Tampilkan postingan dengan label TAN SING HWAT / TANDU HONGGONEGORO 1952-1961. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TAN SING HWAT / TANDU HONGGONEGORO 1952-1961. Tampilkan semua postingan

Selasa, 08 Februari 2011

TAN SING HWAT /TANDU HONGGONEGORO 1952-1961


TAN SING HWAT
TANDU HONGGONEGORO

 
Ia adalah sutradara yang juga masuk dalam Lekra (Isu PKI). membuat antara lain “Rahasia Suku Domas” (1954), produksi GARUDA FILM ; “Taman Harapan” (1957), produksi SANGGABUANA dan Kotot Sukardi, yang menjadi pegawai Kementrian Penerangan, membuat “Si Pincang” (1952), dengan PERUSAHAAN FILM NEGARA – PFN sebagai produser. Film-film dia itu di cap sebagai mengidiologikan Lenin-Marx melalui film.

Leo Suryadinata, sinolog Tionghoa Indonesia dalam Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches 4th Edition menyebut Tan pernah bekerja sebagai penjaga toko di sebuah perusahaan dan terlibat konflik antara pekerja dan pemerintah Belanda hingga membuatnya ditangkap.

Kemudian pada 1940, Tan dijatuhi hukuman dua tahun penjara karena menulis artikel yang dianggap menghina Belanda.

Pada 1942, pasca invasi Jepang, Tan bergabung dengan gerakan gerilya Indonesia. Sempat ditangkap Jepang, namun dibebaskan. Pada perang kemerdekaan, tepatnya pada 1948, dia ditahan Belanda karena terlibat dalam gerakan revolusioner. Tan dibebaskan pada 1950.
Sebelum menggeluti dunia film, Tan merupakan wartawan harian Keng Po di Jakarta. Selain itu, dia juga membantu harian Malang Post dan Pewarta Surabaya.
Karier filmnya bermula dari membantu sandiwara keliling Bintang Surabaya pimpinan Fred Young dan Nyoo Cheong Seng. Tan juga mulai belajar menulis skenario film dari Fred dan Nyoo.

Pada 1950, Tan mulai pindah ke dunia film dan kemudian bekerja sebagai sutradara tetap di Golden Arraw. Dia juga pernah bekerja sama dengan Wim Umboh dan Lie Ik Sien (Iksan Lahardi).

Film pertamanya, Siapa Dia? rilis tahun 1952. Sejak itu, dia mulai aktif menyutradarai berbagai film di antaranya, Bawang Merah Bawang Putih, Gadis Tiga Zaman hingga Sri Asih, film superhero pertama Indonesia. Sinematek mencatat, dia menyutradarai 13 judul film.

Pada Festival Film Indonesia (FFI) 1960, Tan mendapat penghargaan sebagai penulis skenario terbaik lewat filmnya Kunanti di Jogja.

Selain sebagai sutradara, Tan juga aktif di grup teater Lekture dan Manunggal Film Surabaya. Dia tergabung dalam Yayasan Film & Teater Liberty Surabaya. Pernah menjadi Wakil Ketua Komisi Film dan Televisi Dewan Kesenian Surabaya serta melatih teater untuk disiarkan TVRI stasiun Surabaya. Pada 1962, Tan bekerja sebagai sutradara lepas dan menyutradarai film untuk Perusahaan Gema Masa.

Krishna Sen dalam Chinese Indonesians in National Cinema menyebut Tan Sing Hwat bersama Fred Young, adalah dua penulis-sutradara Indonesia Tionghoa paling produktif.

“Tan Sing Hwat menggunakan nama Jawa, Tandu Honggonegoro (yang dia gunakan sesekali sejak awal 1950-an) menyutradarai dua film pada tahun 1961 (In the Valley of Gunung Kawi [Dilereng Gunung Kawi], dan A Song and a Book [Lagu dan Buku]),” sebut Krishna Sen.

Bachtiar Siagian, sutradara yang juga anggota Lekra dalam Catatan Mengenai Hubunganku dengan Teater yang dipublikasikan Indoprogress.com, menyebut bahwa Tan Sing Hwat merupakan salah satu pengurus Sarikat Buruh Film dan Seni Drama (Sarbufis).

Sedangkan Leo menyebut bahwa mungkin karena hubungannya dengan Lekra, dia tidak bisa menulis lagi setelah tahun 1965.

“Menurut akunya sendiri, dia bekerja sebagai pengemudi bemo (kendaraan bermotor roda tiga) selama sembilan tahun. Namun, selama tahun 1970-an dia mulai menulis lagi dan menghasilkan sejumlah drama TV,” tulis Leo.

Tan Sing Hwat berganti nama menjadi Agoes Soemanto sejak terbitnya Keputusan Presedium Kabinet No. 127/U/KEP/12/1966, yang mengatur ganti nama bagi warga negara Indonesia yang menggunakan nama Tionghoa.

Tan Sing Hwat alias Tandu Honggonegoro alias Agoes Soemanto, sang sutradara itu meninggal dunia pada akhir 1980-an.

GAMBANG SEMARANG 1955 TAN SING HWAT
Director
LAGU DAN BUKU 1961 TAN SING HWAT
Director
SIAPA DIA 1952 TAN SING HWAT
Director
BERMAIN DENGAN API 1952 TAN SING HWAT
Director
KUNANTI DI DJOGJA 1958 TAN SING HWAT
Director
SRI ASIH 1954 TURINO DJUNAIDY
Director
TAMAN HARAPAN 1957 TAN SING HWAT
Director
BAWANG MERAH BAWANG PUTIH 1953 TAN SING HWAT
Director
RAHASIA SUKUDOMAS 1954 TAN SING HWAT
Director
DILERENG GUNUNG KAWI 1961 TAN SING HWAT
Director

TAMAN HARAPAN / 1957

 

Maunya membuat film anak-anak, film "pendidikan", tapi yang dikejar tetap hiburan. Berharap filmnya laku, kenyataan menunjukkan lain. Jamaris Malik adalah adik Djamaludin Malik.

SANGGABUANA FILM STUDIO

AWALUDIN
HASNAH TAHAR
AMINAH CENDRAKASIH
TAN KIM GWAT
ENTONG
HARDJO MULJO
ALFIAN
NAZAR
AGUS MULJONO

GAMBANG SEMARANG / 1955

 






 Kisah sedih yang dimeriahkan lagu. Patut dipujikan permainan Sukarno M. Noor (film pertama Noor) dalam peranan pentingnya pertama. Penggunaan judul ("Gambang Semarang", yang semula "Hapuskan KMB") cuma demi pertimbangan komersil, karena judul lagu untuk "tandakan" itu amat populer.
 SANGGABUANA FILM STUDIO

AWALUDIN
HASNAH TAHAR
AMINAH CENDRAKASIH
TAN KIM GWAT
ENTONG
HARDJO MULJO
ALFIAN
NAZAR
AGUS MULJONO

BAWANG MERAH BAWANG PUTIH / 1953

BAWANG MERAH BAWANG PUTIH


Hidup Bawang Putih (Ermina Zaenah) selalu tersiksa oleh perlakuan ibu tiri (Risa Umami) dan saudara tirinya Bawang Merah (Gretiani Hamzah). Ketika raja (A. Hamid Arief) mencari permaisuri dengan mengadakan sayembara, Bawang Merah ikut dengan dorongan si ibu. Kesertaan Bawang Putih diejek oleh ibu dan saudara tirinya. Ternyata Bawang Putihlah yang terpilih.
 GOLDEN ARROW

ERMINA ZAENAH
RISA UMAMI
A. HAMID ARIEF
HAMZAH GRETIANI
A. RACHMAN


KUNANTI DI DJOGJA / 1958


 
Ia sendiri yang menulis skenarionya dan memenangkan skenario terbaik dalam FFI'60 Diangkat dari cerita ludruk yang banyak lawakannya. Menggambarkan adegan perpisahan prajurit dengan istrinya. Digambarkan juga secara selintas proses dari lelaki menjadi wanita dan membuka rahasia bahwa wanita yang cantik itu adalah pria.
 

LUDRUK MARHAEN

Teater rakyat yang lahir dari semangat revolusi 1945. Pasca peristiwa G30S, Ludruk Marhaen berada di bawah pembinaan militer.

Gelanggang kebudayaan Indonesia pasca kemerdekaan memang cukup riuh. Bukan hanya pada ranah sastra, musik atau film, panggung seni pertunjukan pun turut masuk dalam pusaran di mana bangsa Indonesia tengah mencari identitas kebudayaannya.

Salah satunya ludruk, teater rakyat asal Jawa Timur. Dan nama Ludruk Marhaen merupakan yang paling terkenal pada era 1950-an hingga 1965. Tak hanya menyematkan nama Marhaen yang terdengar politis, ludruk ini juga turut andil dalam pergulatan kebudayaan Indonesia saat itu.

Semangat Revolusi

Menurut Henri Supriyanto dalam Lakon Ludruk Jawa Timur, Ludruk Marhaen didirikan oleh pelawak Rukun Astari dan Shamsudin pada 19 Juni 1949. Namun, kelompok ludruk asal Surabaya ini awalnya telah dibentuk sekitar tahun 1945, pasca Proklamasi.

“Dan di jaman bergejolaknya api revolusi 1945 lahirlah sebuah rombongan ludruk yang terdiri dari anak-anak muda dan hidup terus sehingga kini di bawah nama 'Marhaen'. Sandiwara ini terpaksa menghentikan kegiatannya pada tahun 1948 karena terserak-sebarnya para anggota-anggotanya dan pada permulaan tahun 1950 dibentuk kembali dan berkedudukan di Surabaya,” tulis Harian Rakyat, 14 April 1958.

Setelah lahir kembali pada 1950, Ludruk Marhaen mulai aktif mementaskan lakon-lakon terutama terkait revolusi dan patriotisme. Ludruk ini kemudian dikenal luas tak hanya di wilayah Surabaya maupun Jawa Timur.

“Sejak itu sandiwara ludruk membuka tradisi baru dalam sejarah ludruk: drama tragedi dipanggungkan, dan bersamaan dengan zamannya, ia sepenuhnya didukung oleh gelora dan api patriotisme tetapi tanpa kehilangan wataknya yang khas sebagai ludruk yaitu satirenya. Dari saat berdirinya itulah, kini Ludruk Marhaen tetap mempertahankan tradisinya sendiri dan ia tetap memelihara kecintaan dan kesayangan publik terhadapnya, sejak dari Bung Karno sampai rakyat jelata,” tulis Harian Rakyat.

Ludruk Marhaen dan Sukarno

Di antara kelompok ludruk Surabaya, Ludruk Marhaen paling sering mendapat undangan Presiden Sukarno untuk pentas di Istana Negara. “Berdasarkan pengakuan Rukun Astari, tercatat 16 kali Ludruk Marhaen menerima undangan Presiden Sukarno,” kata Supriyanto.

Dalam pidato Sukarno, Tjapailah Bintang-Bintang Di Langit! (Tahun Berdikari) tahun 1965 Ludruk Marhaen juga disebut Bung Besar. Sukarno mengatakan: "Kalau kaum tani menghasratkan tanah, tanah 'senyari bumi', apakah itu tidak masuk akal? Aku teringat kepada seniman-seniman Ludruk Marhaen yang mengatakan, 'Ia kalau punya pacul tapi ndak punya tanah, kemana pacul itu mesti dipaculkan!'"

Beberapa lakon luruk seperti, Kunanti di Djogja, Memburu Menantu, Mawar Merah di Lereng Bukit, dan Pak Sakerah pernah difilmkan. Film Kunanti di Djogja digarap oleh sutradara Lekra, Tan Sing Hwat. Film ini kemudian menerima penghargaan kategori skenario terbaik dan hadiah khusus pada Festival Film Indonesia 1960.

Cerita Sukarno dengan Dalang Wayang Kulit Kesayangannya

PADA 1960-an, akan dihelat pagelaran wayang kulit di Istana. Ia salah satu kesenian yang disukai Sukarno. Sukarno memilih sendiri dalang favoritnya, Ki Gitosewoko dari Blitar. Lima hari sebelum pagelaran, Gitosewoko sudah berada di Istana.

“Apakah sudah siap?” tanya Sukarno kepada Gitosewoko. Percakapan pun berlanjut membahas cerita hingga sanggit atau penggarapan. Sukarno berpesan, “Gito, semua mengharapkan pagelaran nanti sukses. Berusahalah tidak mengecewakan penonton.”

Sukarno juga mengarahkan, “Gatotkaca tidak boleh sering memukul. Usahakan sekali memukul lawannya tumbang. Lalu Arjuna lebih tepat jika kau bawakan dengan laras (nada, red) dua atau lima, jadi lebih terkesan jantan. Suaranya harus kau tegaskan! Bukankah ksatria besar macam Arjuna, tidak tepat bila memiliki suara klemak-klemek, tidak bertenaga?”

Kerewelan Bung Karno terhadap pagelaran wayang kulit tidak berhenti di situ. Jelang malam pagelaran, dia kembali memeriksa sendiri tatanan instrumen gamelan. Gamelan harus berada di atas panggung yang sejajar dengan kursi penonton. Lampu penerangan nantinya tidak boleh lebih dari 250 watt. Lalu instrumen gong tidak boleh menutupi penglihatan penonton. Dan terakhir, para pesinden harus berada di belakang dalang.

Soal pesinden, Sukarno pun punya favorit: Nyi Tjondrolukito dari Yogyakarta. Nyi Tjondrolukito, yang bernama kecil Turah, seperti dicatat dalam buku Apa dan Siapa, berguru kepada Larasati dan Madularas di kepatihan Danurejan dan mendapat nama Penilaras. Dia kemudian disunting Ki Tjondrolukito, bangsawan yang ahli tari sejak masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VIII (1880-1939).

Pada era Sultan Hamengkubuwono VIII, setiap dia istirahat di Kali Urang, selama dua bulan tanpa henti, diadakan pagelaran karawitan. Ini adalah ujian. Jika seniman itu benar-benar mengabdi kepada seni, maka dia akan tahan dengan padatnya pagelaran. Nyi Tjondrolukito adalah seniman produk zaman Sultan Hamengkubuwono VIII yang tahan uji, baik dari segi mental, moral maupun keterampilan.



SIAPA DIA / 1952

 

Meski mencintai Rusdiono (A.Hamid Arief), tapi Wartini (Marlia Hardi) dipaksa orangtuanya agak menikahi Mulyono (Z Anwar). Setelah punya dua anak, Wartini jadi janda, karena Mulyono meninggal dunia. Suatu kali Wartini merasa heran ketika di pasar mendapat tatapan khusus dari seorang pengemis, yang ternyata adalah Rusdiono. Asmara menyala kembali, mereka menikah. Rusdiono hanya menghabiskan kekayaan Wartini, berjudi bersama Arifin (Udjang). Muncul Jaswadi (S Poniman), adik Mulyono. Terjadi perkelahian, dan Rusdiono membunuh Jaswadi. Karena lari, Rusdiono mati tertembak oleh polisi. 
 GOLDEN ARROW

A. HAMID ARIEF
MARLIA HARDI
ERMINA ZAENAH
UDJANG
S. PONIMAN
Z. ANWAR
A. THYS
NUNUNG
NURDIN SJAM

BERMAIN DENGAN API / 1952

BERMAIN DENGAN API


Judul lain film ini adalah TERSEDAR
Janda kaya Susilowati (Ratna Ruthinah) bingung, karena didesak pemilik rumah untuk melunasi tunggakan sewa rumahnyaselama enam bulan, atau diusir. Dia pasang iklan, mengaku gadis dan kaya. Timbul hasrat Abdullah (Udjang) untuk melamar, sebab dia sedang kesulitan uang. Diperalatnya Kartono (A. Hamid Arief), seorang pegawai kecil dari perusahaan sepatu. Saling tipu ini berjalan jauh hingga ke taraf pertunangan. Cuma di ujung upacara tukar cincin itu muncul pemilik rumah bersama polisi untuk mengusir Susilowati, janda yang mengaku gadis.

GOLDEN ARROW

A. HAMID ARIEF
RATNA RUTHINAH
UDJANG
ERMINA ZAENAH
BOES BOESTAMI

RAHASIA SUKUDOMAS / 1954

RAHASIA SUKUDOMAS


Berkat benda ajaib berupa emas berpermata bernama Sukudomas, Nyi Dosa hidup 100 tahun. Kepada kedua anaknya, benda itu dijanjikan akan dibagi dua. Tetapi, Pandankuning yang tamak ingin menguasai sepenuhnya. Dicarinya siasat untuk menyingkirkan adiknya, Pandanwangi (Risa Unami). Sukudomas ternyata terbang ketika hendak diambil. Pandankuning juga terbang mengejar. Nyi Dosa meminta Pandanwangi terbang juga untuk mengembalikan benda ajaib itu. Akhirnya, Pandanwangi mengajak berdamai kakaknya dan bersama-sama mengembalikan Sukudomas pada ibu mereka.

GARUDA FILM
NUSANTARA FILM

RISA UMAMI
MIMI MARIANI
KARTINI HAMZAH
MIEN SONDAKH
WOLLY SUTINAH
FATIMAH

DILERENG GUNUNG KAWI / 1961

 

Kisah seputar masa revolusi. Sepasang pejuang yang saling mencintai menghadapi kemalangan. Sang gadis tertembak, hingga sang jejaka semakin nekat dalam perjuangan.

GEMA MASA FILM

ZAINAL ABIDIN
NANI WIDJAJA
SOFIA WD
W.D. MOCHTAR
ALI YUGO
CHAIDIR SAKTI
ARIFIN LUBIS

SRI ASIH / 1954

SRI ASIH


Disutradarai Turino Djunaidy, bersama TAN SING HWAT adaptasi dari komik pertama Indonesia dalam bentuk buku 1954, tahunnya sama dengan pemutaran film itu sendiri -tokoh super hero wanita yang berpakaian seperti sri kandi yang cukup hebat. Tapi ini bukan tiruan dari Amerika, (Wonder woman) karena saat itu Amerika masih belum suka dengan tokoh Super hero-nya.

KARENA AYAHNYA sakit keras di Semarang, Sri Asih tak sempat pergi. Ia hanya mengantar ibunya ke stasiun. Setelah kereta berangkat, Sri Asih mendengar bisikan, kereta akan meledak, karena dipasang dinamit oleh komplotan jahat. Sri Asih lalu menggunakan jimatnya. Ia berubah, bisa terbang dan melesat gesit. Dinamit sempat dibuang dan meledak di sungai, walau sebelumnya ia harus menghadapi perlawanan dari para bandit. Kemudian Sri Asih mengikuti gerombolan Garuda Hitam, dan berhasil menghancurkannya.

GARUDA
GABUNGAN ARTIS FILM

MIMI MARIANI
TURINO DJUNAIDY
ALI YUGO
CHAIDAR DJAFAR
SUKARNO M. NOOR
CHAIDIR SAKTI
BAS M. AMIN