Tampilkan postingan dengan label RATNA ASMARA 1940-1954. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label RATNA ASMARA 1940-1954. Tampilkan semua postingan

Minggu, 19 Juni 2011

RATNA ASMARA 1940-1954



Sutradara wanita pertama Indonesia.

Bermula dari almarhumah Ratna Asmara. Kesaksian sejarah film nasional mencatat, pemeran utama film "Djauh di Mata" dan "Anggrek Boelan" (1948) karya alm. Andjar Asmara itu, tampil sebagai pelopor wanita sutradara yang menggarap film "Sedap Malam" (1950). Langkah Ratna Asmara pun terdukung profesi suaminya, Andjar Asmara, yang membuka karier alm. Usmar Ismail sebagai asisten sutradara film "Gadis Desa" (1949). Kalaupun film karya Ratna Asmara tidak dibicarakan, nilai kepeloporannya terbingkai dalam sejarah perfilman.

Pengakuan atas kariernya makin layak dihargai, manakala seorang wanita mampu berprofesi sutradara, di tengah semangat perjuangan insan film merebut mimpi membangun industri perfilman nasional. Tonggak momentum Hari Film Nasional pun terpancang 10 Maret 1950, ditandai shooting awal film "Darah dan Doa" karya Usmar Ismail, produksi NV "Perfini" perusahaan film pertama milik pribumi. Direntang waktu sepuluh tahun kemudian, baru hadir lagi wanita sutradara kedua bersosok aktris film, alm. Sofia W.D.

Ratna Asmara pada tahun 1950. Dia adalah sutradara perempuan pertama di Indonesia, menyutradari karya film “Sedap Malam” (1950) ,”Musim Bunga Di Selabintana” (1951), “Dokter Samsi” (1952), “Nelajan” (1953) dan “Dewi dan Pemilihan Umum” (1954). Ketika itu kehadiran Ratna Asmara sebagai sutradara perempuan pertama di dunia perfilman Indonesia cukup mengagetkan sekaligus menakjubkan. Dan pada masa itu sangat sulit untuk mendapatkan dukungan dari kalangan perfilman sendiri, hingga akhirnya berlalu begitu saja. Namun, tonggak sejarah emansipasi wanita Indonesia di bidang perfilman telah dirintis oleh Ratna Asmara. Namanya pun akhirnya terukir sebagai perintis profesi sutradara perempuan di Indonesia. Lalu hadirlah nama Sofia W.D sepuluh tahun kemudian tahun 1960 setelah rekannya Ratna Asmara. Film yang pertama digarap olehnya sebagai sutradara ialah “Badai selatan” (1960).

Dulunya,
NAMA Ratna Asmara tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Seorang pemain wanita yang cukup mempunyai bakat. Nama itu sudah terdengar sejak dahulu, mulai dari “Dardanella” hingga kepada filmnya yang pertama “Dr Samsi” dan kini sebagai regiseur dari film “Musim Bunga di Salabintana”.

Ratna Asmara adalah baru satu-satunya wanita Indonesia yang menjadi regiseur pada sebuah film.

Ratna lahir dalam tahun 1913 di  Sawah Lunto. Didikan yang diperolehnya ialah di Lagere School. Semenjak dari sekolah telah tampak bakat pada dirinya sebagai pemain.

Sejak tahun 1928 selalu kelihatan di papan tonil sebagai pemain amatir. Dan permainan-permainannya mendapat sambutan yang baik dari penonton.

Pembaca tentu maklum bahwa alam Minangkabau penuh dengan ranjau-ranjau adat oleh karena Ratna tentu tidak dapat dengan leluasa bertindak sebagai pemain tonil. Sekalian itu dapat menghalangi cita-citanya, kalau dia tidak berlaku tabah. Pihak orangtua dan sanak saudaranya tidak jarang memberi halangan kepada Ratna. Dan pernah pula ratna berhubungan dengan kepolisian hingga tiga kali sebagai tindakan yang diambil oleh sanak saudaranya. Tetapi polisi memutuskan bahwa Ratna telah cukup dewasa untuk menentukan langkah-langkah mana yang akan diambilnya.

Dalam tahun 1930, Ratna menjadi  eigenares (tauke) dari Gezelschap “Suhara Opera”. Ratna dengan operanya bermaksud akan mengelilingi Indonesia.

Tatkala “Suhara Opera” bermain di Gombong, Andjar Asmara  yang ketika itu memimpin Dardanella, mendengar hal ini.  Dia datang ke Gombong dan menjumpai Ratna. Lalu mengadakan persahabatan. Kemudian Andjar mengusulkan supaya Suhara  Opera digabungkan saja dengan Dardanella.

Anjuran itu diterima oleh Ratna, dengan mengingat akan mempertinggi mutu permainan. Maka dilenyapkanlah Suhara Opera dan pemain-pemainnya bergabung dengan Dardanella.  Juga anjuran yang lain dari Andjar Asmara yang tak dapat ditolak untuk meningkat jenjang perkawinan. Sejak tanggal 7 April 1931, Ratna menjadi istri Andjar Asmara. Namanyapun bertambah menjadi Ratna Asmara.

Ratna merasa belum puas dengan film-film di mana dia turut bermain.

Tentang perkembangan Film Indonesia sekarang, Ratna Asmara berkata: “Saya belum dapat mengatakan bahwa permainan  aktir-aktir kita telah mencapai tingkatan atas. Saya berharap saja supaya para terpelajar  kita menumpahkan perhatiannya sepenuhnya kepada permainan film. Jangan separo hati ataupun hanya sekedar untuk iseng-iseng semata”.

Dalam permainan, Ratna suka membawakan rol yang berat-berat. Bintang-bintang film yang disukainya ialah: Greta Garbo, Barbara Stanwyck, Vivien Leigh dan greer Garson.

Film-filmnya ialah: Dr Sjamsi (dibuat di India),  Kartinah, Ratna Mutu Manikam, Jauh di Mata.

Di luaran ada terdengar kabar bahwa Ratna dan Andjar telah berpisah dan tidak hidup serumah tangga lagi. Tentang ini Ratna berkata: “Kadang-kadang orang-orang di luaran terlampau lekas tahu, yang kami sendiri belum mengetahuinya. Perselisihan-perselisihan kecil yang terjadi dalam rumah tangga, oleh orang-orang luar terkadang dibesar-besarkan.”

Dewasa ini Ratna Asmara bertindak sebagai regiseur pada film “Musim Bunga di Selabintana” sebuah cerita karangan Andjar Asmara dan dibuat oleh Djakarta Film Coy.

Meskipun Ratna jarang muncul di layar putih, tetapi dia selalu juga tampak bermain sandiwara. Baru-baru ini Ratna turut bermain dengan sandiwara yang diadakan oleh Persari (Persatuan Artist Indonesia) di Jakarta dalam cerita “Baron Soebroto”  dan “Kota Gede”.


DEWI DAN PEMILIHAN UMUM1954RATNA ASMARA
Director
DJAUH DIMATA 1948 ANDJAR ASMARA
Actor
KARTINAH 1940 ANDJAR ASMARA
Actor
RATNA MOETOE MANIKAM 1941 SUSKA
Actor
NOESA PENIDA 1941 ANDJAR ASMARA
Actor
SEDAP MALAM 1950 RATNA ASMARA
Director
DR. SAMSI 1952 RATNA ASMARA
Actor Director
MUSIM BUNGA DI SELABINTANA 1951 RATNA ASMARA
Director
NELAJAN1953RATNA ASMARA
Director

DEWI DAN PEMILIHAN UMUM / 1954

 
 
Film ini di sutradarai RATNA ASMARA dan RD.ARIFFIEN
Menjelang pemilihan umum (pertama) 1955 terjadi kesibukan di sebuah perusahaan. Direktur perusahaan berusaha menarik suara untuknya dan/atau partainya. Dewi, biar bekerja di perusahaan itu, berusaha mencari suara buat partai lain, yang diketuai pacarnya. Demikian pula Sulastri, juga punya kekasih dari partai lain lagi, dan dengan sendirinya coba mempengaruhi orang agar memberi suara kepada partainya atau kekasihnya. Masing-masing berusaha, tapi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

SEDAP MALAM / 1950



Ini film adalah produksi pertama Persari, dan juga film pertama yang di sutradarai oleh perempuan, yaitu Ratna asmara yang juga istri dari Andjar Asmara


Setelah sukses, punya toko buku dan percetakan, Tamin mengambil isteri baru. Ia meninggalkan isteri pertamanya Patmah dan anak mereka, Nuraini. Anak usia 4 tahun ini kemudian dititipkan Patmah kepada temannya, Tinah. Karena terpisah belasan tahun, nyaris terjadi pernikahan antara Tamin (yang duda) dengan Nuraini, tapi tercegah oleh munculnya Patmah. Maka Nuraini dinikahkan dengan Burhan, kekasihnya. Patmah yang merasa telah rusak karena dipaksa jadi geisha oleh tentara pendudukan Jepang, melanjutkan "karir" sebagai WTS, sehingga terjaring dan meninggal dunia oleh penyakit kotor.


PERSARI

RD MOCHTAR
KOMALASARI
SUKARSIH
M. PANDJI ANOM
AMINAH

DR. SAMSI / 1952



Sebagai sandiwara, "Dr Samsi" karya Andjar Asmara ini puluhan kali dipertunjukkan oleh perkumpulan Dardanella, yang menaikkan nama Dewi Dja (Sukaesih) dan Tan Tjeng Bok (Leo), di masa sebelum kemerdekaan RI.

Dr. Samsi merawat seorang bayi, yang ditinggalkan ibunya. Juru rawat Leo menukar bayi itu dengan bayi anak Dr. Samsi sendiri, yang berada dalam keadaan kritis dan akhirnya meninggal dunia. Seperempat abad kemudian bayi yang dinamai Sugiat itu telah jadi seorang ahli hukum. Dia berhasil membebaskan Sukaesih dari tuduhan membunuh Leo. Ternyata Sukaesih adalah ibu kandung Sugiat. Ternyata pula Sugiat adalah anak hasil hubungan gelap Dr. Samsi dengan Sukaesih.
DJAKARTA FILM

RATNA ASMARA
RD ISMAIL
MOH SAID HJ
UDJANG
KARTINI
AWALUDIN
DJUWITA
SULASTRI
R.A. SUNDARI

MUSIM BUNGA DI SELABINTANA / 1951



Sebelum menikah dengan Dr. Kusuma (Iskandar Sucarno), Suratni (Ida Prijatni) pernah pacaran dengan Natawijaya SH (Chatir Haro). Sebagai keluarga dokter, Kusuma sering membawa isteri dan anak-anak beristirahat di Selabintana. Suatu waktu Natawijaya muncul, dan nampak sering berdua-duaan dengan Suratni. Timbul percekcokan segi-tiga. Kusuma menyuruh pulang isteri, bahkan menceraikan Suratni. Baru kemudian Kusuma tahu, bahwa Natawijaya menemui Suratni untuk berkonsultasi, sehubungan dengan perkara ayah Suratni yang ditangani pengacara itu. Baru belasan tahun kemudian Kusuma dapat berjumpa lagi dengan isteri dan anak-anaknya yang telah dewasa. Pertemuan yang diatur oleh jasa baik Natawijaya.

NELAJAN / 1953

 

Pak Kusen (Rd Ismail) adalah seorang kaya tapi pemeras, yang memiskinkan nelayan, dan ditakuti karena punya banyak tukang pukul. Sebaliknya, Hamdani (Chatir Haro), adalah pemuda yang bercita-cita meningkatkan taraf hidup rekan nelayannya. Lewat usaha keras, didukung moril oleh pacarnya Neneng (R. Ningsih), berhasil juga Hamdani melepaskan para nelayan dari kesulitan hidup. Meski ceritanya serius, namun terpaksa diselipkan nyanyian, lawakan dan perkelahian. Disaat itu film Malaya (Malaysia) dengan banyak lagu, digemari masyarakat.