), sekaligus melindungi adiknya, Surya (A. Hamid Arif), yang sedang pacaran dengan Halimah (Sutrisni). Siapa si "Anggrek Bulan"?
 
Hamid bermain film pertama kali pada 1948. Saat itu, dia menandatangani kontrak kerjasama dengan South Pacific Film Coorporation (SPFC), dan bermain dalam film Anggrek Bulan (1948) bersama Rd. Sukarno dan Iscandar Sukarno.
 
“Sebagai pemain yang mendampingi Iscandar Sukarno sebagai detektif, ia dapat mengimbangi karakternya, sehingga permainannya tampak kuat, yang menimbulkan kemutuan film tersebut,” tulis Sud M.
 
Menurut Siasat, film itu dalam satu minggu pemutaran di Palembang mendapatkan keuntungan f38.000.

SOUTH PACIFIC FILM

NILA DJUWITA
ISKANDAR SUCARNO
RENDRA KARNO
A. HAMID ARIEF
DJAUHARI EFFENDI



GADIS DESA / 1949















Saat shooting film `Gadis Desa` tahun 1949, Usmar Ismail bertindak sebagai asisten sutradara.









Mengambil cerita dari repertoar Panggung tahun 1930'an Ringkasan cerita "Pak Abu marah-marah pada Pak Amat karena menunggak kontrakan rumah selama 7 bulan. Tapi Abu langsung tenang ketika melihat Aisha anak pak Amat yang cantik. Dengan alasan akan dipekerjakan di rumah Pak Abu. Rahasia itu bocor ke telinga istri Pak Abu. Tentu saja Aisha dikembalikan lagi ke kampung. Siapa yang membocorkannya adalah Rusli yang tidak lain adalah pembantu di rumah Pak Abu. Rusli menaruh hati, tapi Aisha menepiknya."

Kelihatan sekali bahwa ini adalah cerita kuno, tetapi pihak Belanda ingin cerita yang mendekati kehidupan pribumi. Yaitu dengan cara berfikir yang masih rendah. Yang menarik dari pembuatan film ini adalah munculnya Usmar Ismail di studio Belanda, sebagai assisten Andjar Asmara. Ini adalah misteri bagaimana bisa Usmar Ismail muncul di studio Multi itu? Mengingat ia adalah seorang seniman pemikir, Mayor TNI, ketua PWI. Semua tahu kalau Usmar Ismail 1947 adalah direktur surat kabar Patriot, bertugas meliput perundingan Renville. Selanjutnya ia di tangkap Belanda karena ia bukan hanya Wartawan tetapi Mayor TNI. Ia dijebloskan dipenjara Cipinang. Istrinya sering menjenguk Usmar di penjara bersama Chairil Anwar di penjara Cipinang. Tidak jelas kenapa ia dilepaskan dan bekerja di Multi Film studio. Film berita Belanda. Cerita ini ada dikisahkan dalam Asrul Sani.
 SOUTH PACIFIC FILM

BASUKI DJAELANI
RATNA RUTHINAH
ALI YUGO
DJAUHARA EFFENDI

NOESA PENIDA / 1941

 
 
Film ini tragedi cinta di Bali yang menonjolakn masalah kasta. Ia ingin film ini dapat di terima golongan terpelajar atau kaum pergerakan juga. Pemain utamanya adalah Ratna Asmara dan Astaman, film ini tidak sempat selesai karena Jepang Masuk.

Kisah cinta segi tiga antara dua kakak beradik, Jaya dan I Pageh, anak rakyat biasa, dengan Gusti Ayu Pandansari, putri Raja Tabanan, Bali. Raja terbunuh, dan putrinya diselamatkan pengikut setia raja, I Murda. Pandansari sejak kecil sudah akrab dengan Jaya dan Pageh, dan di antara mereka terjalin kasih. Penghalangnya: perbedaan kasta. Walau cenderung memilih Jaya, Pandansari menikah dengan Pageh, sebab percaya akan desas-desus bahwa Jaya mati di pembuangan.

Film ini di filmkan lagi Oleh Galeb Husein dengan Judul Moesa Penida (Pelangi Kasih Pandansari) 1988.
 NEW JAVA INDUSTRIAL FILM