Tampilkan postingan dengan label INEM PELAYAN SEXY / 1976. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label INEM PELAYAN SEXY / 1976. Tampilkan semua postingan

Minggu, 06 Februari 2011

INEM PELAYAN SEXY / 1976

INEM PELAYAN SEXY


Film terlaris I di Jakarta, 1977, dengan 371.369 penonton, menurut data Perfin. yang banyak memancing ketawa adalah pemain A. Jalal, tubuh besar, tinggi, logat Maduranya berat dan mainnya lincah. Meskipun untuk pertamakalinya bermain film, ia bukan orang baru dalam dunia tontonan. Ia anggota kelompok lawak Surya Group yang muncul dengan kesengaran tetapi kemudian lebih banyak mengulangi sukses semula.

 
Abbas menulis cerita dan skenarionya. Abbas menyediakan dialoq yang berfungsi bagi Jalal, Bakat lawakannya, anak Suarabaya itu amat wajar dan boleh. Pelajaran yang terpenting dalam film ini adalah, untk membuat film komedi dengan atau tanpa pelawak cerita bisa dibuat berdasarkan kenyataan sehari-hari. Dari hidup sekeliling kita memang terlalu banyak hal yang punya potensi untuk bahan lelucon.

Cerita ini seputar peranan Babu di kota metropolitan. Diadegan awal film diperlihatkan betapa kacau keluarga Cokro (Aedy Moward) lantaran ditinggal babunya, masuk kerja terlambat, nyonya (Titik Puspa) tidak sempat ke salon (apalagi arisan) dan anak-anak terpaksa numpang mandi di rumah temannya. Setelah dapat babu yang kebetulan cantik persoalannya juga belum selesai. Sang tuan pun tertarik pada tubuh babu dan nyonya terpaksa kebagian terus ronda malam. Tetapi ketika nyata nahwa atasan tuan Cokro yang bernama tuan Bronto (A.Jalal) jatuh hati pada babu Inem (Doris Callebout), seorang pun yang berdaya tidak mengontrilnya.

Sebagai tukang ejek nomor 1, Abbas memang mempunyai pengamatan yang tajam. Dialoq ditulisnya dengan pas dan tepat. Tingkah laku babu, tuan dan nyonya serta anak-anak mereka digambarkan dengan baik. Bahkan pengetahuan Abbas mengenai sosiologi kabar angin pun patut dibanggakan. Perhatikan pada adegan ngonya-nyonya bersibuk membicarakan kabar perkawinan tuan Broto dengan babu Inem. Berita ini bersumber dari nyonya Cokro. Melewati sejumlah nyonya yang menyebarkan berita lewat telpon -kabar yang sama tiba kembali pada sumbernya. Cuma isi berita sudah berubah, sebab yang kini jadi korban adalah tuan Cokro. Bahkan dikabarkan bahwa nyonya Cokro minta cerai dari suaminya, tentu saja berabe.

Film ini memang untk bikin tertawa. Tapi Abbas ingin menyatakan sesuatu dalam filmnya. Sembari menyindir nyonya-nyonya kelas 1 yang sok dengan kepalsuan, lewat film ini Abbas ingin menyatakan, babu pun bila mendapat kesempatan, bahkan bisa sama seperti nyonya-nyonya kelas satu itu.

Setelah kawin dengan Jalal, Inem (tidak pakai ganti nama) tiba-tiba berbicara sama seperti nyona-nyonya yang dulu pernah diladeninya. Sangkin bersemangatnya Inem berpidato (mengenai rakyat yang menderita karena banjir, wabah penyakit dan sebagainya) dibagian akhir film kita terpaksa mencurigai Inem ini. Ternyata pidato itu diminta oleh Abbas sendiri. Ini memang ganjil dalam film, Inem yang hanya kelas 2, bagaimana bisa ia pidato tentang rakyat kecil? Ataukah ini mungkin dari lubuk hati Inem sebagai orang kecil juga dulunya, penderitaan itu ia rasakan juga, sehingga ia bisa pidato. Disaat tumpukan film komedi saat itu, film ini segar.




NEWSJAKARTA,  

INEM Ralis manis 
Sutradara Nyak Abbas Acup “lulusan” Perfini yang anak didik sineas Usmar Ismail (almarhum) itu kian berhasil dalam film berjenis komedi. Nyak Abbas Acup melalui film “Inem Pelayan Sexy” telah berhasil menggelitik perut masyarakat Ibukota dan sekitarnya dengan komedi segar yang sekaligus pahit. Memang dalam perkara “mengejek” peristiwa yang biasa dijumpai sehari-hari, bagi Nyak Abbas Acup nampaknya sudah mendarah daging. Ia begitu memanfaatkan “komedi manusia” yang terkadang menyakitkan bagi pihak yang tersentil. Dan hebatnya lagi dalam film “Inem Pelayan Sexy” yang cuma menghabiskan modal pembuatan sejumlah Rp.60 juta. Dalam masa peredaran yang baru beberapa minggu saja telah mengumpulkan uang sekitar Rp.100 juta, ini “tentu saja menambah rangsang kami untuk melanjutkan kisah Inem bagian ke duanya. Kami yakin Nyak Abbas Acup akan dapat mengeduk uang yang sama besarnya”, demikian Indrawan Hartanu pelaksana produksi dari Candi Dewi Film yang ditemui Buana SMF, di ruang kerjanya. Dan para pendukung-pendukungnya untuk film mendatang “Inem Pelayan Sexy” bagian ke 2 itu tetap seperti film pertamanya, hanya ditambah group “Surya” yang terdiri dari Herry Koko, Jalal, Suprapto Wibowo, dan Sunaryo. Start apnamenya diperkirakan pada 20 April dengan berlokasi di Jakarta dan sekitarnya.




14 Mei 1977
Pelayan sexy

"SIAPA bilang nama saya Doris Syarifah? Ini kan kerjanya Nya' Abbas Acub!". Pemegang peran dalam film Inem Pelayan Sexy nama sebenarnya adalah Doris Rita Callebaut. Ayahnya, Emil Callebaut (yang berbapak Belgia dan ibu Sumenep) karyawan film. Seperti pengakuan Emil Callebaut, Doris lahir di dalam studio Tan Eng Wong Bros Film di Jatinegara, Jakarta, 26 tahun lalu. "Waktu umurnya 3 bulan Doris malah sudah main film", kata Emil. Tahun 1952, dalam film Kesuma Hati diperlukan seorang bayi. "Biarpun sebetulnya saya tidak tega karena lampu film keras sekali", kata Emil lagi. "Dan rupanya kariernya memang di film. Yah, mau bilang apa?". Doris sendiri, setelah Inem Pelayan Sexy laris, menyatakan: "Main film itu enak". Dia mengaku untuk Inem, Doris mendapat honor satu juta rupiah.

Tiga buah film yang pernah diterjuninya: Embun Pagi Gembong Jakarta dan Marina. Tapi rupanya baru Inem Pelayan Sexy yang bisa mengorbitkan namanya. Juga sebuah rumah yang nyaman ("Ini rumah kontrakan, setahun lagi habis") dan sebuah mobil baru telah membuat kehidupan Doris dan kedua anaknya (Larasati, 4 tahun dan Nyo Nyo, 2 tahun) serta adik-adiknya, lebih enak. Kehidupan Doris penuh liku-liku dan rumit juga. Ibu Doris, seorang wanita berasal dari Ciamis dan bernama Wilhelmina, bercerai dengan suaminya, Emil. Umur Doris waktu itu 5 tahun. Menurut pengakuan Emil, Wilhelmina ada main dengan orang lain - dan ini mengakibatkan Doris dan adik-adiknya harus masuk asrama St. Vincentius, Jatinegara. Emil yang tidak punya rumah, sering tidur di studio Persari -- dan berkenalan dengan seorang penata rias dari Sala yang bernama Poniah. Menikahlah mereka.

Doris, selepas dari asrama dan unat SGTK Santa Maria, menikah dengan Supono. Kawin muda, dan sering bertengkar, mereka menghasilkan Larasati lantas bercerai. Dia menikah lagi dengan Panggabean dengan hasil Nyo Nyo. "Karena dia main serong, sayapun main serong", kata Doris yang memang suka blak-blakan. Lalu mereka pun bercerai pula. 

Hingga kini dia belum berniat menikah lagi. Janda kembang ini, ketika ditanya apakah kalau menikah lagi dia akan pilih pejaka atau duda, sambil berkelakar menjawab: "Mana ada perjaka di Jakarta. Kalau mau perjaka cari di desa. Tapi yang penting adanya kesesuaian". Berkulit halus, bertubuh yahud dengan tinggi badan 160 cm dan berat 50 kg, perempuan ini seperti dibayangi bintang terang kini. Candi film dengan produser Andi Suharto akan membuat cerita Inem Pelayan Sexy seri kedua dengan Doris tetap sebagai peran utama. Meskipun film seri kedua kerapkali lebih jelek dari seri pertama, tapi banyak yang memastikan untuk masa-masa mendatang bintang baru ini bisa dengan mudah mengalahkan bintang film seperti Yati Octavia. Doris memang dinilai lebih mantap. Siapa tahu ini berkat liku-liku hidupnya sendiri yang beragam. Sebelum main film, Doris pernah punya profesi yang agak kontradiktif. Pertama, sekeluarnya dari SGTK, Duris mengajar di Taman Kanak-kanak Polonia selama dua tahun. Rupanya ibu guru yang cantik ini tidak bisa bertahan karena gajinya kecil. Dia pindah kerja -- di sebuah klab malam, sebagai hostes. Tapi untuk semua itu Doris berkata: "Saya ingin membenamkan masa lalu saya". 

NEWS
SUMBER : , 24 Mei 1977
Omong-omong dengan sutradara “Inem” Nyak Abbas Akub:

Tidak mengira kalau mau jadi sutradara
Beribu atau juta orang yang sudah membaca huruf-huruf yang terangkai menjadi sebuah nama Nyak Abbas Akub. Berapa jumlah orang yang sudah mengenal orang yang empunya nama tersebut. Sampai-sampai pada suatu acara Cepat Tepat di TVRI beberapa waktu yang lalu nama Nyak Abbas Akub beserta karyanya “Inem Pelayan Sexy” dijadikan bahan pertanyaan. Berarti pada saat-saat ini nama-nama tersebut sedang menjadi pusat perhatian orang. Tetapi dari sekian banyak orang, berapa yang sudah mengenal siapa dan bagaimana Nyak Abbas Acup yang banyak disebut itu?


Dalam kesempatan bertemu dengan “Buana” di Wisma Seni Taman Ismail Marzuki, Nyak Abbas Akub mengatakan bahwa dia tinggal disini (Wisma Seni) karena memang di Jakarta dia tidak mempunyai tempat tinggal. Dikatakannya, semua keluarganya ada di kota Bandung. Maksudnya isterinya dan 5 orang anak-anaknya.


Sewaktu “Buana” datang, Nyak Abbas Akub sedang menghadapi beberapa orang yang ternyata adalah seorang wartawan dari salah satu media, dan yang lain adalah staf karyawan film “Karminem” yang sedang digarap Nyak Abbas. Sambil tiduran diatas ranjang bersusun dalam suatu kamar yang tidak besar yang dipenuhi dengan empat buah ranjang kayu bersusun, Nyak Abbas memberikan jawaban-jawaban atas pertanyaan wartawan itu kadang-kadang disela dengan perintah-perintahnya kepada karyawan/anak buahnya. “Buana” datang, baru dia beranjak dari tidurnya dan keluar menemui. Masih tetap menggunakan baju tidur kotak-kotak biru putih. Sedang wartawan beserta wartawan film yang tadi berada didalam kamar terus pergi. Perawakan kekar, dengan potongan tidak terlalu tinggi. Rambut agak keriting sampai kebelakang telinga. Pandangan mata tajam serta bibirnya agak mengatup.


Gambaran seorang laki-laki yang keras dan ulet. Membaca atau mendengar namanya disebut, asosiasi orang pasti mengira bahwa Nyak Abbas Acub berasal dari pulau perca Sumatera. Perkiraan ini tidak seratus presen benar. Walau ada benarnya bahwa ayahnya adalah orang dari ujung Sumatera yaitu Aceh, namun ibunya orang Jawa. Sedangkan Nyak Abbas sendiri menyatakan bahwa dia merasa sebagai Arek Malang tulen kota dimana dia dilahirkan, dibesarkan, dibina dan dididik sampai dia lulus SMA. Barulah dia pindah ke Jakarta melanjutkan di Fakultas hukum U.I.


Menceritakan kisahnya sampai dia “kesasar” jadi orang film atau sutradara, dalangnya film “Inem Pelayan Sexy” ini mengatakan bahwa dulunya dia cuma iseng-iseng atau mencari tambahan uang pembayar kuliah. Ketika ada iklan di Koran, dia mencoba melamar bersama sekian ratus orang. Yang pasang iklan adalah Pak Usmar Ismail almarhum. Ternyata setelah melalui testing dia bersama 8 orang lainnya diterima di Perfini. Akhirnya yang sembilan orang itu tinggal 4 orang yaitu dia sendiri, MD Alief, Suwardjono dan Nur Alam. Oleh almarhum H. Usmar Ismail mereka dididik sebagai asissten sutradara. Rencana yang tadinya hanya bertujuan


untuk mencari tambahan uang pembayar kuliah, berobah sama sekali setelah merasakan enaknya bekerja dibidang perfilman. Dan ternyata pula yang sampai sekarang aktif dan berhasil sebagai sutradara hanya dia sendiri dari ke empat orang yang dididik almarhum Usmar.


Menjawab pertanyaan kenapa pada umumnya film yang di sutradarainya adalah jenis komedi, yaitu “Heboh” yang dibuat tahun 1954. “Lalu kenapa sampai sekarang tetap menyukai jenis itu?” tanya “Buana”. “Mungkin itu karena sikap. Biar begini, saya ini orangnya senang guyon. Segala sesuatu saya hadapi dengan tertawa. Yah…pokoknya orang Malang deh”. 

Perasaan saya sering tergerak menyaksikan peri kehidupan babu 

? TERBAYANG, BAGAIMANA HARUS MENYEBUT ...... INGGIH NDORO ..... DIJAMAN SEKARANG INI ? PARA BROKER LEBIH PINTAR PILIH JUDUL HINGGA SUKSES 

Tentang film “Inem Pelayan Sexy” sutradara yang wajahnya mirip-mirip aktor WD Mochtar mengatakan bahwa sebenarnya cerita yang terkandung hanyalan khayalannya belaka. Tidak terjadi benar-benar.


“Perasaan saya sering tergerak menyaksikan peri kehidupan orang-orang mempunyai profesi sebagai babu atau pelayan. Saya sering membayangkan bagaimana perasaan mereka ketika harus menyebut inggih ndoro…inggih ndoro di zaman seperti sekarang ini. Juga sering tergerak hati saya, apabila pelayan dirumah saya sendiri harus membuatkan dan menghidangkan kopi untuk tamu-tamu saya pada tengah malam. Itulah yang menggerakkan saya agar membuat ceritera tentang mereka. Tetapi bukan dramatisnya yang saya tonjolkan melalui komedi, saya ingin menyampaikan pesan bahwa orang-orang seperti mereka juga berhak untuk mencintai 
dan dicintai”.


Nyak Abbas Acub menceritakan betapa terharunya dia tatkala film tersebut diputar dirumah Pak Domo (Kaskopkamtip), ada seorang Jenderal yang mengatakan : “Saya salut, bahwa anda masih mengingat orang kecil”. Tentang judul “Inem Pelayan Sexy” sendiri, sutradara yang kalau bicara agak grotal-gratul (tidak lancar), ini mengaku bahwa itu adalah bukan gagasannya. “Kalau judul cerita saya yang asli adalah ‘Kisah Inem Seorang Babu’. Kemudian dirubah menjadi ‘Babu Sexy’. Judul ini tidak diijinkan oleh Deppen. Dan atas permintaan para broker dirubah menjadi ‘Inem Pelayan sexy’. Dalam hati kecil saya, saya kurang setuju karena ada embel-embel Sexy-nya itu. Ternyata judul tersebut membantu suksesnya film itu. Jadi terbukti bahwa para broker lebih pinter dalam memilih judul yang komersiil daripada kita pembuatnya. Contoh lain yang pernah saya alami, judul ‘Tiga Buronan’ yang dibintangi almarhum Bing Slamet, judul asli yang saya berikan adalah ‘Tugas Di Daerah’. Dan film tersebut juga bagus peredarannya.”


Menurut keterangan sutradara yang sudah menggarap film lk. 35 judul ini, membuat film komedi itu susah. Seringkali ide yang keluar dari para pemain sendiri, walaupun pemainnya adalah para pelawak, tidak pernah pas dengan kemauan sutradara. Masih ada yang kurang atau kadang-kadang malah lebih atau over. Sebab yang dikehendaki adalah bukan badut membadut. “Dan akhirnya saya merasa bahwa ada satu kekuatan yang menuntun kita diluar kekuatan kita. Untuk itulah sebagai rasa terimakasih, saya tidak pernah melupakan sembahyang dan puasa tiap hari Senin dan Kamis”.


“Bagaimana prosesnya, sehingga Doris-lah yang terpilih sebagai pemeran Inem” tanya “Buana”. “Pertama, soalnya kami sudah terdesak waktu. Pertamakali saya melihat dia (Doris), tidak ada rasa tertarik sedikitpun. Sebab apa? Sebab yang saya hadapi lagi-lagi orang yang masih keturunan orang asing atau Indo. Sedangkan yang saya harapkan adalah type Indonesia dengan segala keasliannya. Tetapi setelah melalui beberapa test, baru timbul sedikit keyakinan bahwa dia bisa dan mampu melakukan adegan yang saya kehendaki nanti. Yang paling saya senangi pada dirinya adalah disiplin”. “Saya dengar anda akan membuat Inem ke II. Kapan mulai?”. 

saya sering tergerak menyaksikan peri kehidupan babu 

? MEMBUAT FILM SAMA DENGAN PUNYA ANAK, KITA HARUS TETAP MENYAYANGI SEMUA 

“Inilah yang menjadi problem bagi saya. Problem ini saya dasarkan pada pengalaman yang ada bahwa pengulangan atas cerita atau judul, pada umumnya tidak akan sukses. Misalnya ada judul Godfather, disini Ateng Godfather. Ada Tiga Dara menyusul Asmara Dara.


Saya sendiri jadinya kurang yakin. Sebab disini nama saya lagi yang dipertaruhkan. Sedangkan dari para broker, uang sudah sebagian masuk ketangan producer. Pelan2 dulu deh, sambil saya menyelesaikan cerita yang lain dulu”. “Sebagai sutradara yang menangani Inem Pelayan Sexy, kemudian anda menyaksikan dilayar, apakah anda juga melihat kekurangan? Terutama pada permintaan artisan?” “Kalau soal kekurangan atau kesalahan …. Yah kita manusia mas. Tidak ada yang sempurna. Untuk para pemain, sebenarnya saya melihat JALAL agak over. Tetapi itu menurut saya yang membuat. Menurut penonton, justru ke-over-an itulah yang membuat mereka tertawa. Jadi serba susah kan?” 

“Apakah anda bisa menerangkan, apa kunci suksesnya peredaran film ini?” 
“Justru pertanyaan ini akan saya kembalikan kepada anda. Melalui suratkabar anda, anda bisa bertanya kepada masyakarat ramai, apa yang telah menarik mereka untuk meluangkan waktu menonton film saya. 

Sebab, kemarin disini juga terjadi sedikit perdebatan tentang apa penyebab suksesnya Inem Pelayan Sexy. Sekian banyak seniman mempunyai pandangan yang ber—beda2 pula. Ada yang mengatakan karena judulnya, ada yang bilang pemainnya, Jalal dan Doris, ada yang tertarik karena omongan orang lain, dan ada pula yang mengatakan karena sutradaranya adalah saya. Saya kira demikian juga dengan masyarakat umum, masing2 mempunyai pendapat sendiri2.” “Tetapi kenapa producernya sendiri justru kurang yakin akan berhasilnya film ini? Sehingga film ini di fletkan sedemikian murah, padahal kita bisa mengira2 berapa jumlah pemasukan yang ada.” “Soalnya producer ini masih terbilang baru. Jadi masih punya sifat ragu2, walau saya sendiri sudah mendorongnya. Yah…., mungkin sudah hokkienya sebegitu. Tetapi untuk luar Jakarta dan luar Jawa ditangani sendiri. Dan itu dilakukannya jauh sebelum 
beredar di Jakarta”. “Satu soal lagi. Dari sekian puluh film yang anda paling, film apa saja yang anda sukai?” 

“Begini mas. Menurut pendapat saya membuat film itu sama dengan punya anak, yang satu nakal, yang lain kolokan. Yang lain lagi pendiam. Tetapi sebagai orangtua, kita tetap menyayangi atau menyenangi semuanya. Begitu juga film. 

Sedangkan proses pembuatannya hampir sama juga dengan orang yang melahirkan. Ada yang gampang tetapi ada juga yang susah. Membuat film juga begitu. Ada yang cepat kalau producernya cepat uangnya. Yang lambat ya……kalau producernya pelit.” 
“O.K. terimakasih atas keterangan2nya.” 
“Sama2 dan tolong sampaikan bahwa saya masih butuh kritik yang lain. Sebab kritik yang pernah dilontarkan kepada saya dan karya saya, tidaklah seperti kritik yang saya harapkan”. 

“Buana” meninggalkan Wisma Seni, Nya’ Abbas Acup menuju kamar mandi, dengan janji sorenya ketemu di rumah Titiek Puspa untuk mengambil photo. “Kenapa dirumah Titiek Puspa?” 
“Ya….ini kan hari Kamis. Saya mau berbuka puasa disana” jawab Nya’ Abas (Kend).