Tampilkan postingan dengan label SUZANNA 1958-2008. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SUZANNA 1958-2008. Tampilkan semua postingan

Minggu, 05 Juli 2020

PENANGGALAN / 1967

THE HEADLESS TERROR

Film Indonesia-Malysia.
Sutradara India: TULSI RAMSAY
NI TIEN adalah bintang film Hongkong



RAPI FILMS
SKOP PRODUCTIONS SDN. BHD.

Kamis, 24 Februari 2011

SUZANNA, LEGEND BINTANG PANAS HINGGA IKON HOROR




1982
Unggulan di Festival Film Indonesia, Indonesia
Kategori: Pemeran Utama Wanita
Penghargaan: Piala Citra
Pada film: Ratu Ilmu Hitam
1979
Unggulan di Festival Film Indonesia, Indonesia
Kategori: Pemeran Utama Wanita Terbaik
Penghargaan: Piala Citra
Pada film: Pulau Cinta
1972
Pemenang di Aktor-Aktris Terbaik PWI, Indonesia
Kategori: Runner Up 4 Aktris
Penghargaan: Penghargaan
Pada film: Air Mata Kekasih (Lover's Tears)
1971
Pemenang di Aktor-Aktris Terbaik PWI, Indonesia
Kategori: Runner Up 1 Aktris
Penghargaan: Penghargaan
Pada film: Bernafas dalam Lumpur

Banyak filmmaker kita yang membuat film horor saat ini. Tetapi mereka bingung untuk gandre film horor yang akan mereka buat itu. Karena terlalu banyaknya film dalam bentuk DVD yang beredar, maka mereka memilih untuk membuat film horor yang lagi-lgi mengikuti korea-jepang-thailand.

Sehingga semakin hilanglah budaya atau ciri khas film Indonesia sendiri. Sebenarnya mereka menginginkan hal itu adalah semata-mata biar tampak keren saja, biar tampak beda dengan film horor Indonesia yang pernah ada, oleh karena itu korea-jepang-Thailand adalah baik untuk diikuti, karena yah,...pasti beda dengan film horo indonesia yang pernah ada. Padahal ada film Horor Indonesia yang sudah memiliki ciri khas, dan juga sayang untuk di Tinggalkan. Banyak yang bilang hantu Indonesia jauh lebih serem dari pada Jepang-Korea-Thailand. Jawaban saya,...iya memang serem. Tapi apakah si pembuat filmnya sendiri mampu membuat film yang serem, dan berkwalitas.

Permasalahannya bukan pada serem apa tidak, tetapi mampu apa tidak, percaya apa tidak bahwa hantu Indonesia jauh lebih serem dari pada hantu manca negara lainnya.??? SUZZANA,adalah contoh film horor yang paling unik, dan belum pernah ada sebelumnya, walaupun dari negara manapun. Hantu Suzaana adalah semacam super herro. Mungkin ini imajinasi dari si pembuatnya saat itu. Karena hantu yang bisa melakukan hal apa saja yang di luar orang normal. Bahkan jauh lebih hebat dari pada superman, dia mampu tembus tembok, terbang dan lainya. Hantu suzzana super hero ini semacam membasmi kejahatan. Dari ceritanya yang ada penjahat merampok rumahnya, membunuh anak dan suaminya dan juga memperkosa suzzana dan juga membuang mayat suzzana, menjadi kan suzzana hantu yang siap menumpas kejahatan/ balas dendam.

Hanya penjahat itu yang dia takuti, dan dia dendam dan inginkan mati. Bahkan dialoq hantu suzzana membawa kebajikan, contohnya beberapa adegan yang pemunculan hantu suzzana diantara orang yang melakukan kejahatan atau perusakan atau hal yang tidak baik. Contoh dukun bokir sangat sering dihadirka sebagai dukun penipu, kerapkali suzzana muncul untuk memberitahukan hal yang baik pada dukun bokir. Kalimat yang paling sering muncul adalah, "Jangan kau melakukan kejahatan, jangan kau merusak, jangan kau mencelakakan orang.". Bahkan dalam ceritannya, penjahat itu adalah penjahat yang paling sadis, istilahnya sindikat lah. Yang dimana polisi saja berusaha menumpasnya. Sering kali di akhir cerita ketika suzzana selesai membunuh para penjahat itu, polisi datang bersama kiayai. Karena hantu yang membunuh tidak tersentuh oleh hukum negara, maka polisi itu hanya mengurus penjahat yang ditumpas oleh suzzana, namun peran kiayai yang datang bersama polisi adalah bagian menyelesaikan persoalan suzzana agar ia bisa tenang di-alamnya itu., Kiayi inilah yang menyelesaikan hal tersebut.

Jadi ini sangat menarik, dimana hantu menumpas kejahatan. Dan juga manfaat penonton yang didapat adalah, agar ketika melakukan kejahatan, bisa berfikir panjang. Kalau seandainya yang mereka bunuh itu nantinya menjadi tuntut balas dendam menjadi hantu bergentayangan. SEhingga diharapkan orang akan takut melakukan pembunuhan terhadap orang lain. Ini sangat menarik pesannya. Dan juga format hantu itu sendiri yang menjadi super herro. Film Perjanjian Dimalam Keramat adalah film terakhirnya. Suzanna setelah film terakhirnya pada tahun 1991 (Perjanjian di Malam Keramat), berhenti muncul dalam film Indonesia. Saat itu ia dikenal sebagai ratu film horor. Hanya sedikit penonton film yang tahu bahwa Suzanna adalah aktor yang cukup banyak menerima penghargaan dalam berbagai peran yang tak tanggung-tanggung ragamnya. Pada awal karirnya sebagai aktor, Suzanna menerima penghargaan sebagai aktris cilik terbaik dalam film Asrama Dara (1958). Penghargaan ini tidak hanya ia terima dari Festival Film Indonesia 1960, tapi juga dari Festival Film Asia pada tahun yang sama. Dalam film drama seperti Asrama Dara yang disutradari Usmar Ismail, ia membawakan peran Ina, gadis remaja yang menghadapi perpisahan ayah dan ibunya. Sejauh penelusuran saya, ia adalah aktor anak pertama dari Indonesia yang pernah memenangkan penghargaan nasional dan internasional sekaligus melalui film yang sama.

Melalui Bernafas dalam Lumpur (1970) arahan sutradara Turino Djunaidy ia menerima penghargaan Runner Up I aktris terbaik versi Persatuan Wartawan Indonesia (1970-1971). Dalam film ini ia berperan sebagai perempuan desa yang berangkat ke kota dan terjebak kehidupan keras di kota. Film ini sempat dilarang diputar oleh Kodim Bandung karena penggunaan kata-kata kasar di dalamnya. Melalui film ini citra Suzanna berubah seiring pertambahan usianya, dari aktris cilik ia menjadi salah satu simbol erotisme perempuan dalam film Indonesia. Meskipun sudah bermain dalam film horor sejak tahun 1971, karir Suzanna sebagai bintang cerita hantu baru dikukuhkan pada tahun 1980-an. Kisah-kisah seram yang dimainkannya, seperti yang diingatkan seorang kawan kepada saya, selalu saja punya basis legenda lokal. Karenanya peran apapun yang dibawakan Suzanna, baik sebagai Ratu Kidul, Calon Arang maupun Nyai Blorong – dengan mudah meresap ke dalam ingatan penonton sebagai hantu perempuan yang selalu meremangkan bulu kuduk. Untuk perannya dalam Ratu Ilmu Hitam (1981), Suzanna menjadi salah satu Unggulan FFI 1982 untuk pemeran utama wanita. Menjelang kembalinya Suzanna ke dunia film Indonesia, ada baiknya kita tinjau lagi karir aktris ini. Ia barangkali satu di antara sedikit sekali aktris Indonesia yang mampu menguasai ingatan penonton dengan peran apapun dan citra apapun yang ia tampilkan.



Suzanna 1958
SUATU hari di tahun 1958, seorang gadis cantik, baru 15 tahun, ikut kontes "Tiga Dara" yang audisinya ditangani sineas besar Usmar Ismail. Seperti kepada peserta audisi lain, Usmar meminta gadis itu memeragakan adegan bertelepon. Ia terlihat gugup dan tak bisa menyelesaikan adegan dengan baik. Maklum, sebelum itu ia sama sekali tak pernah memegang gagang telepon, apa lagi bertelepon.

Merasa gagal, si cantik patah arang dan menganggap telah kehilangan kesempatan. Namun di luar dugaan, Usmar Ismail justru meloloskannya. Intuisi Usmar mengatakan, di balik keluguannya, gadis itu menyimpan potensi besar. Terlebih, ia sebelumnya sudah punya pengalaman berakting dalam film "The Long March" yang diproduksi pada 1950. Sebuah peran dalam Asmara Dara pun didapat. Dan di bawah besutan Usmar Ismail, gadis bernama Suzanna Martha Frederika van Osch itu berhasil menampilkan kemampuan aktingnya secara optimal. Tak tanggung-tanggung, atas perannya sebagai Ina di Asmara Dara, ia beroleh penghargaan The Best Child Actrees pada Festival Film Asia di Tokyo pada 1960. Selain itu juga menjadi pemain harapan pada FFI 1960. Inilah untuk kali pertama, seorang aktor anak pertama Indonesia yang pernah memenangkan penghargaan nasional dan internasional sekaligus melalui film yang sama. Sukses dalam Asmara Dara, Suzanna yang dijuluki ”The Next Indriati Iskak” itu lantas membintangi sejumlah film bergenre drama, seperti Bertamasja (1959), Mira (1961) Antara Timur dan Barat, Aku Hanja Bajangan (1963), Segenggam Tanah Perbatasan (1965), Suzie (1966), dan Penanggalan (1967). Kendati demikian, film-film itu tak melambungkan namanya. Terangkat Baru pada Bernapas dalam Lumpur (1970), popularitas Suzanna terangkat. Dalam film gubahan sutradara Turino Djunaidy dari sebuah novelet berjudul Berenang dalam Lumpur karya Zainal Abdi itu, Suzanna berperan sebagai pelacur. Nah, di situlah ia harus beradegan panas. Atas aktingnya di film ini, Suzanna menerima penghargaan Runner Up I aktris terbaik versi Persatuan Wartawan Indonesia (1970-1971). Drama, seks, dan misteri menjadi tren perfilman era 1970-1980-an.

Di situlah, Suzanna sebagai bintang papan atas, memainkan peran yang lebih luas. Tahun 1971 ia bermain dalam film horor Beranak dalam Kubur. Sejak 1980, Suzanna lebih banyak bermain dalam film horor yang dibungkus kisah mitos dan legenda. Taruh misal, Sundel Bolong, Ratu Ilmu Hitam (1981), Nyi Blorong (1982), Nyi Ageng Ratu Pemikat, Perkawinan Nyi Blorong (1983), Telaga Angker (1984), Ratu Sakti Calon Arang, Bangunnya Nyi Roro Kidul (1985), Malam Jumat Kliwon, Petualangan Cinta Nyi Blorong (1986), Santet, Ratu Buaya Putih, Malam Satu Suro (1988), Wanita Harimau (1989), Pusaka Penyebar Maut, Titisan Dewi Ular (1990), Perjanjian di Malam Keramat (1991), dan Ajian Ratu Laut Kidul (1991). Selain layar lebar, Suzanna juga membintangi beberapa sinetron bergenre serupa. Antara lain Selma dan Ular Siluman. Demikian sering ia bermain di film misteri hingga masyarakat menjulukinya Ratu Film Horor Indonesia. Jejuluk ini amat melekat. Alhasil sosok perempuan berdarah campuran Jerman, Belanda, Manado, dan Jawa itu identik dengan peran-peran yang dimainkannya, seperti sundel bolong, Nyi Roro Kidul, kuntilanak, atau Nyi Blorong.


Suzanna, Legenda dari "Asrama Dara"
Rabu, 22 Oktober 2008 , 18:43:00

BINTANG legendaris perfilman nasional itu telah tiada. Rabu (15/10) malam, Suzanna pergi ke alam keabadian di Magelang. Namun, kepergian aktris bernama lengkap Suzanna Martha Frederika van Osch itu, tak akan mengubur reputasinya dalam perjalanan panjang riwayat perfilman di negeri ini.

Tentu saja karena Suzanna jadi sebuah nama fenomenal, yang popularitasnya menembus batas generasi. Tak hanya konsumen film tempo dulu di putaran tahun 1960-an, remaja masa kini pun masih sempat mengenali pamornya di film "Hantu Ambulance" (2008). Film terakhir yang "memanjangkan umur" kemashurannya!

Semua orang kenal Suzanna. Kondisi ini tercipta, dimungkinkan, terdukung dengan penayangan ulang sejumlah film legenda misteri di layar kaca, yang menampilkan artis kelahiran Bogor 13 Oktober 1942 itu. Memang, Suzanna pernah jadi "cap dagang film laris" untuk lakon hantu-hantuan Indonesia.

Sosok almarhumah lalu identik dengan perwajahan film horor dan mistik, sejak film "Sundel Bolong" (1981) karya almarhum Sisworo Gautama, sukses merebut pasar film nasional. Formula mistik ini yang menderaskan penampilannya dalam banyak film lain, seperti film "Nyi Blorong", "Perkawinan Nyi Blorong", "Malam Jumat Kliwon", "Ratu Ilmu Hitam", maupun "Nyi Ageng Mangir".

Terlebih, karena kekuatan pasar film, Suzanna mendapat pengakuan FFI (Festival Film Indonesia) 1983 di Medan, yang menganugerahkan Piala Antemas untuk film "Nyi Blorong", lambang film terlaris sepanjang tahun 1982. Itu pula yang menguatkan jaminan sukses komersial, untuk pemasaran film bermuatan legenda populer "Ratu Pantai Selatan" dan "Sangkuriang". Lalu, Suzanna bagai wujud lain Dayang Sumbi dari cerita rakyat Jawa Barat itu. Dalam kehidupan sebenarnya, "Sang Puteri" tak lagi kuasa memadamkan api cinta Sangkuriang, yang diketahui sebagai anak kandungnya.

Saat berstatus janda aktor film almarhum Dicky Suprapto, Suzanna pelakon Dayang Sumbi dalam "Sangkuriang" menikah dengan Clift Sangra pemeran Sangkuriang, yang usianya terpaut jauh, seumpama ibu dan anak. Mereka menjalani kebersamaan hidup, hingga kematian datang memisah keduanya.

Apa pun kenyataan di balik layar keartisan, Suzanna memang seorang pelaku legenda perfilman nasional, yang turut mengantar kelangsungan dunia film sejak tahun 1958 hingga kondisi kekinian. Kemenangan juara kedua dalam kontes film "Tiga Dara" di Magelang, dan "Delapan Pendjuru Angin" di Yogyakarta, membawa Suzanna bermain film "Asrama Dara" karya almarhum Usmar Ismail.

Kehadiran belia enam belas tahun itu, bersambut sukses gemilang. Film penapak kepopuleran "Tiga Dara" berbintangkan Chitra Dewi, Mieke Widjaya, dan Indriati Iskak itu, melambungkan Suzanna sebagai Aktris Harapan Terbaik di Pekan Apresiasi Film Indonesia 1960, arena festival film kedua setelah tahun 1955. Pamor Suzanna mengemuka di tengah sukses almarhum Soekarno M. Noer dan almarhumah Farida Aryani, Aktor dan Aktris Terbaik dari film "Anakku Sajang" karya Liliek Sujio. Bahkan, "Asrama Dara" menobatkan pula Suzanna sebagai The Best Child Actress di pentas FFA (Festival Film Asia) 1960.

Beralasan, walau iklim produksi perfilman nasional masih terlindung mega mendung, namun sepanjang enam tahun sampai 1966, Suzanna tampil saban tahun. Film-filmnya bertitel "Mira" dan "Bertamasya" karya M. Sharieffudin A. Lalu, film "Gara-Garamu" (Fred Young), "Antara Timur dan Barat" (Turino Junaedi), "Segenggam Tanah Perbatasan" (Djamal Halputra), dan "Suzie" (judul film dengan nama akrab keseharian sang bintang) karya Liliek Sujio.

Kelangsungan karier filmnya yang biasa-biasa itu, seketika sontak jadi luar biasa, manakala Suzanna berani tampil beda di film "Bernapas Dalam Lumpur" karya Turino Junaedi. Itu tergelar empat tahun setelah absen bermain film! Terbukti, film tentang pelacur dari novel populer Zainal Abdi itu, mampu membangunkan pamor film nasional tahun 1970, dari panjangnya kemuraman pasar.

Formula seks ramuan "Bernapas Dalam Lumpur" mencapai takaran film box office. Film "panas" yang menghebohkan dengan keberanian Suzanna beradegan ranjang, dihargai sebagai legenda perfilman Indonesia. Tampilan "formula baru" filmnya memanggang film nasional, dengan perdagangan adegan panas. Reputasi Suzanna pun menguat sebagai "bintang panas" terlaris.

Sejumlah film lainnya seperti "Tuan Tanah Kedawung" (1971), "Air Mata Kekasih" (1971), "Beranak Dalam Kubur" (1972), "Bumi Makin Panas" (1973), "Ratapan dan Rintihan" (1974), maupun "Nafsu Gila" (1974), menggetarkan pasar film dalam negeri. Tapi, Suzanna bukan sekadar "bintang ranjang" tanpa pujian.

Dalam jaringan "aktris terbaik" di pentas The Best Actor/Actress versi PWI Jaya Seksi Film 1970, almarhumah bergelar Aktris Harapan Terbaik I melalui film "Bernapas Dalam Lumpur". Satu tingkat di bawah Rima Melati (film "Noda tak Berampun"), namun mengungguli Chitra Dewi (film "Nyi Ronggeng"), Widyawati (film "Hidup Cinta dan Air Mata"), dan Mieke Widjaya (film "The Big Village").

Saat Lenny Marlina berjaya atas film "Biarlah Aku Pergi" (1971), Suzanna terempas ke peringkat "Aktris Harapan Terbaik IV" (film "Air Mata Kekasih"). Itu tak memudarkan pamornya. Justru Suzanna melalui film "Ratu Ilmu Hitam" terjaring ke dalam nominasi Pemeran Utama Wanita Terbaik FFI 1982 Jakarta, membayangi sukses Jenny Rachman (film "Gadis Marathon"). Kharisma keartisan Suzanna seakan tak pernah lekang. Predikat "bintang panas", tak terpadamkan kehadiran artis lainnya, yang jauh lebih muda. Di musim tema mistik dan horor berjaya, gelar "ratu horor" masih juga berharga menjadi cap dagang film laris. Pamor Suzanna yang cantik dan seksi tiada duanya. Totalitas pemeranan yang terkadang panas, masih belum lagi tergantikan. Dunia film nasional kehilangan...***



17 Februari 2003

Seperti film-filmya, Suzanna menyimpan enigma. Jejak panjang sudah diukirnya di jagat film mistik, seram yang menggedor nyali penonton. Beranak dalam Kubur, Bernapas dalam Lumpur, Sundel Bolong, Nyi Blorong, Bangunnya Nyai Roro Kidul, Ratu Ilmu Hitam, juga Santet, telah mengukuhkan posisinya sebagai "Ratu Horor".

Tetapi bukan film misteri itu saja yang membuat sosoknya menarik ditelusuri; kehidupan pribadinya yang tragis dan penuh warna—perkawinannya pertama dengan Dicky Suprapto yang runtuh; tewasnya putranya yang tampan, Ari, dan perkawinan keduanya dengan Cliff Sangra—akhirnya membuat Ratu Enigma ini semakin masuk ke dalam sebuah sel kehidupan yang tertutup. Tak mengherankan jika wartawan adalah makhluk yang tak mudah masuk dalam lingkar hidupnya.

Pembalasan Ratu Pantai Selatan, akhir 1992, adalah film layar lebar terakhir yang dibintangi Suzanna. Lalu, seiring dengan sekaratnya industri film lokal, pamor bintang berkulit seputih pualam ini seakan ikut tenggelam. Baru dua tahun lalu Suzanna kembali turun gelanggang. Sinetron Misteri Sebuah Guci atau Misteri Nyai Walet tak ubahnya sebagai proklamasi kembalinya sang ratu.

Uniknya, kehidupan ratu yang tetap cantik di usia 60 tahun ini relatif jauh dari hiruk-pikuk panggung selebriti. Perempuan kelahiran Bogor ini tak pernah jadi obyek berita tayangan infotainment di televisi swasta yang membanjir belakangan ini. Kehidupan rumah tangga artis yang bersuami aktor Cliff Sangra ini juga aman dari gempuran gosip. Kabarnya, itu semua karena Suzanna—lebih akrab dipanggil Mbak Suzie—memang sengaja tak mau obral diwawancarai wartawan. Wawancara dilakukan amat selektif, dengan menghitung hari baik dan bulan baik menurut peruntungan Suzanna.

Tim TEMPO juga tak mudah menemui Suzanna. Dua wartawan, Ecep S. Yasa dan L.N. Idayanie, berhari-hari nongkrong menunggu datangnya "hari baik" Mbak Suzie. Keduanya silih berganti menyambangi rumah sang bintang di Kebon Dalem, Magelang, kota kecil di Jawa Tengah. Tak berhasil di sini, TEMPO mencoba menjumpai Suzanna di vilanya yang sejuk di Kopeng, Salatiga, Jawa Tengah. Tetap gagal.

Akhirnya, hari baik pun tiba. Melalui budi baik sang suami, Cliff Sangra, sang ratu yang jelita dengan nama asli Suzzanna Martha Frederika van Osch Boyoh ini bersedia diwawancarai TEMPO melalui surat elektronik. Berikut ini kutipan wawancaranya.

Hingga kini, Anda adalah bintang film misteri yang tak tertandingi di negeri ini. Bisakah Anda mengisahkan awal mula perjalanan karier sebagai bintang film?

Saya pertama kali diorbitkan oleh sutradara Usmar Ismail dalam film Asrama Dara (1958). Ini film pertama saya, masih black & white, yang paling berkesan. Saya langsung mendapat penghargaan Best Child Actress in Asia di Tokyo pada 1960.

Anda sempat membintangi beberapa film drama sebelum banting setir ke film horor. Adakah alasan khusus?
Sederhana saja. Saya jenuh bermain film drama dan kepingin bermain film horor. Beranak dalam Kubur, 1971, adalah film horor saya yang pertama dan mencapai sukses luar biasa. Jadi box office. Ketagihan, deh. Tema-tema horor langsung digemari penonton Indonesia pada waktu itu. Sekitar 14 film horor yang saya bintangi sukses besar.

Sejumlah media menjuluki Anda sebagai "Ratu Horor" yang tak tertandingi, bahkan sampai kini. Ada komentar?
Terima kasih. Saya bersyukur telah bisa menghibur dan menakut-nakuti Anda semua selama ini. Tapi jangan takut beneran. Wong, saya ini paling seneng disayang, dan saya juga sayang sama Anda.

Dari sisi cerita, bagaimana Anda menilai film horor kita pada 1980-an dan 1990-an?
Sebetulnya film horor kita dulu lebih seram karena temanya lebih sederhana, diceritakan dengan gaya sederhana, dan pas juga (dengan keinginan pasar—Red.), karena belum banyak saingannya.

Tapi banyak juga kritik, film horor kita di tahun 1990-an kental bermuatan seks, dengan alur cerita yang gampang ditebak. Apa yang salah menurut Anda?
Sebetulnya tidak ada yang salah. Ada penonton yang senang film horor yang tegang menakutkan dari awal sampai akhir. Ada juga penonton yang suka ditakut-takutin tapi juga mau dihibur dengan adegan seks. Dan, produser film sangat jeli akan hal itu, sehingga jadilah film yang sesuai dengan keinginan penonton.

Anda sekarang beralih pada sinetron televisi. Apa yang membedakannya dengan film layar lebar?
Saya bermain sinetron tetap dengan serius. Hanya, memang sinetron lebih santai ketimbang film. Ada waktu untuk break, istirahat. Kalau bikin film, kita bisa begadang terus selama 3-4 bulan, syuting sore pulang subuh, syuting pagi pulang pagi.

Di tengah tren sinetron horor saat ini, apakah Anda kebanjiran tawaran?
Bukannya mau menyombongkan diri, tetapi sudah puluhan tawaran sinetron bertema horor yang saya tolak. Saya tidak peduli honornya selangit untuk ukuran artis Indonesia. Saya hanya membintangi Misteri Sebuah Guci dan Selma dan Ular Siluman, yang keduanya punya unsur keanehan yang menarik. Syuting sinetron Selma sedang berlangsung dan ini saya bintangi bersama Cliff.

Mengapa Anda menolak main di sinetron?
Sudah terlalu banyak sinetron dengan tema horor yang ditayangkan di televisi setiap hari. Kesannya, tontonan itu sekadar seram, pokoknya nakutin. Akhirnya, penonton mengeluh jenuh. Ceritanya dicomot dari situ, ditambah dari sini, alur ceritanya hampir sama, hanya berbeda artis dan lokasi syuting. Itulah sebabnya saya tidak mau lagi main sinetron horor.

Ada keinginan tertentu di dunia akting?
Saya ingin berakting lagi dalam film-film drama yang bagus alur ceritanya. Toh, sebenarnya saya beranjak ke dunia film dengan diawali bermain dalam cerita drama.

Adakah pengalaman buruk selama Anda syuting film horor?
Tidak ada pengalaman buruk. Hantu-hantu kan sebetulnya takut pada manusia. Kita saja yang sering ngeri duluan. Tapi, memang ada banyak kejadian luar biasa yang membuat saya terperangah. Kalau diceritakan tersendiri, kejadian-kejadian ini bisa mencapai 500 episode.

Apa contohnya?
Saat pembuatan film Beranak dalam Kubur dengan lokasi syuting tanah pekuburan Bergota, Semarang.
Lubang kubur yang sedianya digali untuk kepentingan syuting ternyata diisi dengan jenazah orang yang meninggal pada hari itu. Jadilah kru menggali lubang baru tepat di sebelah kuburan yang baru itu. Saat syuting, para kru kamera berseru, "Mbak, kain kafan kuburan itu goyang-goyang, lo." Karena saya sedang konsentrasi, saya tidak menanggapi komentar-komentar seperti ini. Terus in action.

Malam makin larut. Saya harus melakukan adegan tidur bersebelahan dengan mayat yang kain kafannya menempel di badan saya. Lalu, saya pun ditimbuni tanah, mata tertutup rapat, sunyi, gelap-gulita di dalam kubur.

Saat itu, meskipun kami sudah berdoa dan melakukan selamatan minta izin, benar-benar terasa ada yang menggelitik kaki saya. Cacing tanah lagi iseng, pikir saya. Tapi, lalu siapa pula yang mengusap-usap telinga dan tangan saya? Hi….

Saya tidak menceritakan apa yang saya alami pada teman-teman kru. Kasihan, nanti pada takut dan bisa break, deh. Yang penting kami semua selamat dan syutingnya sukses.

Ada alasan khusus kenapa Anda memilih tinggal di Magelang? Sengaja menyepi dari keriuhan Jakarta agar bisa lebih menghayati peran-peran misteri?
Ah, tidak juga. Sebetulnya saya ini pulang kampung. Nenek-moyang saya turun-temurun, sudah sekitar 150 tahun, tinggal di sini, dan sekarang anak-cicitnya sudah tersebar ke lima benua.

Ini juga karena permintaan saudara-saudara yang kangen. Dulu, sewaktu sibuk main film, banyak saudara dan sahabat saya yang jengkel karena saya begitu susah ditemui. Akhirnya saya kembali ke sini bersama Cliff. Kadang kami mendaki gunung, berkebun, dan bertani kecil-kecilan.

Capek memang, harus bolak-balik Jakarta-Magelang. Tapi capek ndak perlu dirasain. Yang penting happy.


24 September 1977
"KETIKA kami dalam kemelut dulu, kami punya rencana bunuh diri bertiga. Kamar sudah kami siram dengan bensin. Saya sudah siap dengan pistol dames. Tapi Arie tiba-tiba berkata: "Jangan mama, kita tidak boleh mati. Saya tidak mau mati, saya belum bisa membalas kebaikan mama. Arie belum membahagiakan mama." Ini cerita Suzanna, aktris termahal untuk Indonesia, kepada wartawan Benta Buana dalam perjalanan di mobil.

Waktu itu mereka dari RS Pertamina ke rumah, setelah usaha untuk menolong nyawa Arie Adrianus Suprapto tidak berhasil. Arie, selesai dari SMP Pangudi Luhur, enggan melanjutkan sekolah. Bukan berarti menganggur total. Dia gemar kerja bengkel. Motornya Yamaha selalu di tanganinya sendiri. Juga mengisi acara 'Arena Remaja' di Radio Amigos. Bisa mencapai semester ke-V untuk kursus musik di LPKJ, dan ibunya bahkan berniat mengirimnya ke Amsterdam, Belanda, untuk belajar lebih dalam tentang musik. Kamis 8 September malam, Arie pergi ke rumah temannya wanita, Wiwiek. Kepada Wiwiek Arie memberikan sajaknya: "Seorang pemabuk berjalan dengan langkah gontai/Ia sedang dilanda duka/Tiada kata tiada sapa/Ia mati tak tersangka." Sekitar jam 01.30 malam yang sama, di depan rumahnya, Arie dikeroyok - orang pemuda. Teman Arie bisa selamat, tapi Arie ketusuk dari lambung hingga tenggorokan. Jam 0.04 pagi, dia meninggal. Arie banyak teman. Bergaul tanpa pandang kelas (bahkan tukang parkir, tukang rokok, turut melawatnya). Di rumahnya ada lapangan badminton, dan lapangan ini selalu ramai oleh teman-teman Arie. "Dia sakit hati kepada papanya," lanjut Suzanna. "Papanya sering datang menengok, tapi selalu berakhir dengan: 'Papa pulang disikyo,' dan inilah kalimat yang dibencinya." Keluarga Suzanna memang goyah ketika Dicky Suprapto (pacar Suzanna ketika remaja dan bertempat tinggal berdekatan di Magelang) tidak kembali lagi ke rumah mereka.

Dicky, waktu itu 33 tahun, bertemu dengan Rahmawati Sukarno, waktu itu janda 24 tahun,di suatu klab malam. Kabarnya mereka terus saling jatuh cinta. Dicky kontan meninggalkan isterinya Suzanna dan kedua anaknya Arie dan Kiky. Dicky dan Rahmawati hidup bersama di rumah Rahmawati selama 4 bulan. Kemudian menikah secara Islam: seorang penghulu datang ke rumah Rahmawati di suatu sore jam 5, tanggal 27 Pebruari 1975. Dicky belum cerai secara resmi dengan Suzanna waktu itu. Kepada pers pernah terlontar ucapan Dicky: "Saya tidak pernah menikah sah dengan dia," maksudnya Suzanna. Dua keluarga Indo (Suzanna dan Dicky) dari Magelang ini dibesarkan dalam ajaran Katolik. Mereka juga menikah secara Katolik -- tidak mungkin cerai. Terutama Arie terpukul sekali. Sebentar dia jadi morfinis. Kemudian membentuk gang bernama 'Ereran,' yang untuk daerah Kebayoran terkenal sebagai tukang-tukang ngebut. Sesekali terlibat perkelahian, tanpa menggunakan senjata. "Bulan-bulan terakhir dia manis sekali," demikian sang ibu. "Malah sering keluar alemamlya." Juga sebelum jam 11.00 di malam yang naas itu: dia baru menstarter Yamahanya setelall jauh dari rumah. Ini bukan kebiasaannya.

Ketika teman-temannya bertanya, Arie berkata: "Ah, nggak enak aja ama enyak." Dan secara bergurau: "Gua mau ngeledek polisi nih. Abis kacamata gua diambil." Arie, langsing dan berambut gondrong manis, memang mengenakan kacamata. Malam itu, ketika seorang pastor sembahyang terakhir kalinya, Arie terbaring dalam peti dengan dua buket anggrek. Mengenakan celana putih, hem putih dan sepatu karet putih. Di dadanya diletakkan sebuah kitab suci dan tangannya menggenggam seuntai rosario merah muda. Keesokan harinya, Arie dikuburkan di Bogor di pekuburan Batu Tulis. Banyak rekan-rekan artis melawat. Antara lain produser Turino Junaedi, Kris Pattikawa dan isterinya Rina Hasyim, Tina Melinda, Roy Marten alias Salam, Titiek Puspa yang berbusana kebaya renda siklam dengan bunga di kedua kuping. Dicky Suprapto yang tampak dalam posisi serba-salah dan bingung, turut mengantar Arie ke Bogor bersama Rahmawati yang tampak subur. Suzanna, dalam kesedihan yang parah, kelihatan mengendalikan diri. Rencananya, sebenarnya tanggal 10 bulan ini dia teken kontrak film lagi. "Hasil film itu," demikian Suzanna, "untuk menyenangkan kedua anak saya." Setelah Dicky lari pada Rahmawati, Suzanna memang boleh dikata hilang dari peredaran dunia film.

Dia lebih senang di rumahnya yang kokoh dan besar itu, beryoga sampai 5 atau 6 kali sehari, mengayuh sepeda pagi-pagi sekali atau pergi ke tempat kakak perempuannya di Bogor. Di tahun 1971 Suzanna adalah aktris pertama yang mendapat honor paling tinggi. Waktu itu dia mendapat 1 juta rupiah untuk film Bernafas Dalam Lumpur. "Mama, benarkah Oom Farouk menempeleng mama?" tanya Arie yang waktu itu masih 10 tahun. "Benar. Cuma main-main," jawab sang ibu. "Dan mama buka baju?" "Benar, seperti yang Arie lihat sekarang," ujar Suzanna, tentang anaknya yang masih di bawah umur tapi mendengar segala macam reaksi penonton BDL. Dan kata Suzanna lagi: "Saya paling tidak bisa berbohong terhadap anak." Arie sekarang, 17 tahun, telah tiada.

TEMPO Interaktif, Jakarta:Kabar duka menyelimuti blantika film Indonesia. Bintang film horor Suzanna meninggal dunia pada Rabu (15/10) malam akibat sakit diabetes di Rumah Sakit Harapan Magelang.

Suzanna Martha Frederika van Osch lahir di Bogor, Jawa Barat, pada 14 Oktober 1942. Bungsu dari lima bersaudara ini memiliki darah Jerman-Belanda-Jawa-Manado. Suzanna mengawali karier di dunia peran lewat film "Darah dan Doa" yang disutradari Usmar Ismail pada 1950. Setelah itu, Suzanna kembali bekerja sama dengan Usmar Ismail lewat film "Asmara Dara" pada 1958. Lewat film 'Asmara Dara', Suzanna meraih penghargaan The Best Child Actress di Festival Film Asia 1960 di Tokyo. Suzanna juga menyabet gelar Aktris Terpopuler se-Asia di Festival Film Asia Pasifik di Seoul pada 1972. Namun, nama Suzanna mulai mencuat di blantika perfilman Indonesia lewat film horor seperti Beranak dalam Kubur, Sundel Bolong dan lain-lain. Tidak jarang bintang-bintang film muda yang tampil dalam film horor meminta saran dari Suzanna. Di antaranya Cut Memey ketika hendak membintangi 'Film Horor'. Suzanna pernah menikah dengan Dicky Suprapto yang juga lawan mainnya di film Beranak dalam Kubur. Setelah cerai dengan Dicky, Suzanna menikah dengan aktor Clift Sangra pada 1983. Suzanna juga memiliki seorang putri bernama Kiki Maria yang mengikuti jejak ibunya.

Meski harus bekerja di Jakarta, Suzanna lebih senang tinggal di Magelang. Setelah absen dari dunia peran, Suzanna bersama Clift Sangra hidup seperti orang biasa dengan berkebun dan bercocok tanam.

Suzanna sempat diisukan meninggal dunia karena jarang tampil di media massa. Ia pun pernah dikabarkan koma dua kali yaitu pada Februari 2006 dan Juni-Juli 2006. Namun, Suzanna tampil kembali dalam film berjudul Hantu Ambulance. Film itu dirilis pada 21 Februari 2008. Berbeda dengan film-film sebelumnya, pada film ini Suzanna tidak berperan sebagai hantu. Suzanna pada film ini berperan sebagai nenek dari tokoh protagonis yang mengalami teror dari makhluk halus. Menurut produser Indika Entertainment yang memproduksi 'Hantu Ambulance', Shanker, Suzanna telah mencapai semua yang ia inginkan sebagai seorang aktris.

Suzanna dimakamkan di Pemakaman Giriloyo, Magelang, Kamis (16/10). Selamat tinggal Suzanna!



PENANGGALAN1967TULSI RAMSAY
Actor
PUSAKA PENYEBAR MAUT 1990 SISWORO GAUTAMA PUTRA
Actor
SUNDEL BOLONG 1981 SISWORO GAUTAMA
Actor
SAMSON DAN DELILAH 1987 SISWORO GAUTAMA PUTRA
Actor
BERNAFAS DALAM LUMPUR 1970 TURINO DJUNAIDY
Actor
PETUALANGAN CINA NYI BLORONG 1986 SISWORO GAUTAMA PUTRA
Actor
SANTET 1988 SISWORO GAUTAMA PUTRA
Actor
PERKAWINAN NYI BLORONG 1983 SISWORO GAUTAMA PUTRA
Actor
ANTARA TIMUR DAN BARAT 1963 TURINO DJUNAIDY
Actor
BANGUNNYA NYI LORO KIDUL 1985 SISWORO GAUTAMA
Actor
SANGKURIANG 1982 SISWORO GAUTAMA PUTRA
Actor
LEMBAH DUKA 1981 JOPI BURNAMA
Actor
SUZIE 1966 LILIK SUDJIO
Actor
RATU SAKTI CALON ARANG 1985 SISWORO GAUTAMA
Actor
PULAU CINTA 1978 ALI SHAHAB
Actor
MIRA 1961 M. SHARIEFFUDIN A
Actor
BERTAMASJA 1959 DJOKO LELONO
Actor
AIR MATA KEKASIH 1971 LILIK SUDJIO
Actor
PERMAINAN BULAN DESEMBER 1980 NICO PELAMONIA
Actor
TUAN TANAH KEDAWUNG 1970 LILIK SUDJIO
Actor
RATAPAN DAN RINTIHAN 1974 SANDY SUWARDI HASSAN
Actor
WANITA HARIMAU 1989 SISWORO GAUTAMA PUTRA
Actor
SEGENGGAM TANAH PERBATASAN 1965 DJAMAL HARPUTRA
Actor
NAPSU GILA 1973 ALI SHAHAB
Actor
BERANAK DALAM KUBUR 1971 AWALUDIN
Actor
RATU ILMU HITAM 1981 LILIK SUDJIO
Actor
RATU BUAYA PUTIH 1988 TJUT DJALIL
Actor
AKU HANJA BAYANGAN 1963 PITRAJAYA BURNAMA
Actor
MALAM JUMAT KLIWON 1986 SISWORO GAUTAMA PUTRA
Actor
TITISAN DEWI ULAR 1990 SISWORO GAUTAMA PUTRA
Actor
MALAM SATU SURO 1988 SISWORO GAUTAMA PUTRA
Actor
PERJANJIAN DI MALAM KERAMAT 1991 SISWORO GAUTAMA PUTRA
Actor
BUMI MAKIN PANAS 1973 ALI SHAHAB
Actor
TELAGA ANGKER 1984 SISWORO GAUTAMA
Actor
NYI AGENG RATU PEMIKAT 1983 SISWORO GAUTAMA
Actor
NYI BLORONG 1982 SISWORO GAUTAMA PUTRA
Actor
DIA SANG PENAKLUK 1984 IMAM TANTOWI
Actor
USIA DALAM GEJOLAK 1984 SISWORO GAUTAMA PUTRA
Actor
ASRAMA DARA 1958 USMAR ISMAIL
Actor
LONG MARCH, THE 1950 USMAR ISMAIL
Actor
AJIAN RATU LAUT KIDUL 1991 SISWORO GAUTAMA PUTRA
Actor