Tampilkan postingan dengan label S. WALDY / FATA DJELATA 1940-1967. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label S. WALDY / FATA DJELATA 1940-1967. Tampilkan semua postingan

Rabu, 26 Agustus 2020

KEBAJA FANTASI 1954

 KEBAJA FANTASI

S. WALDY memakai nama Fata Djelata

Muljono menaruh hati pada Susilowati, yang digelari si "Kebaya Fantasi", tapi tak direstui Dahlan, ayah Susilowati. Muljono cuma sopir, sedangkan sebagai pengusaha bengkel mobil, Dahlan ingin menantu yang kaya pula. Dahlan telah mencalonkan si "Kebaya Fantasi" itu dengan Darwis, anak orang kaya. Padahal Darwis ditaksir Siti, seorang wanita-bandit. Gara-gara Siti, Darwis ditangkap polisi. Ia terlibat perampokan yang diotaki Siti. Tak ada lagi halangan bagi Muljono untuk mendampingi Susilowati. Apalagi ternyata Dahlan membuka usaha bermodalkan harta Amijaya, ayah Muljono, yang selama ini dicari-carinya.

PANDJI SEMIRANG 1953

 PANDJI SEMIRANG 

Film ini S.Waldy memakai nama Fata Djelata

Liku, selir kesayangan Raja Daha, meracuni permaisuri, hingga ia bisa jadi permaisuri bernama Djaganaga. Kemudian ia merancang muslihat agar putrinya, Galuh Adjeng, bisa dijodohkan dengan Pangeran Inu Kertapati, tunangan, Tjandra Kirana, putri mendiang permaisuri. Hasilnya, Inu Kertapati melupakan Tjandra Kirana.

Inu juga diperintah ayahnya, Raja Kuripan, untuk mengirim boneka emas yang dibungkus kain buruk dan boneka perunggu yang dibungkus kain sutra. Djaganaga mengambil boneka terbungkus sutra dan diberikan kepada putrinya. Galuh marah ketika tahu Tjandra Kirana bermain dengan boneka emas. Galuh berusaha merebut boneka emas itu. Raja memerintahkan Tjandra menyerahkan boneka emasnya pada Galuh.

Tjandra meninggalkan istana dan masuk hutan. Di sana ia mendirikan kerajaan baru dan mengumpulkan pasukan untuk mengganggu Daha. Ia selalu mengenakan pakaian pria dan menamakan dirinya Pandji Semirang. Raja Daha mengirimkan pasukannya untuk membasmi pasukan Pandji Semirang yang dibantu Inu Kertapati. Setelah mengalahkan pasukan ayahnya, Tjandra dan Inu nikah.

Rabu, 01 Juli 2020

PERANTAIAN 13 / 1954


ARDJUNA FILM COY

Sabtu, 29 Januari 2011

S. WALDY / FATA DJELATA 1940-1967

 S. WALDY

 
Lahir Senin, 15 Desember 1919 di Blitar. Pendidikan : Lagere School.

Tanpa sepengetahuan orang tuanya, Waldy berhenti sekolah dan minggat ke Klaten turut Djafar Wirjo, dengan harapan bisa ikut main sandiwara.

Pada Miss Intan's 'Ramona Opera', mula-mula ia bekerja sebagai penjaga pintu. Meskipun kedua orang tuanya adalah Pemain sekaligus pemilik rombongan Sri Permata Opera, tapi ia banyak belajar kesenian dari Djafar Wirjo, yang diakuinya sendiri sebagai gurunya yang pertama.Ketika perbuatannya itu diketahui oleh orang tuanya yang baru kembali sehabis mengadakan pertunjukan keliling Sumatra, maka dipanggilah Waldy untuk kemudian dididik menjadi cabaret leader.Tahun 1932 Waldy turut dengan Faroka Opera. Dari Rd Ismail, ia banyak belajar coal akting. Ketika bergabung dengan Grand Nooran Opera, Waldy mengembara ke Semenanjung Malaka, sampai ke Siam.Tahun 1938, mencoba mendirikan sandiwara Vaudeville tapi gagal. Dua tahun kemudian ia diajak main dalam film "Zoebaida" (1940), disamping sebagai pengarang lagu-lagu.Setelah itu tampil dalam "Lintah Darat" (1941). Dari Fabri seorang Juru Kamera dan Sutradara kebangsaan Jerman, Waldy belajar tentang Penulisan Cerita Film.Dimasa pendudukan Jepang, ia turut sandiwara Djawa Baru, kemudian memimpin sandiwara Dewi Mada. Ketika Fifi Young Toneelkunst, sempat melawat ke Palembang, dan berkenalan dengan Sofia, yang kemudian diperistrinya.Kembali dari Palembang, Waldy dan isterinya masuk Tan & Wong Bros, mula-mula sebagai Pemain. Kemudian dipercayai untuk memimpin salah sebuah unit Tan & Wong Bros yang bernama Ardjuna Film Coy merangkap sebagai Sutradara.Diantara filmnya : "Airmata Mengalir Di Tjitaroem" (1948) dengan lagu thema ciptaannya, "Bengawan Solo" (1949), "Bantam" (1950) juga lagu thema hasil karyanya, "Air Mata Penganten" (1952), "Pandji Semirang" (1953), "Senen Raja" (1954), dan "Petir Sepanjang Malam" (1967).

TERPESONA 1966 S. WALDY
Director
DENDANG SAJANG 1953 S. WALDY
Actor Director
MALU-MALU KUTJING 1954 S. WALDY
Actor Director
PAH WONGSO TERSANGKA 1941

Actor
PETIR SEPANDJANG MALAM 1967 S. WALDY
Actor Director
KALI BRANTAS 1954 S. WALDY
Actor Director
PERANTAIAN 13 1954 S. WALDY
Director
PANDJI SEMIRAN 1953 S. WALDY
Director
TJIOENG WANARA 1941 YO ENG SEK
Actor
SI BONGKOK DARI BOROBUDUR 1955

Actor
BIOLA 1957 S. WALDY
Director
MUSAFIR KELANA 1953 S. WALDY
Actor Director
DJAKATA BUKAN HOLLYWOOD 1954 OTHNIEL WONG
Actor
DJAKARTA DIWAKTU MALAM 1954 RD ARIFFIEN
Actor
TERANG BULAN 1950 M. BUDHRASA
Actor
GENDING SRIWIDJAJA 1958 S. WALDY
Actor Director Composer
SEPIRING NASI 1960 AMIR JUSUF
Actor
SENEN RAJA 1954 S. WALDY
Actor Director
BANTAM 1950 WONG BERSAUDARA
Actor
ABUNAWAS 1953 RD DADANG ISMAIL
Actor
MUSTAFA DAN TJINTJIN WASIATNJA 1953 RD DADANG ISMAIL
Actor
LINTAH DARAT 1941 WU TSUN
Actor
GADO-GADO DJAKARTA 1955 RD ARIFFIEN
Actor
AIR MATA PENGANTIN 1952 S. WALDY
Actor Director
AIR MATA MENGALIR DI TJITARUM 1948 ROESTAM ST PALINDIH
Actor
TIRTONADI 1950 HENRY L. DUARTE
Actor Director Of Photography
DJULA DJULI BINTANG TIGA 1954 S. WALDY
Actor Director
PEGAWAI NEGERI 1956 RD ARIFFIEN
Actor
PANTAI BAHAGIA 1950 MOH SAID HJ
Actor
ZOEBAIDA 1940 NJOO CHEONG SENG
Actor
MINAH GADIS DUSUN 1966 S. WALDY
Director

DENDANG SAJANG / 1953

 

Machmood (Rd Endang) dan Ali (WD Mochtar) bersahabat sejak kecil. Ayah Ali, Panglima Usman (A. Thys), mengajukan lamaran kepada Pak Guru (Bissu), agar Halimah (Sofia) jadi istri Ali. Padahal Halimah adalah kekasih Machmood. Guna menyingkirkan Machmood, Usman memerintahkannya untuk menumpas Lanun di laut (Rd Dadang Ismail). Di luar rencana, Ali menyusul. Mereka bersatu untuk menyerang. Dalam pertempuran itu Ali tewas, dan Machmood berhasil menangkap Lanun. Ketika diajukan kepada Sultan (dirangkap oleh Rd Dadang Ismail), diketahuilah, bahwa Lanun adalah adik Sultan. Lanun berbuat begitu sebagai protes atas pemerintahan tak betul dari Sultan. Insyaflah Sultan, dan berjanji akan memerintah dengan adil. Machmood dapat mempersunting Halimah.

MALU-MALU KUTJING / 1954



Sugesti (Rr Sumiati) cemburu karena Rochijat (Rd Endang) mencintai adiknya, Bardini (Sri I. Uniati). Padahal, Rochijat merasa hanya bersahabat dengan Sugesti. Untuk mengatasi kekecewaannya Sugesti jadi penyanyi dalam rombongan sandiwara pimpinan Subroto (Zainal Abidin). Ia berhenti setelah menikah dengan lintah darat Surachman (S. Waldy) untuk menutupi hutang rombongan sandiwara. Bardini sendiri dikisahkan "tersesat" dan bekerja... di rumah Sugesti, yang pura-pura tak kenal dan berlaku kejam. Bardini akhirnya menikah dengan Rochijat, setelah melewati berbagai rintangan. Ketika berziarah ke makam ayahnya, Bardini jumpa dengan Sugesti yang telah jatuh miskin, karena suaminya masuk penjara.

AIR MATA PENGANTIN / 1952

 AIR MATA PENGANTIN

 
Raja Gusti Aji Surya (Rd. Ismail) mengusir Purnama Sari (Sofia Waldy) dari Bali dan tidak diakui lagi anak, karena menolak menikah dengan Gusti Mandire (Ramli). Di pulau Jawa, Purnama Sari jatuh cinta dan menikah dengan Bunyamin (Moch. Mochtar). Di saat revolusi fisik Bunyamin gugur, tapi sempat menyerahkan foto sang isteri kepada temannya letnan Budiman (Rd Endang), dengan pesan agar menggantikan Bunyamin untuk merawat Purnama Sari. Menerima amanat itu Budiman menemui Purnama Sari, meski dia sudah punya tunangan, Gantini (Puspa Dewi). Purnama Sari yang mengalami kebutaan, diusulkan Gantini supaya dibawa ke Bandung. Suatu kesempatan bagi Gantini untuk dekat lagi dengan Budiman. Walau sudah sembuh, Purnama Sari pura-pura masih buta. Dilihatnya bahwa Budiman dan Gantini bermesraan. Purnama Sari lari, kembali ke Bali dan jumpa dengan Gusti Mandire yang mengajaknya menikah. Purnama Sari bersedia, tapi bunuh diri (dengan melompat ke telaga), begitu selesai upacara.
TAN & WONG

SOFIA WD
MOH MOCHTAR
S. WALDY
PUSPA DEWI
RD ENDANG
RD ISKANDAR
ALY BEY
SULASTRI
RAMLI
SUHAIMI
TUTY ASMARA
IRAH


DJULA DJULI BINTANG TIGA / 1954

 

Biar telah memegang kerajaan Entah Berantah, tapi sultan Darsa Alam belum punya permaisuri. Berbagai usaha dan usulan Datuk Mangkubumi selalu ditolak. Ketika suatu kali sedang di Tamansari Asmara Cinta, sultan bermimpi ketemu puteri yang berkenan di hati. Setelah terjaga, diperintahkan agar mencari puteri yang nama dan tempatnya tak diketahui itu. Setelah hampir putus asa, akhirnya sultan menemukan sendiri puteri dalam impiannya itu. Mereka menikah, punya anak yang dinamai Bahrum Alam. Kiranya puteri impian dari kerajaan di balik awan itu punya saingan, saudara perempuan sendiri. Ia terselamatkan oleh saudara perempuan lainnya lagi.

ARDJUNA FILM
TAN & WONG

SOFIA WD
CHATIR HARRO
TAN TJENG BOK
RD ENDANG
RR SUMIATI
S. WALDY
SUHAIMI

PETIR SEPANDJANG MALAM / 1967

PETIR SEPANDJANG MALAM


Film ini seolah terdiri dari dua bagian. Bagian pertama: polisi dipusingkan dengan ulah Djafar (Hadisjam Tahax), bekas pejuang yang jadi perampok dan pembunuh. Entah informasi dari mana, Sambas (Dolf Damora) menguntit Djafar, dan lalu minta bantuan menggrebek rumahnya. Tembak-menembak terjadi. Rumah terbakar. Anak Djafar dan adik iparnya, Jaya (Maruli Sitompul) meninggal terbakar, sementara ibunya (Marlia Hardi) diselamatkan polisi. Bagian kedua: lima tahun kemudian. Sambas yang sudah naik pangkat jadi inspektur hendak cuti ke desanya di Citando. Sebelum berangkat ia diperingatkan atasannya bahwa di desa itu ada sesuatu yang misterius. Penduduk desa menganggapnya hantu atau setan. Karena hujan, kemalaman dan masi jauh ke rumah orangtuanya, ia menginap di rumah bobrok yang dihuni seorang nenek. Nenek ini adalah ibu Djafar yang selamat. Djafar masih hidup dan dialah yang membunuh seorang polisi yang menyelidik misteri di desa itu. Misteri terkuak. Anak Sambas diculik Djafar. Sambas mengejar dan menembak mati.
P.T. MUSTIKA DARA FILM

HADISJAM TAHAX
S. WALDY
DOLF DAMORA
KAMSUL CHANDRAJAYA
MARLIA HARDI
MARULI SITOMPUL
BARNAS
UMAR HASBY
LEONARDUS HAKSAMA
ASTAMAN
RAMLAN
A. ABDURACHMAN

TERPESONA / 1966

TERPESONA

 
Semua unsur penglaris ada dalam film ini. Lagu-lagu, penyanyi-penyanyi, banyolan, gulat, drama, air mata. Manan punya grup musik yang dibuatkan rumah tinggal. Pemain utamanya, Indra, anak bekas sri panggung yang kini jualan jamu, saling mencinta dengan anak Manan, Tati. Manan tak setuju, maka Indra angkat kaki. Tati dipaksa kawin dengan Sugandi. Ia kembali ke rumah ibunya dan berjuang sendiri bersama kawan-kawannya. Ia lalu jatuh cinta dan nikah dengan Fetty. Pertunjukan Indra selalu diganggu Sugandi. Tati masih menyimpan foto Indra. Sugandi marah dan lalu menghajar Indra, hingga keduanya ditahan polisi, karena Sugandi luka parah. Fetty juga menemukan foto Indra dan cemburu. Kebakaran datang dan rumah habis. Fetty dan ibu Indra meninggal. Di kuburan Indra jumpa dengan Tati, tapi tak mau mendekati.
 C.V. WAHYU FILM

HANNY RAY
RAY ISKANDAR
DICKY ZULKARNAEN
W.D. MOCHTAR
SOFIA WD
MILA KARMILA
LAHARDO
WOLLY SUTINAH
A. HAMID ARIEF
RACHMAT KARTOLO
FETTY FATIMAH
MASNUN

MINAH GADIS DUSUN / 1966

MINAH GADIS DUSUN

Judul film diambil dari judul lagu "Minah Gadis Dusun", yang dipopulerkan oleh Titiek Puspa.


PERNAHKAH Anda mencium Titiek Puspa? Saya pernah. Lho kok bisa? Begini ceritanya: 
Awal Januari tepat 50 tahun yang lalu, saya bersama tiga orang remaja asal Surabaya berangkat ke Jakarta naik KA Gaya Baru. Ketiga teman saya masing-masing Ali Bas, Untung Risa dan Hadi Baya. Kami berempat yang rata-rata berusia antara 21- 23 tahun ini bertekad mengadu nasib di Jakarta.

Kebetulan kami termasuk para calon artis yang terpilih di antara 50 siswa Pensitrafi (Pendidikan Seni Teater & Film ) untuk memulai debutnya sebagai pemeran pembantu dalam flm "Minah Gadis Dusun" yang dibintangi Titiek Puspa, Dicky Zulkarnaen, Rachmad Kartolo, Tuti S, Farouk Afero, S. Efendy dan masih banyak lainnya. Di antaranya kami berempat tadi. Sungguh casting yang diberikan oleh sutradara S. Waldy (mantan suami Sofia WD ) termasuk luar biasa ketika itu. Karena siapa pun pasti bangga bisa main film bersama artis-artis top di zamannya.

Apalagi kami terpilih atas penunjukan langsung dari S. Waldy yang saat itu merangkap sebagai direktur Pensitrafi. Pensitrafi sendiri berdiri di pertengahan 1965 di Jalan Pemuda Surabaya ( lokasinya jadi satu dengan SMA Tri Murti). Sehingga selepas SMA, saya yang sejak masih SMP sudah bercita-cita menjadi sutradara film itu, langsung melangkahkan kaki belajar acting dan penyutradaraan. Gayung pun bersambut. S. Waldy secara khusus menularkan ilmunya ke mereka-mereka yang dinilai punya bakat tinggi.

Tapi tak  sampai lima bulan nengajar, S. Waldy yang Indo Jerman ini, mendapat telepon untuk segera kembali ke Jakarta, karena sinopsis cerita "Minah Gadis Dusun" yang diadopsi dari lagu hit Titiek Puspa akhir 1965 disetujui oleh I. Harun, produser "Berdikari Film" untuk diangkat ke layar putih. Tapi tolong jangan dibayangkan fim yang akan digarap sutradara kelahiran tahun 1919 ini berwarna plus cinemascope. Sama sekali belum ke situ, karena film "Minah Gadis Dusun" adalah salah satu dari empat film hitam putih terakhir diproduksi di awal tahun 1966. Setelah itu barulah Film "Sembilan" yang disutradarai Wim Umboh, tercatat sebagai film Indonesia berwarna pertama.

Terus terang waktu itu kami tak ada rasa menuntut mengapa main di film hitam putih. Dapat peran sudah alhamdulillah, apalagi bukan figuran numpang lewat. Kami semua dapat peran, ada yang berperan sebagai staf  kantor, lurah. Saya sendiri mendapat peran sopir. Lumayan sekitar 12 scene dan sudah barang tentu itu membanggakan.

Pada akhirnya setelah menunggu dua minggu dan diseling enam hari lima malam tidur di teras studio "Tan Wong Bross" di Jalan BIdara Tjina ( kini Jalan Otto Iskandar Dinata Jatinegara ), saya pun mulai merasakan getarnya nadi ini ketika syuting pertama kali. Bayangkan anak udik yang baru berusia 21 tahun harus berhadapan dengan kamera untuk pertama kalinya. Wah apalagi disaksikan bintang-bintang besar antara lain Titiek Puspa dan Dicky Zulkarnaen. Kalau saja tidak teringat sudah mendapat sepertiga nilai kontrak sebesar Rp.300.000 yang bakal saya terima, pasti saya sudah retake berulang-ulang.

Memang syuting film "Minah Gadis Dusun":ini tidak cuma di seputar Jakarta, tapi juga sampai ke Sukabumi, Pelabuhan Ratu, Tagog Apu kawasan bukit kapur di Padalarang, Banten dan di sekitar Bandung. Tentu ini merupakan pengalaman baru bagi kami berempat, karena jarang sekali Arek Surabaya bisa bersama artis-artis top "tour" selama satu bulan di kawasan Kabupaten Bandung dan sekitarnya. 

Tapi di balik itu semua ternyata ada hal-hal yang  kurang saya perhitungkan. Tak bisa ditolak saya terlalu royal, mulai dari makan sampai beli busana maunya yang lagi tren. Tak pelak lagi, uang kontrak film mulai menipis, sehingga sering nebeng teman dan bintang. Inilah awal dari  sebuah ""bencana", ketika Hadi salah seorang teman menantang saya, kalau berani menciumTitiek Puspa ysng ketika itu usia baru 28 tahun, maka dia akan memberi saya uang    ketika itu senilai makan selama dua hari. Pokoknya mencium pipi walaupun sekedar nempel,  maka tanpa pikir panjang saya lawan tantangannya. 

Di saat Titiek lagi syuting memanen padi di kawasan Sukabumi. Bisa dibayangkan khan, jika ada artis syuting tentu penontonnya meluber bahkan sampai berdesak-desakan. Inilah momen  yang pas kata saya dalam hati, itu pun setelah bersiasat dengan Ali dengan janji memberinya fee. Yang peting bisa mencium pipi bintang cantik Titiek Puspa. Nah, -setelah satu jam action memanen, sutradara pun berteriak: Cut..ayo break..!

Inilah saya mulai action juga, apalagi penonton semakin berdesakan di pematang, sehingga jalannya Titiek terhadang. Saya yang juga bertugas rangkap menjadi pengatur penonton juga sibuk. Sementara teman yang berjanji membantu saya supaya bisa mencium sang artis Titiek sudah mulai bersiap siap, satu..dua ..tiga, tiba-tiba tangan teman saya serasa sangat kuat mendorong  punggung saya.

Ya..ampun bukan pipi Titiek yang saya cium "sak nyuk-an" tapi kondenya. Benar saya mencium konde Titiek. Tak pelak lagi konde pemeran utama film yang menghabiskan masa syuting tiga bulan ini jadi agak berantakan. " Piye toh iki..arek Surabaya iki...!!, ujarnya agak cemberut. 

Saya pun langsung minta maaf. Begitulah belakangan si teman yang saya tugasi mendorong pelan di saat suasana penonton berdesakan, mengaku, di detik detik persis akan mendorong, tiba tiba kakinya terperosok. Jadi kebablasan. Sial sungguh memang,  sudah gagal mencium pipi seklebatan, bibir pun tergores tusuk konde.

TENTANG MINAH GADIS DUSUN.
Sekitar tahun 1960 an Titik Puspa punya cerita tentang seorang gadis dusun yang datang ke kota jakarta dan terkagum-kagum kepada kemegahan kota Jakarta, kekaguman seorang gadis lugu itu dibuatkan dalam sebuah lirik lagu dan diberi judul MINAH GADIS DUSUN, liriknya seperti dibawah ini :

Inginkah kawan tahu

Siapa daku

Minah gadis dari

Dusun di gunung

Jauh daku berjalan menuruninya

hanya ingin menjenguk indahnya kota

Amboi indah dah megah

Kotamu kawan

Rasa daku mimpi

Didalam surga

Jejaka dan gadisnya tampan dan cantik

Gedung tugu dan mobil oh amboi-amboi

Tapi maaf kawan, daku tak tinggal lama

Kekasih hatiku rindu menanti

Tunggu saja kiriman

Hasil panenku

Daku orang dusun

pandai bertani

Hanya pesanku kawan

Jaga negerimu

Sampai berjumpa lagi

Salam manisku, salam manisku

Andaikata Minah datang kembali hari ini ke Jakarta, apakah dia masih terkagum-kagum atau mungkin jauh lebih kagum dibanding 50 tahun yang lalu, atau bisa jadi malah sebaliknya Minah semakin prihatin.

Dia mungkin makin kagum dengan makin banyaknya gedung-gedung tinggi, tapi dibalik kekagumannya bisa jadi dia prihatin, gedung yang menjulang tinggi-tinggi tapi bila musim hujan tiba jalan-jalan yang melingkari dan melewati gedung-gedung itu digenangi air tinggi-tinggi alias banjir, sehingga penghuni gedung bisa jadi untuk beberapa hari tidak bisa beraktivitas.    Makin prihatin lagi, bila dia melihat dibalik gedung yang tinggi masih terlihat deretan rumah-rumah kumuh, becek,  sesak dan bau sampah yang menyengat.

Minah mungkin semakin bingung, begitu makin banyaknya mobil- mobil mewah berseliweran, memacetkan lalu lintas dan asap knalpon bisa membuat napas sesak, dan dia merasa miris ditengah-tengah kemacetan lalu lintas, berseliweran lah tukang minta-minta menengadahkan tangan meminta belas kasih kepada para pengendara mobil, dengan pakaian compang camping beda jauh dengan pakain yang dikenakan orang-orang yang ada dalam mobil-mobil sedan itu.

Masya Allah, gadis dan jejakanya memang cantik dan tampan,  tapi mereka bukan suami isteri bebas berpelukan ditenah keramaian, bahkan dari balik kaca restaurant sepasang muda-mudi asyik berciuman, oh amboi-amboi.... apakah ini serasa di surga atau neraka.

50 tahun yang lalu memang dari segi phisik kota jakarta jauh lebih megah, tetapi 50 tahun yang lalu berita tentang jakarta banjir nyaris tidak ada, udara juga masih segar, hanya ada satu dua peminta-minta dan pemulung, gadis dan jejakanya masih cukup sopan berprilaku di jalan  dan tidak ada cerita macet, dimana dari Pancoran Kota ke Kebayoran Baru yang asri waktu itu bisa ditempuh dalam bilang menit, sekarang bukan tidak mungkin harus ditempuh dalam hitungan jam.

Mobil mewah banyak, tapi yang berhimpitan di bus kota tidak kalah banyak pula.   Tahun 60 an Minah naik bis kota merk ROBUR tidah harus berhimpitan dan tidak ada kemacetan seperti sekarang, Minah masih bingung, apakah ini yang namanya tanda-tanda kemajuan atau tanda-tanda kehancuran.

Akh, Minah tak perlu waktu berlama-lama di Jakarta, dia berpikir sebaiknya cepat-cepat pulang kedesa, disana masih ada ketenangan.

Tapi Minah tetap Minah, dibalik keprihatinannya dia masih bisa berpesan seperti 50 tahun yang lalu :"Jaga negerimu kawan".

GENDING SRIWIDJAJA / 1958

 

Produksi daerah (Palembang) ini merasa perlu "pasang nama" bintang-bintang Jakarta, seperti Sofia Waldy (W.D.),dan lain-lain. DIAN adalah singkatan dari Dharma Ikatan Artis Nasional.

Cerita di masa gerilya/revolusi fisik ini digambarkan dalam kilas-balik. Melibatkan dua sahabat Rustam (Hanafi RA) dan Guscik (ZS Azlia). Sebagai anggota ABRI, tugas keduanya masih berlanjut sesudah Indonesia berdaulat penuh (1950). Mereka berhasil menggulung komplotan subversif (di pulau Burung) pimpinan Aman (AD Mano).

D.I.A.N.

HANAFI RA (LTN)
IDA D. WATY
Z.S. AZLIA
A.D. MANO
SOFIA WD
TINA MELINDA
W.D. MOCHTAR
S. WALDY

BIOLA / 1957

BIOLA

 
Seorang murid (Arfandi) amat tertekan, lebih-lebih karena dia "anak haram" (judul asli cerita Pramoedya Ananta Toer). Hanya salah seorang gurunya (Frans Harahap) yang mau mengerti dan membantunya.

Digarap oleh penulis-sutradara Waldemar Caerel Hunter alias S Waldy. Para pemain yang terlibat adalah Sofia WD, A Hamid Arief, Arfandi, Wahab Abdi, Piet Pello, WD Mochtar, Pala Manroe BA, Rr Sumiati, Entjen Fatimah, Ellya Chandra, Iskandar Muda, Maya Dewi, Dedeh Rosmawaty, dan F Harahap. Produksi dilakukna oleh Jajasan (Yayasan) Usaha Artis Film atau disingkat JUFA.

Naskahnya diadaptasi dari cerita pendek Pram berjudul Anak Haram, yang terbit dalam buku Cerita dari Blora (1952). Biola berkisah tentang seorang bocah lelaki yang sangat tertekan, terutama karena orang-orang menyebutnya anak haram, yang lahir di luar pernikahan. Hanya sedikit orang yang masih menaruh perhatian kepadanya. Salah satunya adalah seorang guru di sekolah. 

JAJASAN USAHA FILM ARTIS

SOFIA WD
A. HAMID ARIEF
ARFANDI
WAHAB ABDI
ENTJEN FATIMAH
ELLYA CHANDRA
INSKANDAR MUDA
MAYA DEWI
PIET PELLO
DEDEH ROSMAWATY
W.D. MOCHTAR
PALA MANROE

SENEN RAJA / 1954

SENEN RAJA

 
Ismail (Amran S. Mouna) meninggalkan isterinya Sutrisni (Ellya Rosa) di Bekasi untuk pergi mencari nafkah di Jakarta. Biar abangnya, Iskandar (Sukarno M. Noor) mengajak jalan yang melawan hukum, Ismail tetap berusaha di jalan yang benar. Karena uang kiriman Ismail tidak disampaikan oleh Iskandar, Sutrisni pergi menyusul suaminya. Kesulitan saling ketemu menyebabkan Ismail berjumpa dengan Sutrisni telah jadi... isteri Pak Wongso (S. Waldy). Salah paham ini bisa diatasi dan akhirnya Ismail dan Sutrisni kembali bersatu.




ARDJUNA FILM COY
TAN & WONG

AMRAN S. MOUNA
ELLYA ROSA
RD ENDANG
RR SUMIATI
WISJNU MOURADHY
S. WALDY
SUKARNO M. NOOR
W.D. MOCHTAR
RD DADANG ISMAIL
SADIJAH
SUHAIMI
DAMPU AWANG

KALI BRANTAS / 1954

KALI BRANTAS
 MELATI KALI BRANTAS


Kisah diawali dengan pesta pertunangan Hidayat dan Irawani (Rr Sumiati). Diceritakan oleh Irawani tentang Irawan (Rd Endang) dan Sunarti (Sofia Waldy), orangtuanya, yang susah hidupnya. Irawan pergi ke Betawi untuk cari kerja dengan meninggalkan anak-istri. Irawan lupa diri setelah berhasil, padahal ia bekerja pada RM Sunarno, ayah Sunarti alias istrinya. Setelah dewasa Irawani jadi penyanyi dan penari yang digilai Irawan. Hal ini membuat istri barunya mengusir Irawan dari rumah. Irawan kembali jadi pengemis, seperti ketika pertama kali datang ke Jakarta.

TAN & WONG
TJENDRAWASIH

RR SUMIATI
RD ENDAND
SOFIA WD
S. WALDY
W.D. MOCHTAR
MUDJIARAN
ROLDIAH
JOSE LANTUA
A. USMAN
TUTY ASMARA

MUSAFIR KELANA / 1953