Tampilkan postingan dengan label J. CABIN JOE/CHAIRIL BIN YUSUF 1956-1974. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label J. CABIN JOE/CHAIRIL BIN YUSUF 1956-1974. Tampilkan semua postingan

Jumat, 04 Februari 2011

J. CABIN JOE/Chairil bin Yusuf 1956-1974

 

Beberapa menyebutkan J.Cabin Joe adalah Chairil bin Yusuf juga, orang sama dengan nama dua. Ada juga data yang menyebutkan dalam ke dua filmnya ini J.Cabin Joe sutradaranya dan Chairil bin Yusuf Penata Photography film itu.

Ia bertempat tinggal di Hong Kong, dan pernah tinggal di Indonesia dan kembali lagi ke Hong Kong. Saat ia di Indonesia, ia membuat film yang menggambarkan tentang Indonesia saat itu. Yang paling heboh adalah film Paul Sontoloyo ini.

Dari data base asing film J.Cabin Joe, Paul Sontoloyo dan Sri Kustina ini dalam daftar film Indonesia. Secara data sutradaranya masuk dalam data negara Indonesia. Walaupun ia bertempat tinggal di Hongkong atau warganegara Hongkong. Saat itu banyak sutradara dan pemain dari asing. Sedangkan untuk data base Indonesia, Cabin adalah Chairil bin Yusuf, dimana dia adalah orang yang sama. Apakah Cabin dan Chairil orang yang berbeda, tetapi memakai nama Indonesia saja? Tidak tahu.

Lahir di Jakarta. Pendidikan : Uniy. Che-tse Shanghai, kursus lanjutan di jurusan Sinema -Uniy. Kalifornia Selatan. Sampai pendudukan Jepang, Joe menjadi Polisi, kemudian guru dansa yang populer dalam tahun 1950-an di Jakarta, dengan nama Joe Atjai Cabin Joe memulai karirnya dalam film di Hongkong, ketika dia menjadi Pembantu Sutradara untuk beberapa film cerita, sembari merangkap sebagai Editor dan Pemain. Ketika kuliah di Amerika, dia menyutradarai beberapa film dokumenter dan pendidikan. Salah satu diantaranya "Too Young To Say" (1954) di bintangi Spencer Tracy. Dalam pada itu ia juga menjadi Pemain Pembantu dalam beberapa film Hollywood, antara lain "Soldier of Fortune" (1955), bersama Clark Gable, "Love is a Many Splendored Thing" ('55) bersama William Hol- Setelah kembali ke Indonesia, is memproduksi dan menyutradarai "Sri Kustinah" (1956) sekaligus menulis skenarionya. Sehabis itu, Joe lebih banyak mengurus perusahaan produksi dan distribusi filmnya di Hongkong. Tahun 1960 ia mengadakan kerja sama dengan Cathay - Keris Film Studio Singapura untuk memproduksi dan menyutradarai "Pak Pandir Modern". Untuk film komedi ini ia juga menjadi Penulis Skenario dan Koreografernya. Semenjak film itu, ia teken kontrak sebagai Sutradara, Penulis Skenario dan Penasehat Tekhnis bagi Cathay - Keris Film Studio. Untuk beberapa film jenis seri James Bond, Joe juga pernah menjadi Pembantu Sutradara dan Juru Kamera Unit. Kedua sambil merangkap jadi Pemain, diantaranya "Five Golden Dragons", "Young Wolve" dan "Gipsy". Sekarang Cabin masih tetap memimpin perusahaannya di Hongkong, setelah menyutradarai "Paul Sontoloyo" (1974) Joe kembali membuat film di Indonesia dalam tahun 1968, yakni "Djakarta, Hongkong, Macao", bekerja sama dengan Turino Djunaedi yang menyutradarainya, lalu menjadi Supervisor untuk "Lampu Merah" (1971).

PAUL SONTOLOYO1974J. CABIN JOE
Director
SRI KUSTINA1956J. CABIN JOE
Director

SRI KUSTINA / 1956



Sri Kustina (Mimi Mariani) adalah biduan populer di suatu klab malam. Ia dinikahi Hasan (Sukarno M. Noor), yang ternyata penjudi dan pemabuk. Kebiasaan ini tetap ada meski telah punya dua anak, Didi dan Aminah (Henny Temple). Karena kecerobohan Hasan, Didi meninggal tertabrak mobil. Sri lalu cerai dari Hasan dan kembali bekerja di klab malam. Hasan sering muncul untuk memeras dengan ancaman. Sri mengadukan hal ini pada temannya, Rusli (Zainal Abidin). Hasan makin nekad. Ia menculik Aminah dan membunuh Sri. Polisi berhasil membebaskan Aminah, sedang Hasan tewas tertabrak truk ketika dikejar Rusli.

PAUL SONTOLOYO / 1974

PAUL SONTOLOYO


Paul (Kris Biantoro) merepotkan orangtuanya karena sikap kekanak-kanakannya yang tak kunjung berakhir. Atas nasehat dukun, ia dikawinkan. Belum memecahkan masalah. Lalu diserahkan ke kiai untuk belajar sembahyang dan mengaji. Perubahan terjadi. Paul lalu pergi ke kota dan jumpa dengan Hamid (A.Hamid Arief). Sesuai bakatnya ia lalu bekerja di klab malam jadi MC. Disini ia harus berhadapan dengan komplotan penjahat yang ingin memeras orang-orang kaya. Karena tak bisa menghindari ancaman, Paul mula-mula mau kerja sama, tapi lalu berhasil melarikan diri. Paul sadar kehidupan kota besar tak cocok. Ia pulang ke desa.
P.T. BERLAIMAN JAYA FILM CORP.

KRIS BIANTORO
A. HAMID ARIEF
RATMI B-29
ASTAMAN
AMINAH BANOWATI
WOLLY SUTINAH
M. YUSUF
BISSU

Film ini sangat istimewa dari sudut pandang komedi/lelucon saat itu yang dimana film lelucon saat itu masih menampilkan lelucon khas Johny Walker dari India. Orang lempar muka kena orang lain, jatuh ke kolam, atau lawakan panggung, babu dan jongos, atau lawakan yang menampilkan lelucon fisik Ratmi yang gemuk, Ateng yang pendek dan sebaginya. Dan seterusnya nanti disusul munculnya Nyaa Abbas dengn komedia non fisik tetapi imajinasi penonton.

Tetapi dalam film Paul Sontoloyo ini cukup unik, dibintangi Krisbiantoro. Skenarionya masih menggunakan "bahasa Keng Po" yang ditulis oleh J.Cabin Joe atau Chairil bin Yusuf. Tetapi saya curiga sutradaranya memang orang Hongkong ini dilihat dari skenario yang diatulis memakai bahasa Keng Po. Sedangkan penata Photographynya mungkin orang lokal yang bernama Chairil bin Yusuf , bahkan dalam data Indonesia Chairil ini menulis skenarionya juga atau cuma translate saja.

Tetapi yang ada dalam film ini adalah penggambaran ia tentang Indonesia dan orang-orangnya yang masih bodoh, masih percaya sama dukun, suka buang air besar di kali, percaya pada gunung-gunung suci, menyembah kambing, yang penting menggambarkan Indonesia dengan seenaknya saja. Hal ini sangat berbeda dengan penggambaran Belanda yang membuat film tentang Indonesia walaupun apa yang digambarkan dalam Indonesia itu nyata tetapi jadi bahan tertawaan juga di Belanda, walaupun saat membuat film tidak ada niat untuk mentertawakan, tetapi penontonlah yang mentertawakan. Sedangkan Cabin yang hanya sebagai turis yang melihat Indonesia dan tinggal beberapa tahun, menggambarkan dengan kekonyolannya. Cabin tentu memiliki dasar ide ini sebelum membuat filmnya sehingga dia memasang film ini sebagai film komedi, dia sadar betul akan hal ini. Tetapi ketika ini di putar di Indonesia, rakyat Indonesia serasa melihat dirinya yang dipermalukan. Hal ini pernah terjadi pada film tahun 1930'an Nyo main pelem, atau Indonesie Malaysie.

Walaupun banyak juga penonton yang tertawa, mereka bukan mentertawakan diri mereka, tapi adegan itu memang lucu, tanpa mereka sadari itu adalah perbuatan mereka sehari-hari juga.

Krisbiantoro juga berang terhadap skenario ini....contohnya..
Life music: Musik perkawinan
Paul terkejut melihat naga menyemburkan air, naga sedang menyembur air dari hidungnya (gajah, red).
Paul merasa geli melihat naga itu, dari geli menjadi histeris sampai ingin kencing, ia berbalik ke belakang (away camera) buka celana dan kencing saja.
Kencingnya (Paul) menyembur serperti naga.
Kencingnya (Paul) menyiram muka si penggotong Paul. Nampaknya muka si penggotong itu jadi lucu, karena asin dan bau kencing Paul.

Krisbiantoro menyatakan ia harus kencing dua kali untuk adegan itu. Dan yang lainnya harus mengencingi Ratmi Bomber, karena Krisbiantoro protes, maka adegan mengencingi Ratmi dibatalkan.

Ini komedi yang menampilkan buaday setempat, sama halnya kalau kita melihat budaya asing lainnya, dan dijadikan komedi, maka akn menjadi bahan tertawaan juga. Budaya modern dan kuno masih terus dijadikan komedi saat itu. Termasuk juga Tarzan yang ke kota, orang desa yang ke kota, atau orang miskin yang mendadak kaya.