Tampilkan postingan dengan label NELSON WONG (WONG BERSAUDARA). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label NELSON WONG (WONG BERSAUDARA). Tampilkan semua postingan

Jumat, 28 Januari 2011

SI PITOENG / 1931 & RAMPOK PREANGER / 1929

SI PITOENG & RAMPOK PREANGER

Film ini ditujukan untuk penonton pribumi, mengarah pada film Amerika untuk penonton kelas bawah juga. Pemilihan cerita si Pitoeng ini cerita tentang jagoan yang populer dikalangan pribumi dan cina. Pendekatannya ala film bandit Amerika. Cerita-cerita baru lainnya dikutip sana-sini. Rapok preanger diadaptasi dari film Amerika yang amat banyak penontonnya. Setelah pulang menonton dari alun-alun mereka menggarap cerita tersebut sampai malam selesai. Gagasan pertama dilontarkan Joshua Wong, film yang dibuat sesudah si Tjonat ini penuh dengan perkelahian yang seru, seperti diatas mobil yang sedang meluncur menuruni daerah lembah. Halimoen film selalu sangat berhati-hati dalam memilih pemain, dan ini penting kedudukan bintang dibandingkan perusahan lain. Untuk film action, Rampok Preanger dan Si Pitung digunakan pemain Ining Resmini. Disamping berani terlibat dalam adegan-adegan perkelahian yang mengerikan, Ining juga penyanyi keroncong terkenal di radio NIROM Bandung danm sudah dipiring hitamkan di Singapore. Kalau ia rekaman di Singapura ia sering diundang oleh putra-putra sultan di Semenanjung Malaka.

Film Rampok Preanmger 1929 tidak begitu komersial karena pemilik modal berikutnya lebih tertarik membuat film komedi.



SI PITOENG 1931

Tokoh jawara Betawi asli yang amat populer terutama lewat pentas lenong. Jagoan Rawabelong ini dipercaya bisa "menghilang", karena hampir selalu lolos dari kejaran polisi Belanda. Ia juga dianggap seperti Robin Hood: merampok orang kaya dan membagikan hasilnya untuk orang miskin.
 HALIMOEN FILM

HERMAN SIM
INING RESMINI
ZORRO


RAMPOK PREANGER 1929

Ining Resmini (1909-1978) adalah penyanyi keroncong yang populer di Bandung.

HALIMOEN FILM

INING RESMINI
MS FERRY

NELSON WONG 1928-1929

NELSON WONG


Ia adalah kakak tertua dari Wong Bersaudara, Joshua dan Othniel, setalah ia sakit-sakitan ia tidak aktif lagi, tetapi diteruskan oleh adik-adiknya. Oleh karena itu tertulis film yang dikerjakan Joshua dan Onthniel.

Ia imigran dari Shanghai ke Jawa, lahir 1895. Pada tahun 1927 ia bekerja sebagai kasir di perkumpulan sandiwara Miss Riboet Orion pimpinan Tio Tek Djin. Saat itu sandiwara ini lagi jayanya, hingga saat m,ereka main di Bali, Nelson membuat rekaman film mengenai penari dan sebagainya. Ia menggunakan kamera filmnya yang sederhana, model kuno dengan kotak kayu yang diputar. Tio Tek Djin terperangah melihat anak buahnya yang kasir itu bisa membuat film.

Tadinya ia adalah produser film di Shanghai, karena perusahaannya bangkrut karena saingan dengan film Amerika, ia cari makan ke Jawa. Lalu Tio Tek Djin memutuskan untuk melangkah ke dalam pembuatan film cerita. Nelson setuju, asalkan Tio Tek Djin mau mendatangkan peralatannya dari Shanghai serta juga memboyong keluarganya yang ada di Shanghai ke Jawa, termasuk 2 adiknya, Joshua dan Othniel. Dan hal ini di setujui, Tio mengeluarkan uang banyak untuk itu, dan juga membeli bangunan bekas pabrik tepung tapioka daerah bojong loa Bandung. Untuk tempat tinggal wong dan juga studio.

Kelompok sandiwara ini selalu ramai, sehingga Tio memiliki dana yang kuat. Ia memiliki pengalaman dalam sandiwara dan juga memiliki sejumlah tokoh dalam sandiwaranya seperti Miss Riboet. Ternyata waktu diadakan tes kamera terhadap Miss Riboet wajahnya tidak tampak baik di kamera (camera face), sehingga hubungan mereka bubar dan Nelson mencari patner baru. Yaitu David Wong (bukan saudara dalam wong).

Meski bikin film tidak jadi Tapi niat Tio untuk memperkenalkan bisnis, pembuatan film ini untuk kalangan cina sukup disalutkan banyak orang atas keberaniannya, suatu bisnis modern, yang menuntut kreatifitas dan kecanggihan tehnologi.

 





LILY VAN JAVA 1928 NELSON WONG
Director Of Photography Director
RAMPOK PREANGER 1929 NELSON WONG
Director Of Photography Director
SI TJONAT 1929 NELSON WONG
Director

LILY VAN JAVA / 1928

LILY VAN JAVA


Lily Van Java ceritanya tentang seorang anak gadis keluarga kaya yang dijodohkan dengan seorang pemuda, padahal sudah memiliki kekasih.

Naskahnya sudah di periksa film commise (badan sensor) sehingga tidak ada banyak potongan gambar nantinya. Pemainnya adalah 2 kakak-beradik dari surabaya. Lie Lian Hwa, dan Lie bo Tan. Operator film (juru kamera dan sutradara) ialah Len H.Roos orang Amerika yang sedang berada di Java untuk membuat film tentang Java, produksi Metro Goldwyn. Roos akan pulang ke Amerika pada Juli 1928, kemudian kembali dan menangani produksi perusahaan Cina ini.


Pada bulan Juli sudah dilakukan shooting test kamera. set kamar yang dibangun di outdoor dibilangan Mangga Besar. Setelah Roos balik lagi tidak ada kabar lagi film ini diteruskan, entah apa masalahnya.

Lalu film ini dilanjutkan oleh Nelson dan saudaranya wong Brothers. dengan perusahaan Halimoen Film. Cerita film ini sederhana, yang banyak mendapat perhatian adalah adegan permainan tenis, permainan golongan atas waktu itu. Dan juga pemainnya yang bisa main silat, karena di beritakan mereka berasal dari keluarga Macan Betawi dan juga mafia saat itu, sehingga bisa bermain silat. Walaupun akhirnya menjadi bahan gosipan, tetapi film ini terus digemari selama bertahun-tahun sampai filmnya rusak. Film ini juga menadpat perhatian yang cukup besar sekali karena sekain menggunakan teks Melayu,dan Cina. Menurt wong film ini tidak untung karena itu David Wong sang penyandang dana mengundurkan diri, bisnis film sangat beresiko tinggi.

Film ini mutu tehnisnya amat rendah bila dibandingkan dengan film Hollywood, tetapi saih saja ditonton orang walaupun gambarnya buram. Hal ini berkaitan dengan bisa merabanya selera dari segmen penonton yang mereka pilih. Ada 3 pengelompokan penonton, Cina, Pribumi, Eropa/Belanda. Jadi film Lily Van Java disebut sebagai film Tiongha pertama buatan Java.
  SOUTH SEA FILM CO.

LIE LIAN HOA
LIE BOUW TAN
KWEE TIANG AN
YAH KWEE PANG

SI TJONAT / 1929

SI TJONAT


Dibuat Batavia motion Picture awal 1929, produser Yo Eng Sek yang sebelumnya membuat film untuk orang pribumi Nyai Dasima dengan hasil yang menggembirakan, dan kali ini untuk penonton orang cina Tjonat adalah bandit priobumi yang jatuh cinta pada gadis Cina, Lie Gouw Nio dan membawanya kabur. Kemudian si Tjonat bisa dikalahkan oleh Thio Sing Sang, yaitu kekasih Lie Gouw Nio.Nakal sejak kecil, si Tjonat (Lie A Tjip) melarikan diri ke Batavia (Jakarta) setelah membunuh temannya. Di kota ini ia menjadi jongos seorang Belanda, tapi kerjanya menggerogoti harta nyai tuan itu. Kemudian ia jadi perampok dan jatuh cinta pada Lie Gouw Nio (Ku Fung May). Karena menolak, Tjonat berusaha membawa lari Gouw Nio. Usaha jahat itu dicegah oleh Thio Sing Sang (Herman Sim) yang gagah perkasa.

Karangan F.D.J.Pangemanan ini pernah menjadi bacaan populer kalangan cina. Namun Orang pribumi juga suka karena Avontur tokoh kepala rampok ini mengasyikan. Selain membawa kabur gadis cina, Tjonat juga pernah menggaet Nyai (istri Piaraan) Belanda. Tapi pembuatan film ini lebih menekankan sektor cinanya. Semua pemain pentingnya dipegang oleh Cina. Dari pihak pers ada yang tidak suka dengan film adegan pembunuhan, tentang wanita yang diperas cara halus dan sekarang tentang kepala rampok. Tapi Kwee Tek Hoay yang biasanya galak kali ini membela. Karena agar kongsi film bisa hidup dulu. Ia juga mencatat film ini cukup terang, sebagian pemainnya cukup bagus serta atoerannja lumajan joega. Sim Pek Hok alias Herman Sim, yang pernah main film di Tiongkok, di sini berperan sebagai Thio Sing Sang telah memperlihatkan kepandaiannya dalam cara berkelahinya. Ia tidak kalah dari jago-jago dalam film Cowboy Amerika. Permainan Kung Fu May sebagai Lie Gouw Nio yang diculik si Tjonat, tidak bisa di cela. Kesalahan yang namapak tidak seberapa, justru sebaliknya terdapat bagian-bagian yang lucu dan menyenangkan. Oleh karena itu penonton terutama kelas murah bersorak-sorak tiada hentinya.

Bisu. Sebetulnya cerita ini fiktif, tapi oleh pengarangnya dikatakan "betoel soeda kadjadian di djaman doeloe". Ceritanya pertama kali dimuat secara bersambung di surat kabar "Perniagaan" tahun 1903. Film ini dibuat dalam dua seri.
BATAVIA MOTION PICTURE

HERMAN SIM
KU FUNG MAY
LIE A TJIP

NEWS

Ketika di tahun 1903, suratkabar Perniagaan [Kabar Perniagaan, 1903-1930], yang dahulu diterbitkan sebagai suratkabar khusus iklan, pimpinan F. D. J. Pangemanann— pada masa itu berisi berita-berita melayu yang paling berharga dan digemari oleh pembaca, tiada lain adalah cerita-cerita populer terjadi di masyarakat. Mengikuti kemauan pembaca di waktu itu, F. D. J. Pangemanann memuat di Perniagaan beberapa cerita yang direkayasa dari Djawa Koe’on, dan di antara cerita-cerita itu, yang paling terkenal adalah cerita "Si Tjonat", pemimpin penyamun di daerah Tangerang.

Cerita ini sebetulnya cuma suatu karangan yang dilebih-lebihkan saja. Tapi menurut adat kebiasaan kebanyakan pengarang pada waktu itu, seperti juga F. D. J. Pangemanann, berkata “Betul kejadian ini terjadi di zaman dulu.” Ini semacam kedustaan yang dianggap sebagai perkara kecil. Karena kesalahan itu sudah menjadi hal umum dan tidak dianggap sebagai kesalahan lagi, maka orang tidak merasa malu untuk melakukannya. Bahkan sampai sekarang pun masih ada satu dua pengarang Bang Pak yang suka melakukan kedustaan semacam itu.

Kita masih belum lupa ketika cerita itu dimuat dalam Perniagaan. Bagaimana kita yang baru belajar membaca koran sudah mesti saling berebut dengan kawan yang tinggal di sebelah rumah. Saling mendahului membaca "Si Tjonat" yang sangat kita gemari. Dan ketika Drukkerij Hoa Siang In Kiok yang dimuat dalam Perniagaan yang kemudian diterbitkan dalam bentuk ini, kita pun merasa perlu untuk membelinya.

Cepat sekali cerita itu populer, dan sering dimainkan oleh opera-opera bangsawan di waktu itu. Tapi belakangan ini orang tidak lagi peduli. Terutama sesudah munculnya cerita-cerita Melayu yang lebih baik dan pembaca mulai bisa membedakan mana cerita yang baik dan mana cerita yang jelek.

Dilihat menurut ukuran sekarang ini, cerita "Si Tjonat" tidak ada artinya apa-apa lagi. Baik dari cara penulisannya atau pun alur ceritanya. Cerita itu hanya melukiskan kehidupan seorang Bumiputra yang sejak kecil sangat nakal. Setelah ia membunuh kawannya dan merampas serta menjual kerbaunya, ia pun melarikan diri ke Jakarta. Di Jakarta ia bekerja sebagai pelayan seorang Belanda. Lantas mencuri barang milik isteri orang Belanda itu. Ia lalu menjadi kepala perampok. Akhirnya ia menaruh hati pada seorang gadis Tionghoa anak seorang petani yang hidup dari memelihara babi dan berkebun sayur yang tinggal di desa. Namun gadis itu tidak mencintainya. Ia pun membawa lari sang gadis yang bernama Lie Gouw Nio itu. Kemudian tunangannya, Thio Sing Sang, menolong dengan memperlihatkan kegagahannya di hadapan kawanan penjahat itu.

Sekarang cerita ini sudah diadaptasi dalam sebuah filem oleh perusahaan filem yang belum lama ini didirikan di Jakarta. Ketika membicarakan hal ini, salah satu suratkabar harian di Jakarta telah menyomel dan mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan filem di Jawa yang mulai tumbuh seperti jamur, sekarang ini hanya membuat cerita-cerita perampokan, pembunuhan, perempuan yang dibohongi dan sebagainya.

Kita sendiri, meskipun tidak setuju dengan cerita-cerita itu, tidak bisa menyalahkannya pada perusahaan-perusahaan filem yang sebelumnya memproduksi cerita-cerita yang bagus dan berharga untuk ditonton oleh kaum terpelajar. Setidaknya perusahaan-perusahaan filem itu bisa bertahan dahulu. Beberapa perusahaan filem yang memainkan aktor-aktor yang pandai berperan, terpaksa gulung karena rugi atau keputusan Benzine. Perusahaan yang memproduksi filem "Loetoeng Kasaroeng" (1926) [disutradarai oleh G. Kruger dan L. Heuveldrop, diproduksi oleh NV Java Film Company], legenda masyarakat Sunda, pun sekarang tidak terdengar lagi kabarnya. Maka sablonnya bisa melahirkan filem-filem yang bagus dan berharga untuk ditonton oleh golongan terpelajar. Biarlah perusahaan-perusahaan filem yang masih muda dan belum mapan itu, memilih jalan yang mudah, biaya murah, dan memilih cerita populer yang bisa menarik banyak penonton. Kalau pun semua perusahaan itu sudah maju dan mapan, dan orang yang nonton Thio Sing Sang berkelahi dengan penjahat di antara batu-batu karang. Seorang sutradara filem tidak boleh terlalu mengikuti bunyinya buku [textbook/teoretis], karena yang paling perlu dibuat adalah supaya filem itu menjadi bagus dan menarik. Tidak usah kukuh mengikuti jalannya cerita secara mati-matian.

Yang paling lucu, yang membuat satu ruangan bioskop gemuruh oleh sorak-sorai penonton adalah ketika kawanan penjahat itu memajukan empat laskar perempuan yang bertarung pukul-memukul dengan empat orang polisi yang datang membantu Thio Sing Sang. Pertarungan antara amazones dengan politie-politie agent itu menunjukkan bagaimana seorang sutradara tahu betul bagaimana membuat penonton tertawa.

Pemeranan orang-orang yang menjadi ibu, ayah, dan lain-lain, kelihatannya cocok, sedang pemeranan dari Miss Ku Fung May yang memerankan Lie Gouw Nio, tidak bisa dicela. Inilah yang membuat kita tidak heran karena Jakarta Motion Picture Company bisa memilih aktor-aktor yang pandai untuk memerankan tokoh-tokoh yang penting, yang semuanya diperankan oleh bangsa Tionghoa. Sehingga jikalau seterusnya bisa berjalan seperti itu, ada banyak harapan filem-filem yang diproduksi oleh perusahaan ini bisa mengalahkan filem-filem produksi perusahaan-perusahaan filem Indonesia lainnya.