Tampilkan postingan dengan label AZWAR AN / Adhikrama Azwar AN 1974 -1997. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label AZWAR AN / Adhikrama Azwar AN 1974 -1997. Tampilkan semua postingan

Minggu, 13 Maret 2011

AZWAR AN / Adhikrama Azwar AN 1974 -1997

AZWAR AN


Lahir di Palembang, Kamis, 06 Agustus 1942
Pendidikan: SMA, Asdrafi. Sebelum terjun ke film ia aktif di teater. Bersama WS Rendra mendirikan Bengkel Teater. Pertama kali terjun ke film langsung jadi asisten sutradara dalam Bing Slamet Koboi Cengeng (1974). Pernah juga jadi penulis skenario, selain merangkap jadi astrada, yakni dalam Kampus Biru (1976). Dan mulai jadi sutradara dalam Gara-Gara Janda Kaya (1977). Selain didalam ia juga aktif di organisasi, dengan menjabat Ketua Cabang Parfi Yogyakarta. Dan masih sempat juga jadi dosen teater pada ISI serta Ketua Teater Alam Yogyakarta. Masuk juga ke dunia sinetron dengan menyutradarai Nyi Mas Mirah (1986) produksi TVRI.

AZWAR ANWAR, baru saja kembali dari Hongkong setelah beberapa hari di sana untuk prosessing film terbarunya “Tante Soendari”. Kini setibanya di Jakarta, ia sibuk mempersiapkan “kuda-kuda” bersama advocatnya untuk mengajukan sebuah perkara di mejahijau.

Azwar termasuk “pemberontak” yang paling tidak suka dianak-tirikan. Itulah sifat yang banyak mempengaruhi kehidupannya sehari-hari. Dalam demonstrasi gundul kepala yang dilakukan oleh Faroek Affero di ujung tahun 1973 yang lalu, orang belum begitu kenal siapa itu Azwar padahal dia tidak kalah pentingnya dalam demonstrasi anti film asing itu.

Jauh hari setelah demonstrasi itu, nama Azwar memang tidak banyak kedengaran lagi. Ia tenggelam dalam berbagai kesibukan lain, teater, film, rumah tangga, dan sebagainya. Di bidang film ia harus sibuk mempelajari seluk beluk pembuatan film dengan sejumlah sutradaranya, Njak Abbas Acub, Pietradjaja Burnama, Asrul Sani, dan Ami Prijono.

Dalam hubungan itu, Azwar mengakui ia tidak akan pernah melupakan sutradara Nja Abbas Acub. Karena Njak Abbas banyak memberikan dasar-dasar pengetahuan directing untuknya. Azwar menjabat sebagai asisten Njak Abbas Acub dalam 2 film., “Koboi Cengeng” dan “Ateng Minta Kawin”.

Anak Minang yang mengaku lahir di Palembang pada awal Agustus 1943 ini mungkin karena khilafnya mengatakan kepada seorang wartawan lain, ia lahir di Lampung. Tidak jelas mana yang benar, tetapi yang pasti Azwar dibesarkan di Pulau Jawa dan menamatkan sekolahnya di Akademi Seni Drama dan Film (ASDRAFI) Yogyakarta.

SEBELUM terjun ke film, di tahun 1973, Azwar dikenal sebagai pelawak panggung, sering muncul dalam pementasan bersama Moh, Suhud dan Herman. Kariernya ini tidak bertahan lama karena pada suatu ketika ia ikut mendirikan “BENGKEL TEATER”  dan aktif di sana selama beberapa tahun.

Sekarang ia mengundurkan diri dari Bengkel Teater dan membentuk group barunya yang diberi nama “Teater Alam”.

Kesibukan di Safari Film yang selama ini mempercayakan produksi-produksinya kepadanya: “Cewek Indian” “Janda Kaya”, “Sisa Feodal”, dan “Tante Soendari”  membuat Azwar ssering berpisah dengan istri dan anak-anaknya yang masih berdomisili di Yogyakarta.

Bagaimana dengan Teater Alam? Tidak terlantas, karena istrinya Titiek dipercayakan untuk terus membina dan memeliharanya.

Sampai saat ini Azwar masih beranggapan teater dan film adalah dunianya. Keduanya dicintainya sehingga tidak ada yang dapat dikorbankan. Bahkan ia mengharap orang-orang teater lain yang belakangan banyak muncul di film tidak begitu saja melupakan teater. Dia bangga rekan-rekan ex ATNI tahun lalu masih mementaskan “MONTSERRAT” di Teater Terbuka TIM.

Sebagai bekas dramawan Azwar mengaku tidak merasa ada perbedaan teater dengan film. “Biasa saja karena saya sudah banyak sekali menyutradarai drama, jadi di film tidak ada keistimewaannya,” ujarnya.

“Profesi sutradara bukanlah istimewa, dia hanya pengarah cerita dalam gambar, dia cuma pelahir ide-ide saja,” lanjutnya mengakhiri keterangan.


TEATER ALAM
Minggu pagi, tak kurang dari 20 eksponen Teater Alam pun berkumpul. Bang Azwar, begitu ia biasa disapa, bahagia bukan kepalang. Dalam usia yang ke-81, secara fisik Azwar tampak sehat. Hanya saja, daya ingatnya memang mulai menurun. Ketika didaulat berbicara, terasa benar luapan emosinya. Rasa bahagia yang membuncah, ucapan banyak terima kasih dalam nada bergetar, dan nyaris menjatuhkan air mata. Beruntung, celetukan dari orang per orang, segera mencairkan suasana.

“Saya harap, kalian melanjutkan Teater Alam. Sekali-kali, berkumpulah, bikin pementasan. Kumpulkan dan libatkan teman-teman yang kini tersebar di mana-mana, baik di Indonesia maupun yang berada di mancanegara,” harap Azwar AN, pendiri Bengkel Teater Yogyakarta dan ayah tiga orang anak itu.

Tokoh senior lain yang hadir adalah Tertib Suratmo (78). Sahabat Azwar AN sejak di Bengkel Teater, begitu antusias menghadiri acara yang diberi tagline “Kangen-kangenan Karo Bang Azwar AN”. Udik Supriyanta, generasi bontot Teater Alam, yang ‘kedapuk’ menjemput Suratmo, mengisahkan dengan gaya jenakanya. “Waktu saya datang, Mas Tertib Suratmo sedang nyungging wayang. Lalu saya ceritakan tentang pertemuan ini, dia langsung mengemasi wayang dan alat tatahnya, ganti baju, dan segera mengajak berangkat ke Wirokerten ini,” kata Udik, yang siang itu memandu jalannya acara.

Benar. Teater Alam sudah melahirkan banyak seniman teater di Indonesia, tidak sedikit juga yang kemudian merambah bidang lain. Hari itu, selain hadir anggota Teater Alam yang masih bergiat di dunia teater di Kota Gudeg, hadir juga murid-murid Azwar yang secara khusus datang dari luar kota Yogyakarta.

Tapi Usai Bang Azwar dan Mas Ratmo meluapkan rasa bahagianya, Udik segera menggilir peserta temu kangen untuk berbicara. Meritz Hindra, pendiri sekaligus angkatan pertama Teater Alam, langsung antusias menyambut harapan Azwar untuk “pentas reuni Teater Alam”.

Seniman berambut gondrong yang sudah malang-melintang di dunia teater, film, dan seni rupa itu, juga menyegarkan suasana dengan ungkapan kenangan masa lalu.
 
“Saya tidak habis pikir sama anak-anak teater Alam. Datang didiamkan berhari-hari, berminggu-minggu, tapi balik lagi. Latihan salah dilempar sandal, balik lagi. Disuruh lari-lari di tengah hujan, balik lagi. Di-munyuk-munyuk-kan (munyuk = monyet-red), tetap saja balik lagi,” ujar lelaki kelahiran Solo, 22 April 1949 itu.

Gege Hang Andhika, Senior teater Alam yang juga adik ipar Azwar AN ini dikenal easy going dan jenaka. Lelaki berperawakan tinggi berkulit putih belum lagi habis bicara, ketika ada yang nyeletuk “klinthing”. Klinthing adalah suara logam yang jatuh ke lantai. Apa pasal celetukan itu membuat semua hadirin tertawa.

Syahdan, ketika Gege memerankan Oidipus dalam lakon Oidupus Rex (Oidipus Sang Raja) karya Sophocles, ia lupa dialog dan terucap kata “klinthing”. Kata “klinthing” jelas tidak ada dalam naskah. Apa boleh buat, Gege memang lupa, dan “lupa dialog” sudah menjadi “nama tengah” Gege, alias biasa.

Hebatnya, sebagai aktor kawakan, Gege bisa dengan mudah berimprovisasi, dan tidak merusak keseluruhan repertoar. “Itulah hebatnya anak-anak Teater Alam. Semua jago improvisasi,” kata Gege.

Makan siang tidak tertolak, ketika perut semakin lapar dan sepertinya semua sudah bicara. Meski kebanyakan yang hadir awalnya bertekad, “Pokoknya  tidak mau ngomong program atau gagasan, maunya ger-geran saja,” tidakk urung ngomong ide dan rencana juga.
 
Meritz Hindra, Daru Maheldaswara dan yang aktif di Yogyakarta, seperti Puntung CM Pudjadi (yang kebetulan tidak hadir) diminta menyiapkan naskah dan memproduksi pentas reuni Teater Alam.

Sampai bubar acara ketika matahari sudah tergelincir ke barat, sekelompok kecil hadirin yang tersisa masih asyik membicarakan rencana itu.

Meritz Hindra memandu jalannya diskusi ringan, membahas rencana produksi secara umum. “Segera setelah dapat naskah dari Daras, kita ketemuan untuk bedah naskah, adaptasi naskah dan rencana produksi lebih lanjut,” ujar Meritz menunjuk Roso Daras yang tinggal di Jakarta untuk men-copy dan mengirim naskah drama “Ketika Bumi tak Beredar” karya Frans Rahardjo ke markasTeater Alam.

TERGODA RAYUAN 1984 EDDY G. BAKKER
Actor
BANTENG MATARAM 1983 BAY ISBAHI
Actor
BRAHMA MAGGALA 1988 JIMMY ATMAJA
Actor
ARYA PENANGSANG 1983 BAY ISBAHI
Actor
BING SLAMET KOBOI CENGENG 1974 NYA ABBAS AKUP
Actor
TANTE SUNDARI 1977 AZWAR AN
Director
LARA JONGGRANG 1983 JIMMY ATMAJA
Actor
PENGINAPAN BU BROTO 1987 WAHYU SIHOMBING
Actor
ATENG MATA KERANJANG 1975 ASRUL SANI
Actor
DJAGO 1990 ABDI WIYONO
Actor
KEJAMNYA IBU TIRI TAK SEKEJAM IBU KOTA 1981 AZWAR AN
Director
BAYANG-BAYANG KELABU 1979 FRANK RORIMPANDEY
Actor
GARA-GARA JANDA KAYA 1977 AZWAR AN
Director
SUSUK NYI RORO KIDUL 1993 AZWAR AN
Actor Director
CINTA SEMALAM 1983 I.M. CHANDRA ADI
Actor
SISA FEODAL 1977 AZWAR AN
Director
TIGA CEWEK INDIAN 1976 AZWAR AN
Director
SI KABAYAN DAN ANAK JIN 1991 HENKY SOLAIMAN
Actor
HIDUNG BELANG KENA BATUNYA 1982 EDUART P. SIRAIT
Actor
JANUR KUNING 1979 ALAM SURAWIDJAJA
Actor
KENIKMATAN 1984 NICO PELAMONIA
Actor
KAMPUS BIRU 1976 AMI PRIJONO
Director

TIGA CEWEK INDIAN / 1976

TIGA CEWEK INDIAN


Tampaknya film ini ingin meniru resep Nya Abbas Akup, khususnya seperti "Bing Slamet Koboi Cengeng", parodi sambil menyentil masalah sosial. Embun Pagi (Enny Haryono) dan Pelangi (Tatiek Wardiono) tak bisa mengekspor sapinya karena terbentur peraturan birokrasi. Ia malah ditahan oleh Benino (Benny Gaok), eksportir sapi besar Meksiko. Bunga Cempaka (Irni Yusnita) yang bersama Embun Pagi, melapor pada Kepala Suku Patah Arang (Rae Sita). Maka terjadilah konfrontasi. Sayur mayur ke kota diblokade, hingga Benino tak bisa makan sayur. Sementara itu, terjadi persekongkolan antara Pelangi dan Abdul Gopar (Herry Koko), yang datang bekerja pada Benino, untuk mencuri sapi. Embun Pagi pacaran dengan Bernito (Suprapto) agar bisa lolos. Perang bisa dihindarkan, dan Pelangi-Abdul Gopar diusir.

SISA FEODAL / 1977

SISA FEODAL

 
Di suatu kota kecil, hidup Raden Mas Reso Menggolo, bekas amtenar, yang juga punya perkebunan coklat peninggalan seorang Belanda. Di rumah itu tinggal pula anaknya, Kartini dan menantunya, Siswanto, seorang pegawai dinas pengawasan Gunung Merapi. Siswanto dijadikan menantu, karena ayahnya berhasil menyembuhkan istri Reso saat sakit keras. Ikut pula tinggal di rumah itu, tiga pembantu dan lima juru rawat yang kost.

Siswanto yang dari keluarga biasa tak merasa cocok dengan keluarga istrinya yang feodal. Siswanto ini pegawai rendah, tapi jujur dan sangat disiplin, hingga jam berangkat kantornya jadi patokan tetangganya. Dengan latar belakang semacam ini, pembantu Paijah hamil. Maka pergunjingan para juru rawat yang mondok di situ terjadi. Apalagi Paijah diantar Siswanto memeriksakan diri ke rumah sakit tempat para juru rawat tadi bekerja. Buang dan Elsa, berusaha mencari tahu dari Paijah. Paijah tetap bungkam. Begitu juga ketika kabar ini sampai ke Kartini. Kartini alias Den Ayu Sis, tak tahan. Paijah diusir, dan ia pergi ke KUA minta cerai. Ia curiga suaminya yang tak disukainya, yang menghamili Paijah. Permintaannya ditolak. Sedang Siswanto mencari Paijah dan menyuruhnya datang untuk berterus terang. Sidang keluarga dibuka minus Reso Menggolo, yang sedang memeriksa kebunnya bersama cucunya, Ivone. Paijah tetap bungkam, sampai Reso datang dan minta agar persiapan nikah cepat dilakukan. Ia mengaku menghamili Paijah.


Film ini maunya seperti berteka-teki, tapi cara penyelesaiannya sangat diulur-ulur. Pelawak Suroto sama sekali tak melawak, tapi kawannya Kardjo AC-DC dan Subur Suryadi yang mau dijadikan unsur lucu tak punya kesempatan.
 P.T. SAFARI SINAR SAKTI FILM

NANI WIDJAJA
MARULI SITOMPUL
ENNY HARYONO
MERRY MADJID
SUROTO
SUMIATI
KARDJO AC-DC
SUBUR SURYADI
IVONNE SUSAN
WILLY TOYSUTA

GARA-GARA JANDA KAYA / 1977

 

Setelah cerai dari suaminya, Sumaidah dan anaknya Enny pulang ke desa. Sumaidah meneruskan kebiasaan di kota. 
 
Inilah yang lalu jadi sumber cerita, karena kebiasaannya itu menimbulkan pertentangan di desa. Karena Enny malah bisa menyesuaikan diri dengan desa. Pertentangan ini mendapat wujudnya dalam lomba karapan sapi. Sumaidah "menggarap" sapinya secara modern, sementara saingannya tetap dengan cara tradisional. Akhirnya pihak-pihak yang bertentangan itu berbaikan kembali.

P.T. SAFARI SINAR SAKTI FILM

NANI WIDJAJA
MENZANO
ENNY HARYONO
MARULI SITOMPUL
NENNY TRIANA
DIDU MS
ENNY KUSRINI
SUBUR
CAHYONO
MERRY MADJID

KEJAMNYA IBU TIRI TAK SEKEJAM IBU KOTA / 1981

KEJAMNYA IBU TIRI TAK SEKEJAM IBU KOTA


Ateng telah merasakan betapa susahnya hidup bersama ibu tirinya. Banyak diperintah, sering kena marah bahkan ditampar. Ayahnya sendiri dirasakan tidak pernah membela Ateng. Penampilan kawan lamanya, Iskak yang baru datang dari Jakarta, membuat orang-orang kampung mengaguminya. Padahal Iskak belum begitu lama merantau ke Jakarta. Hal tersebut membuat Ateng kepingin sekali ikut merantau ke Ibu Kota. Maka berangkatlah Ateng bersama-sama dengan Iskak. Sesampai di Jakarta, ketika mereka meleng sebentar, tas mereka telah hilang disikat orang.

Ternyata Iskak hanya omong besar. Buktinya dia sendiri susah cari kerja lagi, apalagi Ateng yang belum berpengalaman dan tidak punya ketrampilan. Ateng merasa sengsara di Ibu Kota, babak-belur pun dialaminya, juga kelaparan dan dibelejeti orang. Ateng merasakan betapa lebih kejam Ibu Kota dibanding ibu tirinya.

P.T. SUKMA PUTRA FILM

ATENG
ISKAK
SUROTO
DORIS CALLEBAUTE
SUMIATI
YUSTINE RAIS
ALICIA DJOHAR
RUSPENTIL
DJAUHARI EFFENDI
NANANG DURACHMAN
JAJA MIHARDJA

SUSUK NYI RORO KIDUL / 1993

SUSUK NYI RORO KIDUL


Ni Surti (Windy Chindyana) ingin awet muda terus. Untuk itu ia memakai susuk Nyi Roro Kidul. Tumbalnya darah perjaka. Karena kesulitan mencari tumbal, ia memaksa Rita (Sally Marcelina) membantu mencari korban. Rita adalah korban penyia-nyiaan suaminya yang serong. Ia terjatuh dari ketinggian teras rumah bertingkat. Karena takut, suami Rita membawanya ke Ni Surti. 

Setelah selamat Rita yang lalu hidup bersama ibunya yang sakit, membiayai hidup dengan bekerja di klab malam. Banyak yang tergila-gila padanya, dan kemudian meninggal setelah bersetubuh dengannya. Ia tak sadar kalau tubuhnya dipakai Ni Surti untuk mencari mangsa. Seorang kyai yang bisa mengakhiri keadaan ini. Erotika yang dibungkus kisah mistik.

P.T. RAPI FILM

SALLY MARCELINA
AZWAR AN
WINDY CHINDYANA
JOHNY ANWAR
ELIZABETH IVONE
F.X. BAMBANG
ANDY P. BURNAMA
AYU YOHANA

TANTE SUNDARI / 1977

TANTE SUNDARI


Bisa dikatakan ini film grup pelawak Palapa (Suroto-Kardjo dkk), karena anggota Palapa lengkap di sini. Dan gaya lawakannya pun mengingatkan akan gaya lawakan mereka di panggung maupun televisi. Kisah memang berawal dari lagu "Tante Sun"-nya Bimbo. Tante Sun yang dimainkan oleh Kardjo, dieksploitir kelucuan dan keanehannya, sambil tidak lupa menyisipkan kisah korupsi pembantunya. Maksudnya untuk menyindir, tapi penyuguhannya sangat kasar. Apalagi setelah ditambah adegan kejar-kejaran dan perkelahian yang dimaksudkan untuk lucu.

P.T. SAFARI SINAR SAKTI FILM

MERRY MADJID
KARDJO AC-DC
SUMIATI
SUROTO
SUBUR SURYADI

22 April 1978
Pengisi suara film sundari
NENNY Triana lahir 33 tahun yang lalu, sudah sejak umur 19 tahun, menyanyi. Tidak ada lagu yang jadi "milik" Nenny dalam meroketkan namanya. Nasibnya sebagai penyanyi juga paspasan saja menonjol tidak, tenggelampun tidak mungkin. Tapi kini Nenny punya kepandaian lain. Yaitu bisa menirukan berbagai suara dengan berbagai logat. Logat Batak oke, logat Sunda apa lagi (dia orang Sunda), logat Manado bisa. Kepandaiannya ini telah menarik perhatian Azwar AN untuk pengisian suara film Tante Sundari. Dia telah menyuarakan beberapa orang dalam film tersebut. "Kalau honornya besar, saya mau juga deh jadi pengisi suara," kata Nenny. Tambah Nenny lagi "Saya ini tidak tetap pendirian. Kalang kepengin nyanyi terus, kadang mau main film." Mungkin karena sepotong-sepotong, kepopulerannya Juga Jadi sepenggal-sepenggal juga.