Tampilkan postingan dengan label EDUART PESTA SIRAIT 1976-1992. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label EDUART PESTA SIRAIT 1976-1992. Tampilkan semua postingan

Selasa, 25 Januari 2011

EDUART P. SIRAIT / 1976-2001

EDUART P. SIRAIT



Nama : Edward Pesta Sirait
Lahir :Porsea, Tapanuli Utara,Sumatera Utara, 7 Agustus 1942
Pendidikan :SMA IX Bulungan Jakarta Selatan (1963),
Program Ekstensi Fakultas Hukum Universitas Indonesia(tidak tamat),
Akademi Teater Nasional Indonesia (1964-1970),
Akademi Seni Rupa Indonesia (1970-1971),
Kino Workshop LPKJ (1973).
Diklat Penulisan Skenario(1985),
Kursus penyuntingan video Yayasan Citra, Jakarta (1988)

Penghargaan :
Film Chicha (1976), meraih penghargaan film terbaik anak-anak di Kairo, Mesir

Anak ketujuh dari sembilan bersaudara pasangan Raja Hendrik Sirait dan Marta Br Situmorang ini lahir di Porsea, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 7 Agustus 1942. Setelah lulus di SMA IX Bulungan Jakarta Selatan (1963,) sempat berkuliah Program Ekstensi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, namun tidak ia selesaikan. Kemudian, ia memilih berkuliah di Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) (1964-1970). Pada 1970-1971, melanjutkan kuliah kembali di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI). Tahun 1973, mengikuti Kino Workshop LPKJ. Tahun 1985 mengikuti Diklat Penulisan Skenario dan 1988 mendalami kursus penyuntingan video di Yayasan Citra, Jakarta.

Sebelum terjun ke dunia film, Edward pernah bekerja sebagai Show Manager Miraca Skyclub Sarinah dan Ass. Stage Manager di TIM. Tahun 1966, terjun ke dunia film sebagai pembantu sutradara untuk film-film dokumenter. Pada tahun 1971-1974 menjadi assisten sutradara film cerita, tahun 1975 menjadi sutradara film iklan untuk Ariza Jaya film, baru pada tahun 1976 menjadi sutradara untuk film cerita layar lebar. Film pertama yang disutradarainya berjudul Chicha, film cerita tentang anak-anak yang berhasil meraih penghargaan sebagai film terbaik anak-anak di Kairo, Mesir.

Film tersebut selain digemari di dalam negeri juga menjadi buah bibir di luar negeri. “Mungkin ceritanya sangat menyentuh bagi para orangtua, sehingga diharapkan bisa menjadi contoh bagi anak-anak. Pokoknya ini film pertama saya yang begitu berkesan”,”ujarnya. Namanya semakin berkibar, Tidak heran, setelah film Chicha sukses banyak pihak yang meminta dirinya untuk menyutradarai film-film berikutnya.

Film-film yang pernah dibuatnya Setelah film Chicha (1976) antara lain : Duo Kribo (1978), Ira Maya Si Anak Tiri/ Cinderella (1979), Buah Terlarang (1979), Manis-Manis Sombong (1980), Gadis Penakluk (1981), dan masih banyak lagi, jika dihitung film yang sudah dibuatnya mencapai 16 judul. Mulai dari jenis film anak-anak, percintaan hingga film kolosal.
Melalui film yang di sutradarainya, sempat beberapa kali masuk menjadi nominasi di Festival Film Indonesia (FFI), antara lain lewat film Bukan Istri Pilihan,Bila Saatnya Tiba dan Gadis Penakluk yang juga mengantarkan aktris Ita Mustafa menjadi pemenang aktris Terbaik FFI 1982.

Sukses di film berlanjut ke sinetron dan iklan. Lewat tangan dinginnya itu lahirlah karya-karya sinetron berbobot, seperti, Hujan Akhir Tahun (1984), Segenggam Kejujuran (1987), Keluarga Cemara (1996), Misteri Gunung Merapi (2006), Ramayana (2006) dan lain-lain. Bila di total sinetron yang telah dibuat sudah mencapai ratusan, bahkan seribu episode lebih.

“Sejauh ini saya masih tetap ingin berkarya, saya juga siap jika diadu oleh para sineas yang muda-muda”,” ujarnya. Namun ada satu cita-citanya yang belum terwujud sampai sekarang yakni, membuat satu program tayangan mengenai pendidika. “Saya sudah mengajukan program saya ke pihak stasiun televisi, namun mereka menolak secara halus, banyak saja alasannya, katanya kurang inilah, kurang itulah. Padahal tayangan saya ini bagus untuk pendidikan anak-anak kita”,”tambahnya.

Sekalipun kecewa karena stasiun televisi menolak karyanya itu, tetapi ia masih berharap, suatu saat nanti, hasil karyanya itu bisa dipublikasikan untuk membawa perubahan terhadap tayangan sinetron ataupun film nasional. “Minimal bisa dilanjutkan oleh sineas-sineas muda kita yang peduli dengan masalah pendidikan”, kata pria yang pernah menjadi juri Festival Film Indonesia (FFI), di Bandung, Jawa Barat.

Sutradara yang sempat menyutradarai beberapa film dokumenter dan iklan produk komersial ini, menikah dengan Gottina Br Tambunan, di karuniai empat anak dan tujuh cucu.
 
TINGGAL SESAAT LAGI1986EDUART P. SIRAIT
Director
PESTA 1991 EDUART P. SIRAIT
Director
2 DARI 3 LAKI-LAKI 1989 EDUART P. SIRAIT
Director
JOSHUA OH JOSHUA 2001 EDUART P. SIRAIT
Director
BLOK M 1990 EDUART P. SIRAIT
Director
BUAH TERLARANG 1979 EDUART P. SIRAIT
Director
MANIS-MANIS SOMBONG 1980 EDUART P. SIRAIT
Director
BILA SAATNYA TIBA 1985 EDUART P. SIRAIT
Director
GADIS PENAKLUK 1980 EDUART P. SIRAIT
Director
DUO KRIBO 1977 EDUART P. SIRAIT
Director
HIDUNG BELANG KENA BATUNYA 1982 EDUART P. SIRAIT
Director
REMAJA KEDUA 1984 EDUART P. SIRAIT
Director
CHICHA 1976 EDUART P. SIRAIT
Director
IRA MAYA SI ANAK TIRI 1979 EDUART P. SIRAIT
Director
BUKAN ISTRI PILIHAN 1981 EDUART P. SIRAIT
Director
SANG GURU 1981 EDUART P. SIRAIT
Director

TINGGAL SESAAT LAGI / 1986

 
 
 
Ria (Ita Mustafa), putri tunggal keluarga Hilman (Roy Marten) dan mahasiswa jurusan elektronik, terjatuh dari eskalator. Pance (David Mirhad), calon dokter, yang menolongnya menemukan kelainan. Setelah berbagai anjuran, Ria akhirnya mau melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh. Diketahuilah bahwa ia mengidap kanker darah ganas. Ria berkeras agar orang tuanya tak diberitahu. Dia ingin memberikan anak sebagai pengganti dirinya untuk orang tuanya. Pance bersedia. Tapi, dengan demikian orang tuanya pun jadi tahu kondisi Ria. Kakek Ria (Frans Haryadi) mendorong pernikahan ini. Ria menghadapi kesengsaraan dan kematiannya dengan tabah. Anaknya lahir selamat, sementara dia sendiri meninggal.
  P.T. TOBALI INDAH FILM

MANIS-MANIS SOMBONG / 1980

MANIS-MANIS SOMBONG


OM PSP yang pegang peran. Semua tampil dengan gradasi perwatakan yang agak berbeda satu dengan yang lain, cuma dengan satu tujuan: menarik tawa penonton. Peran mereka, mahasiswa miskin yang karena nasib bisa main di klab malam. Rupanya nasib ini tidak baik, karena salah satu anggotanya pacaran dengan anak pemilik klab malam. Hal ini membuat komplotan musik itu agak goncang.

OM PSP (Orkes Moral Pancaran Sinar Petromaks) adalah kelompok musik yang menyanyikan lagu apa saja dengan lucu dan biasanya di-dangdut-kan. Maksudnya: mengajak kelas menengah pencemooh dangdut, tapi sekaligus juga menyindir para pedangdut.

P.T. BOLA DUNIA FILM

 

21 Desember 1985
Dua bintang, jim dan james
NAMA Bob Geldof, pemusik rock asal Inggris itu, sejak pekan lalu mencuat menjadi bintang pemberitaan pers di sini. Ia, melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia di London, Senin pekan lalu, menyampaikan protes keras karena rekaman konser kemanusiaannya untuk membantu korban kelaparan di Etiopia serta-merta dibajak dan diperdagangkan di Indonesia. Koresponden kami sempat mewawancarainya setelah Bob pulang dari KBRI di Inggris itu. Dalam nomor ini, kami menampilkan lagi kelanjutan protes Bob Geldof mengenai soal pembajakan, terutama rekaman eks luar negeri di Indonesia. Kami, sekali lagi, menugasi koresponden TEMPO di Inggris untuk mewawancarai Bob. Dengan senang hati, Bob, yang baru kembali dari luar kota London Sabtu siang lalu waktu di sana, bersedia menjawab sejumlah pertanyaan TEMPO, dan mengungkapkan ancamannya lebih lanjut bila protesnya tidak digubris. 

Di Jakarta, di samping bahan laporan yang dikumpulkan sejumlah wartawan, Laporan Utama ini ditulis oleh dua orang "bintang": James dan Jim. James R. Lapian, sebelum bergabung dengan kami sebagai reporter 1983, dikenal sebagai bintang layar putih dan panggung. Di dunia film, James pernah membintangi tujuh judul. Tiga di antaranya, ia memegang peran utama, yaitu dalam film Koboi Sutra Ungu, Orang-orang Sinting, dan Manis-manis Sombong. James, yang sejak enam bulan lalu bertugas sebagai staf operasional Koordinator Reportase, sebelumnya juga akrab dengan dunia musik. Bersama group-nya, Pancaran Sinar Petromaks (PSP), James dengan bass betotnya memang sering manggung. Paling tidak, dengan bekal kemampuan main musik sebagai pemain orgel gereja, ia memperkuat PSP sejak 1978 dan berhasil menyelesaikan rekaman, sedikitnya lima album. 

Lewat lagunya yang sempat beken, seperti My Bonnie atau Kidung, James dan kawan-kawannya dari PSP mengaku tidak pernah membajak. "Itu cuma bongkar pasang," kata James yang kini masih menunggu ujian akhir sarjana FISIP UI itu. Sedang Jim Supangkat, penulis bagian pertama Laporan Utama kali ini, adalah sarjana Seni Rupa ITB yang lulus 1975. Pertengahan tahun 1970-an ia memprakarsai pergelaran musik jazz. Ia berhasil mempertemukan banyak "suhu" jazz, seperti Jack Lesmana, Eddy Karamoy, Buby Chen, Maryono, Elfa Secoria, dan sederet orang mudanya di panggung ITB ketika itu. Sebelum bergabung dengan TEMPO, 1984, Jim lebih dikenal sebagai dedengkot gerakan seni rupa baru. Puluhan karya diciptakan, termasuk di antaranya Crucifix - disimpan di Museum Fatahillah Jakarta, dan bentuk salib lainnya seperti yang kini dipasang di dalam gereja Katolik Buah Batu Bandung. Di TEMPO, Jim - yang berjanggut lebat seperti dr. Gunawan Simon yang "diadili" itu - menjadi penanggung jawab rubrik Kesehatan, Selingan, dan Ilmu & Teknologi. Nama Jim, kebetulan, belakangan kelihatan banyak tampil di halaman majalah TEMPO, sebagai penulis. Sesekali ia menulis juga untuk arsitektur, seni, dan musik.

News /psp di-pelem

Film Perdana PSP adalah Manis-manis Sombong, yang konon menurut akang-akang ini film tersebut adalah film yang paling punya kesan mendalam dan bisa dibilang film paling sukses buat mereka. Pasalnya, film ini digarap dengan sangat hati-hati dan katanya juga, secara kekeluargaan setiap adegan akan diambil, semua pemain akan berkumpul untuk mendiskusikan terlebih dahulu mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan pengambilan adegan tersebut. Jade hasilnya optimal, katanya......duka para mahasiswa dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Diawali dengan menceritakan sekelompok mahasiswa yang kost2an di sebuah rumah sederhana. Pemiliknya seorang ibu anak satu yang nampaknya menyandang karakter Ibu kost yang Jutek, Bawel & Galak namun sebetulnya baek hati. Kelucuan terjadi di sepanjang film ini karena tingkah para mahasiswa endonen tersebut. Misalnya Rojali tukang ngegitar yang selalu mengganggu teman2nya, James yang selalu sibuk dg tumpukan buku, Andra dan Adit yang selalu mencoba curang bermain catur, Omen si juru masak yang uring2an karena beras ludes atau Monos yang gelagapan karena air ledeng dimatikan sewaktu mandi (tipikal banget lageee…)

Dan tentunya, sebagai anak muda, kisah percintaan mereka kerap diceritakan dalam film ini, yang telah diolah sedemikian dengan dialog2 yang mampu mengocok perut.

Pada sebuah adegan diceritakan juga dimana Rijali Cs tampil sebagai kelompok musik pada dies natalis UI yang berhasil mendapat sambutan yang sangat meriah.

Peruntungan memihak mereka, seseorang yang dikenal sebagai pencari bakat atau apapun itu namanya, menawarkan mereka bermain music di sebuah nite-club. Hingga kemudian mereka memperoleh segala fasilitas karena keberhasilan mereka, termasuk sebuah rumah tinggal yang berhak ditinggali atas kebaikan hati pemilik nite-club tersebut.

Beberapa adegan yang mewarnai kepindahan mereka dari tempat kost menuju rumah mewah tersebut sedikit dramatis, dengan diperlihatkan keberatanhati ibu kost untuk melepas mereka karena kedekatan mereka sebagai anak-anak dengan seorang ibu membuat susah hati ibu kost tersebut.

Tapi celakanya, mereka akhirnya menjadi lupa diri. Pengeluaran uang tanpa kontrol karena berfoya-foya (hnaaahhhh kan gak boleh tuuhhh ) dan asyik masyuk (jadul banget ya istilahnya) dengan para PSK di tempat mereka bekerja (hnnnaaahhh). James yang kebagian tukang ngitung pengeluaran marah-marah. Dan Rojali yang berkenalan dan kemudian menjalin hubungan dekat dengan putri boss nite-club tempat mereka bekerja, juga menjadi lupa diri dan melupakan pacar lamanya. Adegan-adegan perselisihan di antara mereka mengenai hal tersebut mewarnai film ini. Mahasiswa lain selain Rojali tidak menyetujui sikapnya, sehingga pada akhirnya gelagat itu dinilai merupakan gelagat yang sangat tidak baik baik kehidupan mereka selanjutnya.

Namun akhirnya mereka kembali ke tempat Kost semula yang dibumbui dengan sedikit perkelahian antara Monos dengan Rojali akibat salah paham
Ceritanya sederhana, yaa… seperti la-yaknya film2 anak-muda di era itu. Komedi musical yang saat itu berhasil menjadi box office, tidak kalah berkualitas dengan “ada Apa dengan Cinta” di era ini …. Huhehehehheheh .. ya gak ya gak???

 

LAGI-LAGI DANGDUT
Ada hal-hal yang dinilai menarik saat itu dalam film bercorak komedi musical ini, yaitu mengangkat musik dangdut lagi untuk menggelitik selera orang gedongan (halllaahhhh istilah jadul lageee).

Dikisahkan ttg keluarga Prakoso –orangtua Maya- semula sangat LN minded yang karena ulah para mahasiswa pemusik itu pelan-pelan sikap kultur tersebut cair. Keluarga Prakoso yang semula begitu menggemari Orkes Simfoni (dijejalkan oleh Didit-lelaki yang nge-gebet Maya), akhirnya malah lebih menyukai dangdut.. Kenyataannya, dibandingkan dengan film bertema serupa yang lain, film ini lebih dinamis dan memikat. Tidak ada potret mahasiswa endonen secara formal. Didorong oleh semangfat praktis, film ini terasa segar. Gambar, dialog dan musik yang digarap oleh Bang Rizali (PSP) menumbuhkan kesan kerjsama yang apik. Meskipun di lain pihak, film ini juga menyia-nyiakan kesempatan untuk menggambarkan tokoh-tokohnya secara menyeluruh, tanpa latar belakang, sehingga terkesan seolah hanya cuplikan dari kejadian.

Sekalipun demikian, olok-olok segar menjadi dominan disini.. seperti layaknya kalo you guys ikutan ngumpul bareng PSP-ers… olok-olok dan julukan-julukan aneh emang dah jadi makanan sehari-hari mereka ……Contohnya , Ketika Didit ditanya oelh Nyonya Prakoso, “Nak Didit katanya tadi page ke Singapore?” .. Trus dijawab Didit, “Iya Cuma sebentar, jemput mami cabut gigi…”
“Oh, tentunya banyak dong oleh-olehnya?”…
“Gak tante, Cuma sedikit, 2 koper” (Haallllllaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh)

Dan, tak kalah pentingnya, ada kritik juga di film ini. James diperlihatkan jadi sibuk memberi kuliah teman2nya yang mendadak repot sewaktu menghadapi ujian, keteteran dan tanpa persiapan. Atau pada waktu ujian ketika Monos, Omen, Aditya d an Dindin tertangkap basah cheating …..Dengan judul Manis-Manis Sombong, sebenenrnya film ini juga lebih bercerita tentang Maya, si Manis (jembatan Ancol ???) yang agak sombong. Cuma masalahnya, ko yang jadi tokoh Sentral malah PSP ya? .... Itu dia makanya kenapa saya nanya … “Kenapa seh Judulnya mesti Manis-Manis Sombong?”

HIDUNG BELANG KENA BATUNYA / 1982

HIDUNG BELANG KENA BATUNYA


Sebuah perkelahian pelajar membuat dua pria setengah baya kagum pada Aryanti (Lia Waroka), yang dengan bagus menyelesaikan masalah. Yang pertama adalah Jiwo (Bambang Hermanto), orang tua murid dan pengusaha besar. Yang kedua Don Sabdo (Boedi SR), seniman dan pemilik warung di depan sekolah itu. Dengan kedudukan dan kekayaannya Jiwo menyumbang sebuah perangkat drum band untuk sekolah agar perkelahian tak terulang. Ia ingin agar Aryanti menjadi pemimpin, sekaligus diterima kerja di kantornya, karena gadis yang lahir dari ayah tak dikenal ini, ingin menunjukkan tanggung jawab. Don Sabdo yang banyak kenal kata bijak terlibat cinta platonik, tapi cepat sadar. Apalagi istrinya mengetahuinya. Jiwo yang tampak dermawan bermaksud menggagahinya, dengan mengajak Aryanti seminar di Ciloto. Maksud ini urung berkat bantuan seorang wartawan yang tahu maksud Jiwo. Aryanti jadi sadar akan realitas kehidupan. Sebuah naskah komedi bernas yang sayangnya diterjemahkan terlalu harafiah dan bergaya banyolan.

P.T. SANGGAR FILM

LIA WAROKA
BOEDI SR
TATIEK SUWARNO
BAMBANG HERMANTO
AZWAR AN
DRIGO TOBING
IDA KUSUMAH
USBANDA
OTONG LENON

SANG GURU / 1981

SANG GURU

 
Pemain pelawak Bagio.S yang akrab dengan komedinya dan mempunyai group Bagio CS bersama Darto Helm, Diran, dan Sol Saleh. Tiba-tiba mengejutkan bermain di film Sang Guru ini. Tidak ada kelucuan sama sekali dalam Bagio S, tetapi malah keharuan yang didapatkan dari guru yang sangat jujur ini. Hampir sama dengan film Si Mamad yang seorang pegawai negeri. Tetapi Bagio S bisa memainkan dengan baik.


 
 
 
 

Novel "Topaz Sang Guru". Novel itu sendiri merupakan adaptasi dari "Topaze" karya Marcel Pagnol dari Prancis.

Topaz, guru yang miskin tapi sangat jujur dan lurus. Muridnya sangat terpesona bila dia mengajar budi pekerti, kejujuran yang selalu ditekankan. Bentrokan tak tertahankan karena kepala sekolahnya, Mursalin (Maruli Sitompul)menganggap pendidikan sebagai jual-beli. Topaz dipecat, ketika seorang orangtua murid memprotes rapor anaknya yang semuanya merah, sementara Mursalin menginginkan angka itu diperbaiki. Salah satu murid les privat Topas adalah anak Inge Rosa(Rahayu Effendi),wanita peliharaan Kunto (Bambang Hermanto),pengusaha yang hidup dari kongkalikong dengan pejabat pemerintah. Topaz bekerja di perusahaan Kunto Inge. Setelah setahun bekerja, Topaz berhasil mengatahui seluruh seluk beluk permainan, dan berusaha menjadi pengusaha dengan jalan yang lebih baik. Ketika konflik terjadi dengan Kunto, Topas sudah siap sampai ke pengadilan, sehingga Kunto tidak bisa berbuat apa-apa. Inge sendiri merasa hancur, tapi Topaz membutuhkannya karena rasa cintanya terhadap Inge. Tiba-tiba di pelataran perusahaan, murid-muridnya datang menyanyikan lagu.

 P.T. SANGGAR FILM

S. BAGIO
MARULI SITOMPUL
RAHAYU EFFENDI
BAMBANG HERMANTO
ULLY ARTHA
IDA KUSUMAH
DODDY SUKMA
DARTO HELM
LINA BUDIARTI
ESTHER SUMAMPOW
FAKHRI AMRULLAH
LENNY MARFIANI

 

News
Peran guru dalam Sang Guru sengaja dipercayakan kepada S. Bagio karena nama pelawak itu sudah merupakan jaminan bagi penonton. Sang Guru misalnya, dalam penokohan cenderung karikatural, tapi ceritanya melontarkan isu yang amat realistis: pencarian integritas dan kejujuran yang, seperti sering dikatakan, sulit ditemukan dalam tata-nilai masyarakat yang sedang berubah. Dari materi cerita mestinya bisa lahir sebuah film drama, tapi sutradara Edward Sirait berangkat dari konsepsi berbeda -- yang terbukti kurang pas untuk pengarahan akting auupun cerita. SANG GURU Pemain: S. Bagio. Maruli Sitompul, Rahayu Effendi, Bambang Hermanto, Skenario: Parakitri, Sutradara: Edward Pesta Sirait Seorang guru yang lugu bernama Topaz (S. Bagio) tampil sebagai pahlawan kejujuran. Ia gagal berhadapan dengan kepala sekolah, nyonya penggede dan pejabat tinggi. Kebetulan sekali ketiganya bermental korup. Terus terang ini sebuah pilihan tema yang berani, apalagi dialognya melabrak ke sana-ke mari -- dengan konsekuensi tidak lolos sensur. Terlepas dari penokohannya yang karikatural, plus gaya akting Maruli dan Rahayu Effendi yang menurut konsep sutradara harus distilisasikan hingga terlihat teatral, film ini menumbuhkan optimisme di lubuk penonton. Diam-diam kita berkata, "Harapan itu ada. Badan Sensortoh masih peka." Satu hal lain yang tidak kurang'penting ialah bagaimana film ini memberi porsi terbesar untuk dialog. Dalam hal ini permainan Bagio (dan Bambang Hermanto) telah menyelamatkannya. Memang, Bagio layak dipilih sebagai pemain utama pria terbaik tahun ini.

IRA MAYA SI ANAK TIRI /1979

 
 
Ira (Ira Maya Sopha), putri duda penerbang Pendi (Fadly), sering kesepian karena pekerjaan ayahnya. Hal ini berubah ketika Pendi berjumpa dengan istri kawannya yang sudah janda, Melani (Tuti Kirana). Setelah lewat beberapa waktu, Pendi dan Melani akhirnya menjadi suami istri. Masalah baru timbul. Anak anak melani tak suka pada Ira. Konflik anak anak ini diselesaikan lewat sebuah sandiwara yang ikut diperani oleh Ira.
 
Ira Maya Sopha dan Dina Mariana adalah penyanyi kanak-kanak yang sedang populer.

CHICHA / 1976

CHICHA


Chicha (Chicha Koeswoyo adalah penyanyi cilik yang terkenal saat itu anak dari Koeswoyo) terpaksa diambil oleh ayahnya dari rumah neneknya, karena yang terakhir ini meninggal. Ia dititipkan di sana, karena ayahnya sibuk bermusik. Di Jakarta, di sekolah barunya, ia duduk sebangku dengan Yanto, raja bandel di kelas. Berbagai ulah Yanto tentu jadi bagian film. Chicha sendiri bersahabat dengan anak lumpuh. Ibu Yanto, yang kehilangan anak pertamanya, melihat Chicha sebagai penggantinya. Saat sang ibu itu melahirkan, Chichalah yang menghibur hingga Yanto disadarkan dari kenakalannya

Chicha penyanyi cilik yang melesat dengan lagu "Helly", yang juga ada dalam film ini di samping sembilan lagu lain.

MELEPAS pengaruh film-film India dalam hampir tiap film nasional yang menokohkan artis penyanyi tenor, nampaknya jarang sekali dilakukan oleh cineast film kita. Ciri-ciri dari film india : tokoh cerita yang penyanyi tadi beradegan sedih, menangis, gembira dls selalu mesti bernyanyi dan bernyanyi lagi Hampir tiap adegannya dijejali dengan nyanyian HADIRNYA penyanyi Chicha Koeswoyo dalam film pertamanya yang bertitel "Chicha", semula banyak ditaksirkan sebagai film drama musikal yang sesak dengan puluhan lagu-lagu top-nya! Namun Edward Pesta Sirait yang mendalangi film ini, ternyata berhasil menyeruak kejemuan! Ia seakan mau menyelamatkan film "Chicha" dari pengaruh India. Dan memang berhasil!

 

 
Chicha Koeswoyo adalah penyanyi cilik yang beken dan hebat dalam berakting. Gayanya yang bebas, cirinya yang khas, suaranya yang melengking tinggi, kemampuannya untuk mencerna suatu maksud, rasanya penyanyi sebaya Chicha ataupun yang lebih dulu lagi, tidak ada seujung kuku keistimewaannya jika dibanding dengan Chicha Koeswojo ini. 

Dalam film yang sederhana ini terkandung maksud untuk memberikan gambaran mendidik terhadap anak2. Jiwa anak2 harus diberikan jalan dan arahan untuk dapat berbuat baik terhadap sesamanya.

Kali ini Nyoo Han Siang benar-benar jadi produser. Sebagai bankir yang besar sekali perhatiannya pada dunia film, melahirkan sebuah laboratorium berwarna pertama. Dia benar-benar memikirkan proses sebuah film. itulah "chica". Sebagai laboratorium pertama, interstudio belum siap sepenuhnya. itulah sebabnya film chicha masih di cetak di tokyo.

BUKAN ISTRI PILIHAN / 1981

BUKAN ISTRI PILIHAN


Ratih (Ita Mustafa) adalah wanita desa yang lugu dan jujur. Ia menikah dengan Hartomo (Adi Kurdi) yang menganggap bukan istri pilihannya, karena perkawinan itu terjadi atas permintaan ibu Hartomo. Dalam suasana demikian, Hartomo pergi ke Jakarta mencari hidup baru sambil menjauhi Ratih. Ratih sendiri bersama mertuanya (Dhalia) menyusul ke Jakarta. 
 
Di Jakarta Hartomo berpetualangan dengan beberapa wanita yang ia sukai sampai saat ia siap mengawini calon istri pilihannya sendiri. Ratih melalukan pencarian diri dan ia menjadi dewi yang bijak dan menjalin hubungan baik dengan Mulyono (Mangara Siahaan) yang begitu tulus mencintainya. Ratih bertemu Hartomo di sebuah rumah sempit diperkampungan Jakarta. Ratih harus memutuskan antara menerima kembali Hartomo atau menerima Mulyono. Dengan alasan yang cerdas, ratih memilih Hartomo.
 P.T. BOLA DUNIA FILM

ITA MUSTAFA
ADI KURDI
DHALIA
MANGARA SIAHAAN
RAHAYU EFFENDI
MARIANCE MANTOUW
EVA ARNAZ
WATY SIREGAR
DEWI B. ASTUTI
MENZANO
BOEDI SR
WILDAN DJA'FAR

BUAH TERLARANG / 1979

BUAH TERLARANG


Satria(Rano Karno)dan Rani(Yessi Gusman)adalah dua siswa SMA yang telah melakukan hubungan terlarang. Yang menjadi penghalang hubungan merka adalah ayah Rani. Ia kaya raya, otoriter dan terlalu menjaga gengsi, apalagi dalam menghadapi Satria, seorang anak janda miskin. Karena Rani sudah hamil, dengan terpaksa ia mengijinkan putri tunggalnya menikah dengan Satria yang menghamilinya. Pernikahan itu tanpa pesta dan dengan perjanjian bahwa mereka tak boleh tinggal serumah dan setelah bayinya lahir, mereka harus bercerai. Namun akhirnya keadaan berubah,Rani dan Satria dapat kembali bersatu.
 P.T. GARUDA FILM
 

2 DARI 3 LAKI-LAKI / 1989

 

Sebuah seminar megenai Pria dan Kesetiaan yang membahas hasil angket majalah Matra bahwa dua dari tiga lelaki menyeleweng jadi pembicaraan dimana-mana. Doddy (Deddy Mizwar), suami setia, jadi korban. Dia dicurigai sekretaris kantor yang memujanya. Juga istrinya sendiri, Atik (Nurul Arifin), karena waktu dinas ke luar kota, Atik melihat tingkah kawan-kawan lakinya. 

Bahkan curiga ada: Doddy yang harus menemani direkturnya yang sedang berunding untuk bekerjasama dengan pihak Jepang, mengharuskannya lembur. Apalagi dia harus mencari perempuan bagi tamunya. Dan dalam sebuah acara makan bersama Doddy dipotret mesra dengan Neni (Baby Zelvia). Usaha penjelasan Doddy, selalu ditolak Atik, bahkan sampai ke tempat germo Neni. Doddy sempat dipukuli pengawal rumah bordil itu. Kesempatan ini dugunakan Doddy. Ia seperti terkena penganiayaan berat. Maka percayalah Neni, apalagi setelah ia ke rumah direkturnya dan menjumpai Neni yang hendak dinikahi oleh direktur tadi.
 P.T. RAVIMAN FILM

NURUL ARIFIN
DEDDY MIZWAR
REMY SYLADO
FIRDHA RAZAK
ANNA TAIRAS
BABY ZELVIA
RIMA MELATI
ULLY ARTHA
SOERIP
ROBBY SUTARA
SUTOPO HS
JAMES LAPIAN

DUO KRIBO / 1990

DUO KRIBO

 

Film ini dibintangi antara lain oleh Ucok Harahap dan Achmad Albar.Film ini mengisahkan persaingan dua rocker yang mengadu nasib di Jakarta. Achmad Albar kembali ke Indonesia setelah lulus dengan cum laude dari sebuah konservatori di Eropa, dan kemudian bermain musik rock. Sementara Ucok berasal dari kampung berhasrat menjadi penyanyi rock di Jakarta. Mereka berdua bersaing mengadu nasib di Jakarta untuk menggapai impiannya sebagai penyanyi tenar dengan mobil mewah. Meskipun demikian, akhirnya mereka bergabung dalam sebuah pertunjukan besar.

Difilm ini dibuat setelah Ambisi diputar yang bercerita tentang lagu-lagu pop yang hits melalui Bing Slamet penyiar radio, disutradarai Nyaa Abbas 1973, salah satu bentuk film musikal yang beda lagi muncul di musik Rock, film Duo Kribo ini 1977. Dan seterusnya muncul Dangdut dengn Rhoma Irama hingga ke film-film anak-anak seperti Ira Maya Sofa dan Kakek Ateng. Hampir membanjiri film musikal saat itu.

Duo Kribo adalah grup musik yang beranggotakan Ahmad Albar dan Ucok Harahap (vokalis AKA Band) yang tenar pada akhir tahun 1970-an. Pemberian nama grup ini menunjuk pada penampilan kedua penyanyi yang sama-sama berambut kribo. Selain itu duo ini pernah membuat film dengan nama yang sama dengan nama duo ini melalui film Duo Kribo pada tahun 1977.

Kolaborasi ini muncul ketika AKA dengan vokalis Ucok Harahap pecah dan Achmad Albar dengan God Bless mulai sepi order. Duet ini memang sangat berhasil apalagi album-album Duo Kribo meledak di pasaran sampai terjual 100.000 kaset. Selain itu duo ini pernah membuat film dengan nama yang sama dengan nama duo ini melalui film Duo Kribo pada tahun 1977. Kesuksesan Duo Kribo tidak hanya di Indonesia akan tetapi merambah ke Malaysia dan Singapura.

 
 
NEWS DUO
Sensasi Achmad Albar-Ucok Harahap dalam Duo Kribo oleh Agustino / KPMI


Era tahun 1970-an banyak sekali bermunculan grup-grup rock top tanah air, antara lain AKA, Rollies, Giant Step, Freedom of Rhapsodia, Barong's Band, SAS, Super Kid, dan God Bless. Band-band tersebut memiliki performa yang begitu spektakuler dan menggebrak panggung rock nusantara.

Namun sayang penjualan dari album-album grup tersebut kurang begitu bagus, kecuali God Bless, lewat album Huma di Atas Bukit (1975). Namun, ketika pentas rock nasional mulai dirundung paceklik dan grup-grup rock tersebut mulai sepi order, tiba-tiba dunia permusikkan nasional terutama rock dihebohkan dengan hadirnya duet maut antara Achmad Albar (God Bless) dengan Ucok Harahap (AKA). Mereka berdua bersekutu dalam Duo Kribo di tahun 1977.

Kolaborasi ini tentu saja menyita perhatian dari para fans keduanya serta para pecinta musik rock tanah air. Karena pada kenyataannya kedua rocker itu saling bersaingan apalagi mereka sama-sama mengusung musik cadas. Namun bagi produser mereka tidak memandang dari sisi itu, akan tetapi mereka melihat persamaan fisik yaitu sama-sama berambut kribo yang memang pada waktu itu menjadi tren bagi kawula muda.

Penasaran pecinta rock Kolaborasi ini muncul ketika AKA alias Apotik Kali Asin pimpinan Ucok pecah dan Achmad dengan God Bless-nya mulai sepi order manggung. Duet ini memang sangat berhasil apalagi album-album Duo Kribo meledak di pasaran sampai terjual 100.000 kaset. Angka tersebut di era 1970-an sudah sangat fenomenal bagi ukuran musik rock yang memang waktu itu pasar jenis musik ini sangat kecil.

Keberhasilan album-album mereka didasarkan pada rasa penasaran para pecinta musik rock. Mereka ingin tahu seperti apa sih kalau duo superstar bersatu dalam satu album rekaman. Koki musik dari album-album Duo Kribo ditangani oleh gitaris God Bless, Ian Antono, yang dibayar Rp 300 ribu - untuk satu album. Duo Kribo memiliki 4 buah album yang semuanya meraih sukses besar. Album pertama bertajuk Duo Kribo Volume 1 (Irama Tara, 1977) terdiri dari 8 lagu yaitu 'Monalisa', 'Neraka Jahanam', 'Rahmat dan Cinta', 'Cukong Tua', 'Discotique', 'Wadam', 'Kenangan' dan 'Kami Datang'.

Album tersebut menghasilkan hits legendaris seperti 'Neraka Jahanam', 'Rahmat dan Cinta', dan 'Monalisa'. Lagu 'Neraka Jaahanam' kemudian dipopulerkan kembali oleh penyanyi rock, Pungki Deaz, di era 1980-an yang termuat dalam Album 20 karya arranger, Ian Antono, (Musica Studio, 1999) serta oleh grup rock top saat ini, Boomerang dalam album Segitiga (Logiss Record, 1998). Sementara itu, lagu 'Cukong Tua' dinyanyikan kembali oleh mantan penyanyi rock grup Dara Puspita, Titiek Hamzah, dalam album Tragedi (Jackson Record, 1982).

Sukses album pertama membuat Duo Kribo merilis Volume II (Irama Tara, 1978). Album ini terdiri dari 9 lagu, yaitu 'Pelacur Tua', 'Hidup Sederhana', 'Penari Jalang', 'Pacaran', 'Menunggu', 'Tertipu Lagi', 'Rumah Hantu', 'Fajar Menikam', dan Hujan. Ian Antono dalam album kedua ini mengajak sesama rekannya di God Bless, Yockie Suryoprayogo, untuk mempermanis lagu-lagu slow lewat sentuhan jarinya pada piranti keyboard.

Album kedua ini melahirkan hits legendaris seperti 'Penari Jalang' dan 'Pelacur Tua'. Lagu 'Fajar Menikam' dan 'Hujan' kembali dinyanyikan oleh Grace Simon dalam album Grace Simon 1979 (Musica Studio, 1979). Lagu 'Hujan' dan 'Tertipu Lagi' juga didaurulang oleh Achmad Albar, Nicky Astria, dan Ian Antono, dalam bentuk akustik yang tertuang dalam album Jangan Ada Luka (HP Record, 1996).

Pada tahun 2004, grup top era ini, GIGI, juga mendaur-ulang lagu 'Tertipu Lagi' yang tertuang dalam album Tribute To Ian Antono (Sony Music Indonesia, 2004). Album kedua Duo Kribo ini sempat menimbulkan kontroversi dalam spot iklan di TVRI terutama lagu 'Penari Jalang' dan 'Pelacur Tua'. Duo Kribo kembali meluncurkan Volume III Special Edition (Irama Tara, 1978) yang menghadirkan 8 lagu baru di side A. Yaitu 'Terkekang', 'Indahnya Cinta', 'Selamat Tidur Raja', 'Rayuan Harta, 'Penjual Jamu', 'Pantai Sunyi', 'Kenyataan', dan 'Nenek Antri Permen'. Di side B terdapat 8 lagu lama yaitu 'Tertipu Lagi', 'Pelacur Tua', 'Fajar Menikam', 'Penari Jalang', 'Monalisa', 'Neraka Jahanam', 'Rahmat & Cinta', dan 'Discotique'.

 
 

Film Duo Kribo
Sukses dengan 3 album membuat mereka dilirik oleh Perusahaan Film Intercine untuk membuat film Duo Kribo yang dirilis tahun 1978 dan disutradarai oleh Edward Sirait yang menampilkan Achmad Albar, Ucok Harahap, Grace Simon, dan Eva Arnaz. Film ini mengisahkan tentang dua saudara kembar yaitu Albar dan Ucok. Keduanya sama-sama berkecimpung dalam dunia musik.

Ucok yang diasuh dan dibesarkan di Medan merupakan penyanyi lagu-lagu melankolis sementara Albar yang dibesarkan di Jakarta dan sempat belajar serta bermain musik di Eropa adalah penyanyi lagu-lagu berirama cadas dan kembali ke Indonesia menebar ancaman bagi Ucok. Mereka akhirnya bertemu dan sama-sama memiliki banyak penggemar yang kemudian diduetkan oleh cukong musik di Indonesia.

Ketika film tersebut dikerjakan, mereka bersama Ian Antono juga membuat album keempat bertajuk Dunia Panggung Sandiwara (Musica, 1978). Album tersebut terdiri dari 11 lagu, yaitu 'Aku Harus Jadi Superstar', 'Duo Kribo', 'Uang', 'Panggung Sandiwara', 'Kenangan Elvis', 'Sang Cinta, 'Mencarter Roket', 'Ibu', 'Semut', 'Superstar', dan 'Anak Muda' (menampilkan Grace Simon) plus 2 buah instrumen yaitu insrumentalia 'Di Pantai Bina Ria' dan 'Air Port Halim'.

Album ini menghasilkan hits legendaris dan sangat terkenal sampai ke dataran ASEAN. Lagu tersebut adalah 'Dunia Panggung Sandiwara' yang liriknya ditulis oleh penyair tersohor Indonesia, Taufik Ismail. Lagu ini dijadikan sebagai salah satu master piece milik 'dewa gitar ASEAN', julukan bagi Ian Antono. God Bless sering membawakan lagu tersebut di setiap kali pementasan mereka.

Lagu tersebut juga pernah dipopulerkan kembali oleh Grace Simon, Nicky Astria, (alm) Nike Ardilla, Ramli Syarif (rocker Singapura), dan Sheila On 7. Lirik yang ditulis oleh Taufik Ismail begitu sederhana, tapi maknanya sangat dalam dan mampu diberikan sentuhan musik yang sangat indah oleh Ian Antono.

Rambah ke negara jiran
Keberhasilan album-album Duo Kribo tidak hanya di Indonesia akan tetapi merambah ke Malaysia dan Singapura. Album mereka sukses, karena musik Duo Kribo memang lebih simpel dan mudah dicerna apalagi lirik yang sebagian besar ditulis oleh Achmad Albar sangat pas untuk kawula muda era 70-an. Lagu-lagu Duo Kribo dianggap sebagai model lagu rock Indonesia. Namun sayang dari 4 album yang diluncurkan tidak ada kolaborasi yang istimewa. Vokal lebih banyak diisi oleh Achmad Albar (God Bless) sedangkan Ucok hanya menyesuaikan saja apalagi waktu itu Ucok harus bolak-balik Jakarta-Surabaya.

Proyek Duo Kribo hanya sebatas pada unsur persamaan fisik yaitu kedua-duanya sama-sama berambut kribo. Apabila mereka diduetkan secara serius oleh sang produser mungkin hasilnya akan lebih dahsyat. Sementara Achmad Albar, Ucok Harahap, dan Ian Antono, nampaknya juga terbentur masalah waktu. Seharusnya mereka tidak harus berpikir jauhnya jarak antara Jakarta - Surabaya. Memang betul apa yang pernah diutarakan oleh Achmad Albar bahwa suksesnya album-album Duo Kribo karena para fans Ucok 'AKA' Harahap dan Achmad Albar di samping faktor musik yang mudah dicerna.

Dominannya vokal Iyek (panggilan akrab Achmad Albar) memang menonjol sekali, namun tetap mampu membuat Duo Kribo berkibar di era 70-an. Proyek Duo Kribo mampu menggodok uang banyak, karena lebih komersil dan lebih diterima oleh para pecinta musik tanah air ketimbang album God Bless, AKA atau The Rollies.

Hal ini diakui oleh Albar dari God Bless dan Ucok dari AKA. Tahun 2001, duet ini sempat nongol lagi mengisi acara di salah satu stasiun televisi swasta bahkan pernah menyatakan akan rekaman lagi. Namun sayang itu semua hanya khayalan karena Iyek lebih mengutamakan God Bless ketimbang Duo Kribo.

Diskografi Duo Kribo 1977 : Duo Kribo Vol 1 (Irama Tara)
1978 : Duo Kribo Vol 2 (Irama Tara)
1978 : Duo Kribo Vol 3 (Irama Tara)
1978 : Panggung Sandiwara (Musica)


News For Film35mm.
Pemutaran film produksi 1978 yang skenarionya ditulis Remy Sylado itu untuk merayakan ditemukannya kembali kopi film tersebut dalam format 35 milimeter di Inter Studio, Jakarta.

Sejak diputar di sejumlah bisokop di seluruh Indonesia sekitar 32 tahun silam, master film itu kemudian menghilang begitu saja, tanpa ada kejelasan musababnya. Sekitar tiga bulan lalu, saat Ucok AKA Harahap sakit keras, tim dari Kineforum mencoba menelusuri kembali keberadaan film klasik tersebut. Beruntung, saat ditemukan, sekitar 80 persen kondisi film itu masih cukup baik, masih bisa diputar.

Boleh dibilang Duo Kribo arahan sutradara Eduard Pesta Sirait merupakan film musikal terbaik yang pernah diproduksi sineas Indonesia. Film legendaris tersebut menjadi bagian penting dalam sejarah musik rock di Tanah Air.

Kita tahu, Duo Kribo sendiri adalah proyek kolaborasi musikal sukses antara vokalis grup rock God Bless, Ahmad Albar, dan vokalis grup AKA, Ucok Harahap, pada 1977. Duo itu telah merilis sekitar empat album dan rata-rata albumnya meledak di pasar. Bahkan popularitas mereka merambah hingga ke Singapura dan Malaysia. Ucok AKA meninggal pada Desember 2009.

Setelah Duo Kribo, sejumlah sineas kita mencoba mengikuti jejak membuat film musikal atau film yang mengambil tema musik. Tahun lalu, misalnya, Garin Nugroho merilis film Generasi Biru, yang berkisah tentang band Slank. Sebelumnya, ada pula sineas yang mencoba membumbui filmnya dengan musik, seperti Punk in Love, Realita Cinta dan Rock n Roll, dan Garasi.

Sebagai film musikal, Generasi Biru boleh dibilang cukup berhasil. Film yang dibintangi para personel grup rock Slank itu mengidentitaskan musik sebagai bentuk perlawanan. Dalam film itu, lewat lagu-lagu yang dibawakannya, Slank mengkritik pemerintah yang korup dan menyuarakan antikemapanan terhadap norma sosial yang membelenggu.

Dalam film Punk in Love, musik lebih tergambar sebagai identitas komunitas. Misalnya, dalam adegan ketika anak-anak punk terpaksa mengamen di lampu merah dengan membawakan lagu-lagu dangdut. Ada ironi yang disodorkan, komunitas punk yang biasanya mengusung musik rock metal terpaksa mendendangkan dangdut demi sesuap nasi.

Ya, bila dibandingkan dengan Duo Kribo, substansi cerita sejumlah film musikal yang hadir belakangan cukup jauh berbeda. Duo Kribo benar-benar berhasil menyuguhkan realitas yang mewarnai kondisi musik di Tanah Air, khususnya rock, lengkap dengan segala macam konflik yang masih relevan hingga sekarang.

Misalnya, adegan ketika Ucok AKA akan mengikat kontrak dengan sebuah label rekaman. Di situ digambarkan bagaimana berkuasanya seorang bos rekaman. Atau, adegan ketika penabuh drum band Ahmad Albar yang hengkang dan pindah ke grup Ucok karena perbedaan pandangan. Konflik seperti itu masih banyak ditemui pada band sekarang.

Film Duo Kribo diakui sejumlah kritikus sebagai tolok ukur perjalanan musik rock di Indonesia. Lewat musik rock yang diusungnya, film tersebut menggambarkan kondisi realitas industri musik di Tanah Air yang masih acap ditemui hingga kini.

PESTA / 1991

PESTA


Sejumlah remaja bertemu dalam pesta ulang tahun Wendy (Paramitha Rusady), putri seorang konglomerat. Sejak pesta itu, Wendy dekat dengan Jefry (Ari Wibowo) yang baru pindah ke Jakarta dari Sukabumi bersama adiknya, Nia (Dessy Ratnasari). Nia pun punya pasangan baru seorang pengusaha muda yang suka daun muda. Jefry dan Nia tak hanyut oleh pergaulan ibukota. Buktinya, Jefry menolak ajakan Wendy untuk berhubungan badan, meski akibatnya ia kehilangan gadis itu. Begitu juga Nia, ia berhasil menolak dan menggagalkan usaha pacar barunya yang hendak menidurinya.
P.T. BOLA DUNIA FILM

DEASY RATNASARI
ARI WIBOWO
GRANTINO LALOAN
CHRIS SALAM
PARAMITHA RUSADY
REMY SYLADO
JEFFRY WAWORUNTU
MINATI ATMANEGARA

BLOK M / 1990

BLOK M

Lola (Dessy Ratnasari) yang kesepian di rumah, membentuk geng bersama tiga kawan perempuannya. Kegiatan mereka adalah keluyuran ke sana ke mari di Blok M yang saat itu menjadi semacam miniatur Jakarta dengan segala eksesnya. Cindy (Paramitha Rusady) pelajar dari sekolah sama diam-diam telah menjadi “pereks”(perempuan eksperimen) amatir karena tekanan ekonomi keluarga. Ia hidup dengan ibunya yang sakit dan harus terus berobat dan kedua adiknya yang harus dibiayai. Tanpa sengaja Lola mengetahuinya, sehingga sempat membuat bentrok dengan Cindy. Akhirnya Lola menyadari kondisi Cindy dan mereka bersahabat. 

"KALAU disuruh pilih sekolah atau jadi artis, jelas saya pilih sekolah, dong," ini kata Desy Ratnasari, 16 tahun, pemeran Astuti dalam sinetron TVRI Jendela Rumah Kita. Namun, bukan berarti gadis berdarah Sunda-Kalimantan ini akan stop total dari film. Sebaliknya ia malah menggebu-gebu. Setelah sukses di film komedi Joe Turun ke Desa, Desy kebagian peran utama dalam film Glen Kemon Mudik yang kini sedang beredar di Jakarta. Pekan lalu, ketika ditemui wartawati TEMPO Ida Farida, Desy tampak capek. Maklum, ia baru saja pulang dari Jakarta. Ternyata, ia ikut membintangi film Blok M Bakal Lokasi Mejeng, sebuah film remaja. Lantas, kapan belajarnya? "Setiap syuting saya bawa buku, di saat break saya usahakan baca buku pelajaran," ujarnya. Tentang film dan pendidikan di masa depan, Desy punya komentar begini: "Bermain film ada batasnya. Kalau kita sudah tua, belum tentu terpakai. Tapi pendidikan tak ada habisnya sampai tua. Seorang profesor sampai tua bisa tetap aktif." Cita-cita pelajar kelas I SMA 3 Sukabumi ini adalah jadi dokter spesialisasi anak.