Tampilkan postingan dengan label BUMI MAKIN PANAS / 1973. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BUMI MAKIN PANAS / 1973. Tampilkan semua postingan

Senin, 31 Januari 2011

BUMI MAKIN PANAS / 1973



Maria yang semasa kecil penuh dengan kepahitan hidup karena telah membunuh ayahnya dan masuk penjara, setelah dewasa menjadi pelacur. Lukisan dunia pelacur ini realistis sekali. Maria kemudian berkenalan dengan Ari seorang pelukis yang kemudian mengenyampingkan tunangannya, Yanti. Karena kemarahannya tanpa sengaja Yanti telah menabrak Ari hingga menemui ajalnya.

P.T. TIDAR JAYA FILM

SUZANNA
DICKY SUPRAPTO
SOFIA WD
MENZANO
AEDY MOWARD
TINA MELINDA
FARIDA FEISOL
HAMIDY T. DJAMIL





NEWS 
22 September 1973
Ali makin panas, ya ?
NAMA  Ali Shahab adalah jaminan untuk cerita-cerita panas macam yang  dipertontonkan dalam film sumi Makin Panas itu. Memulai kariernya  sebagai penulis cerita-cerita hiburan yang berputar di sekitar tempat  tidur, Ali kemudian beranjak menjadi sutradara pemotretan gambar-gambar  strip yang mengisi beberapa majalah ibu kota. Ketrampilan tangannya  membukakan pintu baginya ke dunia film: dari seorang penata rias, tata  sandang hingga codirector, untuk akhirnya menjadi sutradara penuh. Maka  inilah Bumi Makin Panas, film pertama buah tangan sutradara muda itu  secara utuh, satu cerita, skenario sampai pelaksanaannya. Bagi mereka  yang menggemari cerita-cerita hiburan Ali Shahab, kisah yang dihidangkan  dalam film pertamanya itu bukan barang yang asing. Dan penggunaan media  film lmtuk berkisah itulah cuma yang baru bagi Ali, sedang materi  ceritanya adalah soal yang sejak lama ia gauli

Sebagai sutradara  itulah sebaiknya Shahab yang satu ini dipercakapkan, dan kesimpulan  perbincangan tentulah tidak mengecewakan. Lepas bahwa film Bumi Makin  Panas itu kabarnya mendapatkan sukses komersil yang luar biasa --  sebagai umumnya produksi PT Tidar Jaya Film -- hasil kerja sutradara  muda ini memang patut dipuji. Sekeliling. Tentu saja pujian-pujian ini  masih harus disimpan sebagian, sebab tidak jarang sutradara yang  berhasil ketika membuat debut, kemudian berantakan lantaran mabuk oleh  suksesnya sendiri. Ali Shahab tentu saja bisa mengalami nasib demikian,  namun yang kelihatannya bakal dialami oleh sutradara muda ini pada  film-film mendatangnya adalah sebuah keasyikan bersex yang tidak  dilandasi oleh hubungan wajar dengan kehidupan sekeliling.

Keadaan  demikian memang tidak selalu mudah untuk dihindari, terutama bagi mereka  yang pernah asyik bergelimang dengan cerita- cerita yang digemari orang  banyak. Dalam bentuknya sebagai novel, kepincangan-kepincangannya  memang tidak jelas, tapi serentak kisah-kisah demikian di filmkan,  kelihatan sekali bahwa ia tidak secara sewajarnya berkisah tentang  manusia. Bumi Makin Panas yang cerita dan skenarionya ditulis Ali Shahab  sendiri, merupakan contoh terbaik dari hal tersebut. Kebiasaannya  berasyik-asyik dengan bagian-bagian tubuh yang menggiurkan,  dialog-dialog terbuka yang memberi kepuasan bagi yang mengucapkan maupun  sebagian dari pendengarnya, kemudian menempatkan Ali Shahab pada suatu  posisi bagian-bagian lain cerita tentang manusia-manusia yang menarik  perhatiannya itu

Perhatian yang berlebih-lebihan pada sex itulah  yang mengakibatkan tokohtokoh Ali tidak utuh sebagai manusia. Kesan ini  mudah sekali dirasakan apabila film pertamanya itu ditonton dengan  seksama. Di situ konflik-konflik kemanusiaan tidak mendapat perhatian  yang wajar. Maria (Suzanna) yang keluar dari penjara -- setelah  bertahun-tahun berada di sana karena membunuh ayahnya sendiri ketika ia  masih kecil -- tidak terlalu beda dengan seorang pragawati yang keluar  dari Hotel Indonesia selepas sebuah pameran pakaian. Pertemuan kembali  Johan (Aedy Moward) dengan Maria di tempat pelacuran -- setelah tiga  bulan Johan mencari-cari Maria yang kelihatan dicintainya -- juga  dibiarkan berlalu begitu saja oleh sang sutradara. Kalau saja Ali Shahab  punya waktu merenungkan keutuhan tokoht okohnya, tidak terlalu banyak  yang ia harus perbuat untuk memperbaiki film pertamanya itu. Barangkali  beberapa close up, atau teknik kamera apa lagi yang lain, dan hal-hal  demikian tentulah bukan soal sulit bagi Ali Shahab yang terampil itu. 

Sanggar. Tapi barangkali memang terlalu berlebihan untuk meminta  soal-soal psikologis macam demikian kepada pengarang cerita hiburan  macam Ali Shahab. Dan dalam anggapan demikian itulah orang karus  menerima kehadiran tokoh pelukis Arie (Dicky Suprapto) yang hidup pada  sebuah sanggar yang bagus -- lengkap dengan telepon -- pada suatu pantai  yang indah. Dicintai oleh seorang gadis manis, keponakan Johan yang  banyak membantunya, Arie malah jatuh cinta pada pelacur setelah  membelanya pad suatu perkelahian di sebuah klab malam. Terang tokoh  macarn demikian cuma ada dalam karangan-karangan hiburan yang banyak  memenuhi majalah-majalah hiburan yang puluhan jumlahnya di ibu kota ini.  Tapi dengan amat bergembira, setiap orang harus mengakui bahwa sebagai  sutradara, Ali Shahab mempunyai kebolehan

Boleh kita tidak  senang dengan kisahnya, tapi sebagai sebuah film, Bumi Makin Panas  dikerjakan dengan rapi permainan, sudut pemotretan maupun pengarahan  artistik -- dan manis. Ada kemungkinan bahwa denan cerita dan skenario  yang ditulis orang lain, Ali Shahab bisa menghasilkan sebuah film  Indonesia yang sejak lama dirindukan.