Tampilkan postingan dengan label SEJARAH KATA "SINETRON". Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SEJARAH KATA "SINETRON". Tampilkan semua postingan

Kamis, 19 November 2009

SEJARAH KATA "SINETRON"

Sejarah Kata Sinetron
Sinetron adalah akronim dari sinema elektronik, yaitu sandiwara bersambung yang ditayangkan di televisi. Nama ini diberikan oleh Soemardjono, salah satu pendiri Institut Kesenian Jakarta. Dalam bahasa Inggris, sinetron disebut sebagai soap opera, sedangkan dalam bahasa Spanyol disebut telenovela.
 
Sinetron pada umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Perbedaan karakter yang ada di sinetron kemudian menimbulkan konflik yang menjadi bumbu cerita. Konflik ini terus menyebar dan membesar hingga mencapai klimaksnya.
 
Sinetron bermula dari keresahan pembuat film di era 1990-an yang khawatir akan maraknya film-film panas, mistis, laga yang ditayangkan di bioskop. Pada awalnya, film-film tersebut diimbangi dengan plot cerita yang kuat dan bagus. Tetapi lama-kelamaan, film-film tersebut (terutama film panas) hanya menjual unsur seksualitas dan ceritanya semakin tidak bermutu. Pada akhirnya, para pembuat film mulai memproduksi film untuk ditayangkan di televisi. Masyarakat pun menyukai film yang ditayangkan di televisi (selanjutnya disebut sinetron) dan mulai meninggalkan film-film panas di bioskop. Sinetron pertama yang paling sukses adalah Si Doel Anak Sekolahan yang digarap dan dibintangi oleh Rano Karno. Sinetron yang kental akan budaya betawi dan sarat akan nilai moral ini semakin populer karena pada masa itu televisi sudah bukan kebutuhan tersier lagi. Akan tetapi karena semakin banyaknya rumah tangga yang memiliki televisi, membuat sinetron semakin laku dipasaran. Begitu populernya sinetron hingga rumah produksi Multivision pernah sanggup membuat satu sinetron yang tayang selama 6 tahun 11 bulan (1998-2005) sebanyak 356 episode yaitu Tersanjung.
 
Kepopuleran sinetron lama-kelamaan mulai membuat insan perfilman lupa diri dan tidak lagi mengedepankan kekuatan cerita sebagai daya tarik hasil karyanya. Pembuat film sekarang cenderung mencari untung dengan membuat sinetron yang sebetulnya tidak bermutu namun mendapat perhatian dari khalayak luas (karena mampu mengikuti market). Demi memenuhi kebutuhan pasar inilah, para pembuat sinetron tidak segan-segan melakukan berbagai cara, seperti : penjiplakan atau plagiarism dan jalan cerita yang tidak masuk akal.