Tampilkan postingan dengan label SOETOMO GANDASOEBRATA (Soetomo GS) 1953-1992. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SOETOMO GANDASOEBRATA (Soetomo GS) 1953-1992. Tampilkan semua postingan

Jumat, 03 Juli 2020

LAGU UNTUK SERUNI (SONG FOR SERUNI) / 1991

LAGU UNTUK SERUNI

Sutradara: LABBES WIDAR




Film ini cukup baik, padahal ini film pertama Widar, tapi sayang disaat itu film Indonesia mulai mati suri dan akhirnya ia banyak membuat sinetron di TV, sama seperti yang dilakukan pembuat film saat itu ketika film nasional kalah saing dengan monopoli import dari hollywood.

 1992
Unggulan di Festival Film Bandung, Indonesia
Kategori: Sutradara Terpuji
Penghargaan: Penghargaan Terpuji
Pada film: Lagu Untuk Seruni
1991
Unggulan di Festival Film Indonesia, Indonesia
Kategori: Sutradara Terbaik
Penghargaan: Piala Citra
Pada film: Lagu Untuk Seruni

Kisahnya mirip dengan film Amerika Serikat "Kramer vs Kramer". Aria, komponis idealis, bersikap tak mau kompromi, sedang istrinya, Feby (Nia Zulkarnain) memilih berpisah dan meninggalkan anaknya, Seruni (Asteria Dania Mangi). Yang membuat mirip film Amerika tadi adalah adegan Aria dan Seruni dalam kehidupan sehari-hari. Dalam keadaan seperti itu muncul Thiara (Yasni Aziz Wahab), yang ingin jadi penyanyi, tapi kemudian jadi akrab dengan Aria. Feby yang sudah sukses, menuntut Seruni bersatu dengannya, apalagi dia tahu hubungan akrab Aria-Thiara.

P.T. SINEMA UTAMA FILM


NIA ZULKARNAEN
TIO PAKUSADEWO
ASTERIA DANIA MANGI
COK SIMBARA
YASNI AZIZ WAHAB


NEWS
21 Desember 1991
Sebuah intro

Karya pertama Labbes Widar, menggunakan direct sound, menghasilkan Tio sebagai aktor terbaik. LAGU UNTUK SERUNI Pemain: Tio Pakusadewo, Nia Zulkarnaen Skenario: Fani dan Firman Triyadi Sutradara: Labbes Widar Produksi: PT Sinema Utama SATU lagi, jebolan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) unjuk gigi. Sementara Garin Nugroho menghasilkan Cinta dalam Sepotong Roti sebagai film terbaik tahun ini, Labbes Widarkakak kelasnya mengantar Tio Pakusadewo menjadi aktor terbaik pada festival yang sama. Tio berperan sebagai Aryaseorang pencipta lagu, seorang suami bagi Feby (Nia Zulkarnaen), dan seorang ayah bagi Seruni. Labbes mampu menggenjot kemampuan Tio. Dari awal cerita, kita diperkenalkan pada seorang suami- ditinggal istri yang sibuk menyanyiyang bangun pagi, bikin telur ceplok buat sang anak, dan mengantarkannya ke sekolah. Itu semua diterjemahkan melalui gambar sederhana, yang justru menjadi menonjol karena Labbes mampu memperlihatkan keseharian dan kebersahajaan. Tapi, cerita mulai tak jelas juntrungannya ketika hingga paruh pertama kita tak kunjung mengerti, kenapa Feby menolak bertemu anaknya.

Apakah produser kasetnya melarang Feby untuk terlihat umum sebagai penyanyi yang sudah menikah? Atau sutradara ingin mendramatisir keadaan? Seandainya diberikan sedikit saja adegan yang menjelaskan penolakan itu, cerita film ini tidak akan terasa kedodoran. Apalagi, mendadak sontak kemudian, sang ibu ngotot ingin merebut Seruni. Tentu saja penggunaan direct sound yang menyebabkan, antara lain, lahirnya akting yang alami dari para pemain merupakan kekuatan utama film ini. Labbes berhasil menggambarkan ciri khas pasangan muda profesional yang sama-sama ambisius, samasama mencari identitas diri sekaligus belum siap untuk membagi hidup. Lantas akting si kecil Seruni (Yasni Aziz) juga patut diperhitungkan karena tak banyak artis anak-anak Indonesia yang bisa bermain secara alami. Permainan Nia Zulkarnaen cukup menjanjikan, meski belum seimbang dengan Tio. Jika film ini sebuah lagu, Labbes baru menghasilkan sebuah intro yang cukup menarik. LSC

Kamis, 09 Juni 2011

SOETOMO GS (Soetomo Gandasoebrata) 1953-1992


1992
Unggulan di Festival Film Bandung, Indonesia
Kategori: Penata Kamera Terpuji
Penghargaan: Penghargaan Terpuji
Pada film: Lagu untuk Seruni
1991
Pemenang di Festival Film Bandung, Indonesia
Kategori: Fotografi
Penghargaan: Penghargaan Terpuji
Pada film: Langitku Rumahku
1990
Pemenang di Festival Film Indonesia, Indonesia
Kategori: Penata Fotografi Terbaik
Penghargaan: Piala Citra
Pada film: Langitku Rumahku
Unggulan di Festival Film Indonesia, Indonesia
Kategori: Penata Fotografi Terbaik
Penghargaan: Piala Citra
Pada film: Langitku Rumahku
1986
Unggulan di Festival Film Indonesia, Indonesia
Kategori: Tata Kamera Terbaik
Penghargaan: Piala Citra
Pada film: Opera Jakarta
1984
Pemenang di Festival Film Indonesia, Indonesia
Kategori: Tata Kamera Terbaik
Penghargaan: Piala Citra
Pada film: Budak Nafsu (Fatima)
1983
Pemenang di Festival Film Indonesia, Indonesia
Kategori: Tata Kamera Terbaik
Penghargaan: Piala Citra
Pada film: R.A. Kartini

Sempat diajari oleh Pak Tom (panggilan Akrab). Satu keinginan dia yang tidak tercapai ketika ia meninggal juga, yaitu ingin membuat buku tentang Cinematography. Ia hanya berhasil membuat buku diklat tentang Cinematography untuk kuliah saja, yang dimana hanya sedikit masukan dan pemikiran kreatif dia di dalam buku itu. Namnya saja buku diklat kuliah, berarti buku itu berisikan sejumlah teori dasar tentang cinematography dari dasar-dasar yang sudah ada. Sejumlah teori dasar dari international di translatekan dan ditulis ulang dengan bahasa dia agar mahasiswanya mengerti atau mudah dimengerti. BUku itu sangat dasar sekali dari tehnik cinematography yaitu gambar yang bergerak, beberapa sejarah penemuannya. Dan lalu ada sejumlah dasar lighting yang dihubungkan dengan style dan gaya lighting seperti Rembrant dan Carasturo.

Dasarnya ia ingin sekali membuat buku cinematography berdasarkan pengalaman dia selama menjadi cinematographer. Film terakhir yang dia tangani dengan kamera 16mm adalah SuroBuldok Slamet Rahardjo untuk serial TV. Dan setelah itu menggarap serial TV Indosiar dengan judul Jendral Besar Sudirman. Tetapi Pak Tom membuatnya dengan kamera video Betacam. Tetapi tetap baik gambarnya.

Sudah pasti bakal seru bila buku itu berhasil dibuatnya. Tetapi sayang ajal lebih cepat menjemputnya. Dia juga banyak belajar dari FES.Tarigan MA..




Dibalik Film Opera Jakarta Dir Sjuman Djaya
Film ini sangat baik, tetapi terlalu panjang. Tapi banyak shot-shot yang sulit sekali untuk dibuat. Terutama banyaknya shot yang ada di dalam mobil. Ini baik sekali. Saya tidak bisa bayangkan seperti apa sulitnya shoting mereka. Gambarnya juga mendukung mana desa dan mana kota, pergerakan kamera juga baik. Tidak bisa bayangkan seperti apa saat film itu diputar di bioskop yang menggunakan projecktor kuno saat itu. Saya menontonya di projektor yang sudah canggih (milik 21) yang berarti sudah maju, lensanya juga sudah baik. Dan gambar itu baik sekali saya lihat.



Lahir di Surabaya, Jawa Timur, 23 Juni 1926. Pendidikannya di tempuh di SMA (1951), lalu Pendidikan Ahli Film (PFN-UNESCO, 1951-1952). Di awal kemerdekaan (1945 – 1950), Ia bertugas di Bagian V Kementrian Pertahanan. Lalu masuk PFN (kini PPFN).

Karirnya di dunia film dimulai pada tahun 1951, sebagai asisten juru kamera untuk film ‘Si Pintjang’ (1951). Selanjutnya, sebagai asisten juru kamera ia kembali ikut terlibat dalam pembuatan film ‘Rentjong & Surat’ (1953) dan ‘Meratjun Sukma’ (1953). Hingga tahun 1965, ia banyak mengerjakan film berita dan dokumenter. Setelah itu, Aktifitasnya lebih ke film cerita setelah pembuatan ‘Bulu-Bulu Cendrawasih’ (1978).

Setelah belajar di Singapura (1975) dalam hal produksi TV untuk Pendidikan Orang Dewasa, ia aktif di IKJ-LPKJ sebagai pengajar mata kuliah Sinematografi yang di jalaninya sejak tahun 1972. Pada tahun 1976-1979, ia menjabat wakil ketua Akademi Sinematografi IKJ (1976-1979), lalu menjadi Ketua Jurusan Sinematografi (1979-1983), Dekan Fakultas Seni Rupa dan Disain IKJ (1983-1990), serta Dekan Fakultas Film dan TV (1991-1994). Di masa kepemimpinannya, FFTV diterima menjadi anggota Cilect sebuah Asosiasi Sekolah Film dan Televisi Internasional. Ini menjadi bukti bahwa kurikulum pendidikan FFTV IKJ diakui secara Internasional.

Meski telah menjadi akademisi di lingkungan IKJ, namun ia seringkali harus berada diluar kampus sebagai juru kamera. Dari 1977 hingga 1990, ia tercatat telah menjadi juru kamera tak kurang dari 20 film.  Film terakhir yang di tanganinya dengan kamera 16 mm adalah ‘SuroBuldok’ untuk serial TV. Setelah itu ia menggarap serial TV dengan judul ‘Jendral Besar Sudirman’.

Atas peran aktifnya yang besar di film, ia pernah mendapat penghargaan sinematografi terbaik dalam Festival Film Indonesia lewat ‘R.A Kartini’ (FFI 1983), ‘Budak Nafsu’ (FFI 1984) dan ‘Langitku Rumahku’ (FFI 1991). Selain itu namanya juga pernah masuk dalam nominasi sinematografi terbaik lewat ‘Opera Jakarta’ (FFI 1986). Mantan Anggota Dewan Film Nasional (1991-1994) dan Anggota LSF sejak 1995 ini, juga pernah mendapat Penghargaan Kesetiaan Profesi 1991, hadiah Usmar Ismail dari Dewan Film Nasional (1992), Penghargaan Festival Film Bandung (1991) sebagai Penata kamera Terpuji lewat film ‘Langitku Rumahku’  dan Penghargaan Festival Film Bandung (1992) sebagai Penata Kamera Terpuji lewat ‘Lagu Untuk Seruni’.

Seniman film yang juga seorang akademisi ini, wafat pada tahun 1998, di usia 71 tahun.

Pendidikan :
SMA (1951),
Pendidikan Ahli Film
(PFN-UNESCO, 1951-1952),
Belajar produksi TV untuk Pendidikan Orang Dewasa di Singapura (1975)

Karier :
Pengajar Sinematografi IKJ (1972 s/d 1994),

Penghargaan :
Sinematografi terbaik melalui film R.A Kartini (FFI 1983),
Sinematografi terbaik melalui film Budak Nafsu (FFI 1984), Sinematografi terbaik melalui film Langitku Rumahku
(FFI 1991),
Penghargaan Kesetiaan Profesi (1991)
Hadiah Usmar Ismail dari Dewan Film Nasiona (1992)
Penghargaan Festival Film Bandung sebagai Penata kamera Terpuji melalui film Langitku Rumahku (1991),
 Penghargaan Festival Film Bandung sebagai Penata Kamera Terpuji melalui film Lagu Untuk Seruni (1992)

SEPASANG MERPATI1979CHAERUL UMAM
Director Of Photography
LAGU UNTUK SERUNI1991LABBES WIDAR
Director Of Photography
PELANGI DI NUSA LAUT1992M.T. RISYAF
Director Of Photography
DONAT PAHLAWAN PANDIR1977M. ABNAR ROMLI
Director Of Photography
PENJEBERANGAN1963GATUT KUSUMO
Director Of Photography
RATAPAN ANAK TIRI II1980SANDY SUWARDI HASSAN
Director Of Photography
LANGITKU RUMAHKU1989SLAMET RAHARDJO
Director Of Photography
KERIKIL-KERIKIL TAJAM1984SJUMAN DJAYA
Director Of Photography
TELAGA AIR MATA1986CHRIST HELWELDERY
Director Of Photography
BAYI TABUNG1988NURHADIE IRAWAN
Director Of Photography
BUDAK NAFSU1983SJUMAN DJAYA
Director Of Photography
OPERA JAKARTA1986SJUMAN DJAYA
Director Of Photography
RENTJONG DAN SURAT1953BASUKI EFFENDI
Director Of Photography
PERWIRA DAN KSATRIA1990NORMAN BENNY
Director Of Photography
R.A. KARTINI1983SJUMAN DJAYA
Director Of Photography
RINI TOMBOY1991NOTO BAGASKORO
Director Of Photography
MELATI HITAM1978FRED WETIK
Director Of Photography
DI UJUNG MALAM1979NICO PELAMONIA
Director Of Photography
SENJA DI PULO PUTIH1978FRED WETIK
Director Of Photography
JARINGAN ANTAR BENUA1978FRED WETIK
Director Of Photography
DR. KARMILA1981NICO PELAMONIA
Director Of Photography
SANG PEMBELA190DENNY HW
Director Of Photography.

RINI TOMBOY / 1991



Adaptasi dari naskah sandiwara radio berjudul sama. Film ini dikerjakan oleh mahasiswa, dosen dan alumnus IKJ bekerja sama dengan pemasok bahan baku film Kodak dan PPFN. Maksudnya untuk memberi kesempatan kepada mahasiswa dan alumnus IKJ.

Film ini ingin mengungkapkan kehidupan remaja dari sudut remaja itu sendiri, sambil memberontaki dunia orang dewasa. Susan (Nunu Datau), Dody (Adjie Massaid) dan Rini (Cornelia Agatha) adalah siswa SMA 2000 yang secara tak sadar membentuk sebuah gang. Kegiatan para remaja ini, baik di sekolah, liburan maupun jalan-jalan mewarnai film. Fokus kisah pada tokoh Rini yang mendapat julukan tomboy, karena sikapnya yang kelelakian, di samping juga dia jago karate dan bersikap bak jagoan seperti dialami dalam mimpinya. Meski anak orang berada, pergaulan Rini dengan orang-orang miskin tetap jalan. Pokoknya, dia adalah tokoh ideal. Dia juga menaruh simpati pada Samil (Tio Pakusadewo), anak kalangan kurang berada, dan agak berantakan hidupnya. Pergaulannya terakhir ini yang membuat ricuh dengan kawan-kawan gangnya. Para pembuat film ini tampaknya ingin berlatih membuat bermacam adegan: drama, laga dsb. Mereka ingin membuktikan ada cara lain membuat film. Sayang usaha itu tidak didukung oleh cerita yang baik dan kuat.

P.T. CAMILA INTERNUSA FILM

FULL MOVIE

https://youtu.be/rwGqhPcrudI

Bambang Supriyadi - Emil G.Hamp - Noto Bagaskoro

PENJEBERANGAN / 1963


Sutradara: GATUT KUSUMO
Di awal 1949 sepasukan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) Jawa Timur mendapatkan tugas bersama Tentara Republik Indonesia (TRI, kemudian TNI) untuk membawa meriam "Banteng Blorok" dari Trenggalek. Penyeberangan melintasi kali Brantas itu mengalami berbagai hambatan. Intaian mata-mata musuh, serangan pasukan Belanda dan lain-lain. Setelah menyebabkan jatuhnya beberapa korban, akhirnya "Banteng Blorok" itu berhasil diseberangkan. Untuk selanjutnya dibawa ke tempat, di mana meriam tersebut dimanfaatkan untuk menggempur musuh di kota Malang. Kisah disajikan lewat tokoh Sampurno (Wahab Abdi) dan Puji (Ismed M. Noor), anggota TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar), yang ditugaskan memberi tahu dan menjemput meriam tersebut. Lewat dua tokoh ini situasi sosial zaman itu tampil, termasuk pikiran-pikiran tentang kepahlawanan, revolusi dll. Di akhir film dilukiskan bagaimana dua prajurit yang sok gagah itu, terkencing-kencing saat menghadapi pertempuran sesungguhnya. Keduanya tewas.

STUPA FILM

ISMED M. NOOR
WAHAB ABDI
RIMA MELATI
USBANDA
SRI REDJEKI
SARI NARULITA
SATYAGRAHA HOERIP
KEIKO TAKEUCHI
TINA TAURINA
GUSTI PUTU ARYA
BOEDI SR
FRITZ G. SCHADT